Bintang ini melambangkan artikel pilihan di Wikipedia. Artikel pilihan adalah artikel-artikel terbaik di Wikipedia, yang ditentukan oleh komunitas. Sebelum dimasukkan ke dalam daftar ini, artikel-artikel tersebut dinilai dan dibahas di Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan, untuk memastikan keakuratan, kenetralan, kelengkapan, dan gaya penulisan, berdasarkan Wikipedia:Kriteria artikel pilihan.
Saat ini terdapat 433 artikel pilihan dari 731.934 artikel di Wikipedia, yang berarti ada satu artikel pilihan untuk setiap 1.690 artikel di Wikipedia.
Artikel yang berhasil mendapatkan status artikel pilihan akan diberikan bintang () pada pojok kanan atasnya. Selain itu, apabila suatu artikel merupakan artikel pilihan di Wikipedia bahasa lain, akan diberikan bintang pada pranala interwiki di sisi kiri bawah artikel.
Lisa del Giocondo merupakan seorang anggota keluarga Gherardini di Firenze dan Toskana di Italia. Namanya digunakan untuk Mona Lisa, lukisan dirinya yang dipesan oleh suaminya dan dilukis oleh Leonardo da Vinci pada masa Renaisans Italia. Sedikit yang diketahui mengenai kehidupan Lisa. Lahir di Firenze dan menikah saat berusia belasan tahun dengan seorang pedagang kain dan sutra yang kemudian menjadi pejabat setempat, ia adalah ibu dari lima anak dan menjalani kehidupan kelas menengah biasa. Lisa hidup lebih lama daripada suaminya, yang berselisih usia sangat jauh darinya. Berabad-abad setelah kematian Lisa, Mona Lisa menjadi lukisan terkenal di dunia dan memiliki cerita yang terpisah dengan kehidupan Lisa, model lukisannya. Spekulasi oleh para pakar dan penyuka karya seni menjadikan lukisan ini sebagai ikon dunia dan objek komersialisasi. Pada tahun 2005, penelitian yang dilakukan di Perpustakaan Universitas Ruprecht Karl Heidelberg mengidentifikasi Lisa del Giocondo sebagai subjek dari Mona Lisa. (Selengkapnya...)
Abdoel Moeis Hassan adalah seorang tokoh pemuda pergerakan kebangsaan di Samarinda pada masa 1940–1945 dan pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada masa 1945–1949. Ia bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) dan mendirikan Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda. Tahun 1947 ia menjadi ketua Front Nasional. Pada akhir tahun 1949, bersama Front Nasional, ia menuntut kepada pemerintah lokal untuk keluar dari Republik Indonesia Serikat (RIS) dan bergabung dengan RI-Yogya. Ia mengadakan Kongres Rakyat Kaltim pada 1954 untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat meningkat. Tahun 1960, ia menjadi Ketua Komisi Gabungan di DPR Gotong Royong. Tahun 1962, ia menjadi Gubernur Kalimantan Timur kedua. Tahun 1966, ia berhenti sebagai Gubernur dan menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Tahun 1968 hingga 1970, ia kembali menjadi anggota DPR RI mewakili PNI. Tahun 1976, ia pensiun dari PNS dan berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku hingga 2004 dan meninggal dunia pada 2005 dalam usia 81 tahun. (Selengkapnya...)
Piagam Jakarta adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Rancangan ini dirumuskan oleh Panitia SembilanBadan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi Pancasila, tetapi pada sila pertama juga tercantum frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Frasa ini, yang juga dikenal dengan sebutan "tujuh kata", pada akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengumumkan dalam Dekret Presiden (yang menyatakan kembali ke UUD 1945) bahwa Piagam Jakarta "menjiwai" UUD 1945 dan "merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut". Makna dari kalimat ini sendiri terus memantik kontroversi sesudah dekret tersebut dikeluarkan. Kelompok kebangsaan merasa bahwa kalimat ini sekadar mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis, sementara kelompok Islam meyakini bahwa dekret tersebut memberikan kekuatan hukum kepada "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta, dan atas dasar ini mereka menuntut pengundangan hukum Islam khusus untuk Muslim. (Selengkapnya...)