More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Krisis Timor Timur 1999 - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Krisis Timor Timur 1999 - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Krisis Timor Timur 1999

  • العربية
  • Català
  • English
  • Esperanto
  • Español
  • Eesti
  • Suomi
  • Français
  • Magyar
  • Italiano
  • 日本語
  • 한국어
  • Ripoarisch
  • Limburgs
  • Lietuvių
  • Malagasy
  • Português
  • Română
  • Simple English
  • Svenska
  • ไทย
  • Tagalog
  • 吴语
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Krisis Timor Timur 1999
Bagian dari Dekolonisasi Asia, Pendudukan Indonesia di Timor Timur dan Kejatuhan Suharto

Rumah-rumah yang hancur di Dili.
TanggalApril 1999 – 2005[6][7]
LokasiTimor Leste
Status

Kemenangan taktis Timor Timur

  • Kekalahan milisi pro-Indonesia
  • Stabilisasi Timor Timur
  • Referendum kemerdekaan Timor Timur
  • Embargo penjualan militer AS ke Indonesia dari 9 September 1999 – 22 November 2005[8][9][10]
  • Embargo penjualan militer Britania Raya ke Indonesia dari 11 September 1999 – 11 April 2012[11]
  • Embargo penjualan militer Australia ke Indonesia September 1999[8]
  • Embargo penjualan militer Uni Eropa (EU) ke Indonesia dari 16 September 1999 – 17 Januari 2000[12][13]
  • 80% infrastruktur Timor Timur hancur akibat Operasi Bumi Hangus[14][15]
Pihak terlibat

 Timor Leste
INTERFET
UNTAET

Daftar lengkap:
  •  Australia – 5.000
  •  Selandia Baru – 1.250
  •  Thailand – 1.600
  •  Amerika Serikat[1]
  •  Argentina[2]
  •  Austria[3]
  •  Bangladesh 
  •  Benin 
  •  Bolivia 
  •  Bosnia dan Herzegovina 
  •  Brasil 
  •  Britania Raya 
  •  Bulgaria 
  •  Chili[4]
  •  Denmark[4]
  •  Fiji 
  •  Filipina 
  •  Gambia 
  •  Ghana 
  •  Irlandia 
  •  Israel 
  •  Italia 
  •  Jepang 
  •  Jerman 
  •  Kanada 
  •  Kenya 
  •  Korea Selatan 
  •  Kroasia 
  •  Malaysia 
  •  Meksiko 
  •  Mesir[4]
  •  Mozambik[4]
  •  Namibia 
  •    Nepal 
  •  Niger 
  •  Nigeria 
  •  Norwegia 
  •  Pakistan 
  •  Peru 
  •  Portugal 
  •  Prancis 
  •  Rusia 
  •  Samoa 
  •  Senegal 
  •  Serbia dan Montenegro 
  •  Singapura 
  •  Slowakia[4]
  •  Slovenia 
  •  Spanyol 
  •  Sri Lanka 
  •  Swedia 
  •  Tajikistan 
  •  Tiongkok 
  •  Turki 
  •  Ukraina 
  •  Uruguay 
  •  Yordania 
  •  Vanuatu 
  •  Zambia 
  •  Zimbabwe 

Indonesia Milisi pro-Indonesia[5]

  • Aitarak
  • Besi Merah Putih
  • Garda Muda Penegak Integrasi
  • Laksaur
  • Mahidi
Tokoh dan pemimpin
  • Australia John Howard
  • Australia Peter Cosgrove
  • Selandia Baru Jenny Shipley
  • Selandia Baru Helen Clark
  • Selandia Baru Carey Adamson
  • Brasil Sérgio Vieira de Mello
  • Portugal Brigjen. Paulo Pereira Guerreiro [16]
Wiranto
Eurico Guterres
Kekuatan
11,000 militer dan polisi[17] 13,000 milisi pro-Indonesia[18]
Korban
Daftar lengkap:
  • 17-24 tewas (Personel UNTAET)[19][20]
    49 staf PBB dan LSM yang ditangkap kemudian dibebaskan[21]
Daftar lengkap:
  • 15–19 tewas[22][23][24]
    301+ ditangkap[23][25][26]
1.400 warga sipil tewas
220.000+ pengungsi[27]
3 staf UNHCR tewas[28]
15 staf UNAMET tewas[29]
2 jurnalis tewas[30]
1 tentara Indonesia tewas[31]
1 polisi indonesia tewas[32]
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Timor Leste
Lambang Timor Leste
Garis waktu
  • Sejarah Awal
  • Kolonisasi Portugis
  • Pendudukan Jepang
  • Pendudukan Indonesia
  • Transisi menuju kemerdekaan
  • Timor Leste kontemporer
Topik
  • Operasi Seroja
  • Insiden Dili
  • Krisis Timor Timur 1999
  • Krisis Timor Leste 2006
  • Garis waktu keseluruhan
  • l
  • b
  • s

Krisis Timor Timur 1999 atau Operasi Guntur adalah tindakan pembalasan oleh milisi pro-Indonesia terhadap rakyat Timor Timur dalam rangka hasil positif referendum kemerdekaan di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999. Dimulai dengan serangan militan anti-kemerdekaan terhadap warga sipil, dan meluas menjadi kerusuhan di seluruh Timor Timur, berpusat di ibu kota Dili. Kerusuhan meletus setelah mayoritas pemilih referendum Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia. Sekitar 1.400 penduduk tewas. Tentara yang beraliansi dengan PBB (INTERFET), yang terdiri sebagian besar dari Angkatan Bersenjata Australia dikirim ke Timor Timur untuk mengembalikan stabilitas dan menjaga perdamaian.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Sejarah Indonesia (1998–sekarang) dan Kejatuhan Soeharto
Presiden B. J. Habibie mengambil sumpah jabatan presiden pada 21 Mei 1998.

Kemerdekaan Timor Timur, atau bahkan otonomi daerah yang terbatas, tidak diperbolehkan di bawah rezim Orde Baru. Kendati opini publik Indonesia pada tahun 1990-an kadang-kadang menunjukkan apresiasi yang kurang baik terhadap orang Timor, secara luas dikhawatirkan bahwa kemerdekaan Timor Timur akan mengacaukan persatuan Indonesia.[33] Upaya mediasi baru yang ditengahi PBB antara Indonesia dan Portugal dimulai pada awal 1997.[34] Krisis finansial Asia 1997, bagaimanapun, menyebabkan pergolakan luar biasa di Indonesia dan menyebabkan pengunduran diri Suharto pada Mei 1998, mengakhiri 32 tahun masa kepresidenannya.[35] Prabowo yang pada saat itu menjabat sebagai komandan Cadangan Strategis Indonesia yang kuat, pergi ke pengasingan di Yordania dan operasi militer di Timor Timur merugikan pemerintah Indonesia yang bangkrut satu juta dolar per hari.[36] Periode "reformasi" yang relatif terbuka, termasuk perdebatan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang hubungan Indonesia dengan Timor Timur. Selama sisa tahun 1998, forum-forum diskusi berlangsung di seluruh Dili untuk mengupayakan referendum.[36] Menlu Ali Alatas menggambarkan rencana otonomi bertahap yang mengarah pada kemungkinan kemerdekaan sebagai "hanya rasa sakit, tanpa ada keuntungan" bagi Indonesia.[37] Pada tanggal 8 Juni 1998, tiga minggu setelah menjabat, B. J. Habibie mengumumkan bahwa Indonesia akan segera menawarkan Timor Timur rencana khusus untuk otonomi.[35]

Pada akhir tahun 1998, Pemerintah Australia John Howard mengirim surat kepada Indonesia yang berisi nasihat tentang perubahan kebijakan Australia, dan menganjurkan referendum kemerdekaan dalam satu dekade. Presiden Habibie melihat bahwa rencana Indonesia di Timor Timur seperti "pemerintahan kolonial" dari Indonesia dan dia memutuskan untuk mengadakan referendum cepat mengenai masalah ini.[38]

Indonesia dan Portugal mengumumkan pada tanggal 5 Mei 1999 bahwa pemungutan suara akan diadakan yang memungkinkan rakyat Timor Timur untuk memilih antara rencana otonomi atau kemerdekaan. Pemungutan suara, yang akan diselenggarakan oleh Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur (UNAMET), semula dijadwalkan pada 8 Agustus tetapi kemudian ditunda hingga 30 Agustus. Indonesia juga bertanggung jawab atas keamanan; rencana ini menimbulkan kekhawatiran di Timor Timur, tetapi banyak pengamat percaya bahwa Indonesia akan menolak untuk mengizinkan penjaga perdamaian asing selama pemungutan suara.[39]

Pemungutan suara dan kekerasan

[sunting | sunting sumber]
Kehancuran di Dili.
Artikel utama: Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999

Ketika kelompok-kelompok pendukung otonomi dan kemerdekaan mulai berkampanye, serangkaian kelompok paramiliter pro-integrasi dari Timor Timur mulai mengancam kekerasan—dan memang melakukan kekerasan—di seluruh negeri. Dengan tuduhan bias pro-kemerdekaan di pihak UNAMET, kelompok-kelompok tersebut terlihat bekerja sama dan menerima pelatihan dari tentara Indonesia. Sebelum kesepakatan Mei diumumkan, serangan paramiliter bulan April di Liquiçá oleh milisi pro-Indonesia Besi Merah Putih menyebabkan puluhan orang Timor Timur tewas. Pada tanggal 16 Mei 1999, komplotan yang didampingi oleh tentara Indonesia menyerang tersangka aktivis kemerdekaan di desa Atara; pada bulan Juni kelompok lain menyerang kantor UNAMET di Maliana. Pihak berwenang Indonesia mengaku tidak berdaya untuk menghentikan apa yang diklaimnya sebagai kekerasan antara faksi-faksi Timor Timur yang saling bersaing, tetapi Ramos-Horta orang lain mencemooh gagasan semacam itu.[40] Pada Februari 1999 ia berkata: "Sebelum [Indonesia] mundur, mereka ingin membuat kekacauan besar dan destabilisasi, seperti yang selalu mereka janjikan. Kami telah secara konsisten mendengar bahwa selama bertahun-tahun dari militer Indonesia di Timor."[41]

Ketika para pemimpin milisi memperingatkan akan "pertumpahan darah", "duta besar keliling" Indonesia Francisco Lopes da Cruz menyatakan: "Jika orang menolak otonomi, ada kemungkinan darah akan mengalir di Timor Timur."[42] Seorang pemimpin paramiliter mengumumkan bahwa "lautan api" akan terjadi saat pemungutan suara untuk kemerdekaan.[43] Saat tanggal pemungutan suara semakin dekat, laporan tentang kekerasan anti-kemerdekaan terus beredar.[44]

Hari pemungutan suara, 30 Agustus 1999, berlangsung dengan tenang dan tertib. 98,6% pemilih terdaftar memberikan suara, dan pada 4 September Sekjen PBB Kofi Annan mengumumkan bahwa 78,5 persen suara telah diberikan untuk kemerdekaan.[45] Didorong oleh desakan "Orde Baru" bahwa orang Timor Timur mendukung integrasi, orang Indonesia terkejut atau tidak percaya bahwa orang Timor Timur telah memilih untuk tidak menjadi bagian dari Indonesia. Banyak yang menerima jika berita media menyalahkan PBB dan Australia karena telah menekan Habibie untuk sebuah resolusi.[46]

Ketika staf UNAMET kembali ke Dili setelah pemungutan suara, beberapa kota mulai dihancurkan secara sistematis. Dalam beberapa jam setelah pengumuman hasil, kelompok paramiliter mulai menyerang orang-orang dan membakar di sekitar ibu kota Dili. Wartawan asing dan pemantau pemilu melarikan diri, dan puluhan ribu orang Timor Leste melarikan ke gunung. Geng Muslim Indonesia menyerang gedung Keuskupan Katolik Dili, menewaskan dua lusin orang; keesokan harinya, markas besar ICRC diserang dan dibakar habis. Hampir seratus orang terbunuh di Suai, dan laporan tentang pembantaian serupa membludak di Timor Timur.[47] Sebagian besar staf PBB yang dikurung di kompleks mereka di Dili, yang telah dibanjiri pengungsi, menolak untuk mengungsi kecuali para pengungsi itu ditarik juga, bersikeras bahwa mereka lebih baik mati di tangan kelompok paramiliter.[45] Pada saat yang sama, pasukan Indonesia dan geng paramiliter memaksa lebih dari 200.000 orang ke Timor Barat, ke kamp-kamp yang digambarkan oleh Human Rights Watch sebagai "kondisi yang menyedihkan".[48] Setelah beberapa minggu, Pemerintah Australia menawarkan untuk mengizinkan para pengungsi di kompleks PBB bersama dengan staf PBB untuk dievakuasi ke Darwin, dan semua pengungsi kecuali empat staf PBB dievakuasi.

Ketika delegasi PBB tiba di Jakarta pada tanggal 8 September, mereka diberitahu oleh Presiden B.J. Habibie bahwa laporan pertumpahan darah di Timor Timur adalah "fantasi" dan "kebohongan".[49] Jenderal Wiranto dari militer Indonesia bersikeras bahwa tentaranya memiliki situasi di bawah kendali, dan kemudian mengungkapkan perasaannya untuk Timor Timur dengan menyanyikan lagu hit 1975 "Feelings" di sebuah acara untuk para istri perwira militer.[50][51]

Penarikan pasukan Indonesia dan pasukan penjaga perdamaian

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: INTERFET

Kekerasan tersebut disambut dengan kemarahan publik yang meluas di Australia, Portugal dan di tempat lain dan para aktivis di Portugal, Australia, Amerika Serikat dan negara-negara lain menekan pemerintah mereka untuk mengambil tindakan. Perdana Menteri Australia John Howard berkonsultasi dengan Sekjen PBB Kofi Annan dan melobi Presiden AS Bill Clinton untuk mendukung pasukan penjaga perdamaian internasional yang dipimpin Australia untuk memasuki Timor Timur guna mengakhiri kekerasan. Amerika Serikat menawarkan sumber daya logistik dan intelijen yang penting dan kehadiran pencegah "di luar cakrawala", tetapi tidak mengerahkan pasukan untuk operasi tersebut. Akhirnya, pada 11 September, Bill Clinton mengumumkan:[52]

Saya telah menjelaskan bahwa kesediaan saya untuk mendukung bantuan ekonomi masa depan dari masyarakat internasional akan tergantung pada bagaimana Indonesia menangani situasi mulai hari ini.

Indonesia, dalam kesulitan ekonomi yang parah, mengalah. President B.J. Habibie mengumumkan pada 12 September bahwa Indonesia akan menarik tentaranya dan mengizinkan pasukan penjaga perdamaian internasional yang dipimpin Australia untuk memasuki Timor Timur.[53] Garnisun Indonesia di timur pulau itu adalah Yonif 745, yang sebagian besar ditarik melalui jalur laut, tetapi satu kompi, mengambil kendaraan batalyon dan alat berat, mundur ke barat sepanjang jalan pantai utara, menuju Dili dan perbatasan Indonesia, meninggalkan kematian dan kehancuran saat mereka pergi. Mereka membunuh lusinan penduduk desa yang tidak bersalah dan tidak bersenjata di sepanjang jalan dan, di dekat Dili, membunuh seorang jurnalis dan berusaha membunuh dua lagi.

Pada tanggal 15 September 1999, DK PBB menyatakan keprihatinannya atas situasi yang memburuk di Timor Timur, dan mengeluarkan Resolusi DK PBB 1264 yang menyerukan kekuatan multinasional untuk memulihkan perdamaian dan keamanan di Timor Timur, untuk melindungi dan mendukung misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di sana, dan untuk memfasilitasi operasi bantuan kemanusiaan sampai pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat disetujui dan dikerahkan di daerah tersebut.[54]

HMAS Jervis Bay di Dili pada Oktober 1999.

Pasukan Internasional untuk Timor Timur, atau INTERFET, di bawah komando Mayjen Peter Cosgrove, memasuki Dili pada tanggal 20 September dan pada tanggal 31 Oktober pasukan Indonesia terakhir telah meninggalkan Timor Timur.[55] Kedatangan ribuan tentara internasional di Timor Timur menyebabkan milisi melarikan diri melintasi perbatasan ke Indonesia, dimana serangan lintas batas sporadis oleh milisi terhadap pasukan INTERFET dilakukan

Administrasi Sementara PBB di Timor Timur (UNTAET) didirikan pada akhir Oktober dan mengatur wilayah itu selama dua tahun. Kontrol negara diserahkan kepada Pemerintah Timor Leste dan kemerdekaan dideklarasikan pada 20 Mei 2002.[56] Pada tanggal 27 September di tahun yang sama, Timor Leste bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota ke-191.[57]

Sebagian besar pasukan militer INTERFET berasal dari Australia—lebih dari 5.500 tentara pada puncaknya, termasuk infanteri brigade, dengan dukungan lapis baja dan penerbangan—sementara 22 negara lain akhirnya berkontribusi membentuk kekuatan yang pada puncaknya berjumlah lebih dari 11.000 tentara.[58] Amerika Serikat memberikan dukungan logistik dan diplomatik yang penting selama krisis, kapal penjelajah USS Mobile Bay beroperasi di laut lepas, sementara kapal Australia, Kanada, dan Inggris memasuki Dili. Sebuah batalyon infanteri Marinir AS yang terdiri dari 1.000 orang—ditambah baju besi dan artileri organik—juga ditempatkan di lepas pantai di atas USS Belleau Wood untuk menyediakan cadangan strategis jika terjadi oposisi bersenjata yang signifikan.[59]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Operasi Seroja
  • Provinsi Timor Timur
  • Pendudukan Indonesia di Timor Timur
  • Genosida Timor Timur
  • Pembantaian Santa Cruz
  • Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999
  • Krisis Timor Leste 2006
  • Konflik Papua

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Cross, Lyle. "East Timor: A Case Study in C4I Innovation". US Navy Information Technology Magazine. Department of Navy (US). Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  2. ^ "East Timor and Australia's Security Role: Issues and Scenarios".
  3. ^ "UNMISET: United Nations Mission of Support in East Timor - Facts and Figures". peacekeeping.un.org.
  4. ^ a b c d e "UNTAET Fact Sheet 18: Peacekeeping Force". OCHA. 28 Februari 2002. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  5. ^ Robinson, Geoffrey (2001). "People's war: militias in East Timor and Indonesia" (PDF). South East Asia Research. 9 (3): 271–318. doi:10.5367/000000001101297414. S2CID 29365341.
  6. ^ "Past ISG deployments". New Zealand Police.
  7. ^ Guardian Staff (31 Juli 2005). "The Editor briefing". The Guardian.
  8. ^ a b "53. Indonesia/East Timor (1976-2002)". uca.edu.
  9. ^ "BBC News | Asia-Pacific | Military sanctions against Indonesia". news.bbc.co.uk.
  10. ^ "U.S. Removes Six-Year Embargo Against Indonesia". Associated Press. 25 Maret 2015.
  11. ^ "Britain sells weapons to Indonesia after 13 year hiatus". The Telegraph.
  12. ^ "EU Arms Embargo to Indonesia Lifted Despite Worsening Situation in the Archipelago". Transnational Institute. 17 November 2005.
  13. ^ "BBC News | ASIA-PACIFIC | EU lifts arms embargo on Indonesia". news.bbc.co.uk.
  14. ^ "Timor-Leste dancing to Indonesia's tune despite 20 years of independence - UCA News". ucanews.com.
  15. ^ "Failed Humanitarian Intervention in East Timor". 6 April 2012.
  16. ^ "East Timor mourns death of UN peacekeeping force's top military observer". UN News. 9 September 2002.
  17. ^ "UNSC Authorizes UN Troops for East Timor".
  18. ^ "Former East Timor Pro-Integration Militias Demand Compensation". Tempco.co. 27 September 2017. Diakses tanggal 12 November 2020.
  19. ^ "Facts and figures". United Nations. 31 March 2002. Diakses tanggal 23 January 2023.
  20. ^ "United Nations peacekeeping" (PDF). peacekeeping.un.org. Fatalities by Nationality and Mission up to 3/31/2021 11:59:59 pm. Diakses tanggal July 22, 2025.
  21. ^ "The untold story of the daring NZ SAS mission to rescue UN personnel in West Timor". Stuff. 5 September 2020.
  22. ^ "Japan Self-Defense Forces Participation in UN Peacekeeping: An Idea Whose Time is Past". nippon.com. 5 Desember 2016.
  23. ^ a b "Files reveal East Timor clashes". www.etan.org.
  24. ^ "Documents link NZ forces with Aussie torture probe". NZ Herald.
  25. ^ Alcott, Louisa May; Smith, Michael Geoffrey; Dee, Moreen (2003). Peacekeeping in East Timor: The Path to Independence. ISBN 9781588261427.
  26. ^ "ASIANOW - Peacekeepers capture suspected elite forces in East Timor - September 28, 1999". www.cnn.com.
  27. ^ "Remembering UNHCR colleagues killed in Atambua, West Timor, twenty years on". UNHCR. 10 September 2020. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  28. ^ "UNHCR confirms three staff killed in West Timor attack". UNHCR. 6 September 2000. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  29. ^ "UN commemorates those who died while in service in Timor-Leste at Gleno". UN Timor-Leste. 14 August 2019. Diakses tanggal 10 July 2025.
  30. ^ "Attacks on the Press 1999: East Timor". Committee to Protect Journalists. 22 Maret 2000. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  31. ^ "NZ peacekeepers kill Indonesian soldier". NZ Herald.
  32. ^ "Interfet fires at Indonesian police near frontier post". www.irishtimes.com.
  33. ^ Schwarz (1994), p. 228.
  34. ^ Marker (2003), p. 7.
  35. ^ a b Nevins, p. 82.
  36. ^ a b Friend (2003), p. 433.
  37. ^ John G. Taylor, East Timor: The Price of Freedom (New York: St. Martin's Press, 1999; 1st ed., 1991), p.xv. Cited in Friend (2003), p. 433
  38. ^ "Howard pushed me on E Timor referendum: Habibie". ABC News. 15 November 2008. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  39. ^ Nevins, pp. 86–89.
  40. ^ Nevins, pp. 83–88.
  41. ^ Quoted in Nevins, p. 84.
  42. ^ Both quoted in Nevins, p. 91.
  43. ^ Quoted in Nevins, p. 92.
  44. ^ International Federation for East Timor Observer Project. "IFET-OP Report #7: Campaign Period Ends in Wave of Pro-Integration Terror". 28 Agustus 1999. Diakses pada 26 Mei 2022.
  45. ^ a b Shah, Angilee. "Records of East Timor: 1999" Diarsipkan 2 Januari 2008 di Wayback Machine.. 21 September 2006. Online at the UCLA International Institute. Diakses pada 26 Mei 2022.
  46. ^ Vickers (2003), p. 215
  47. ^ Nevins, pp. 100–104.
  48. ^ "Indonesia/East Timor: Forced Expulsions to West Timor and the Refugee Crisis". Human Rights Watch. Desember 1999. Diakses pada 26 Mei 2022.
  49. ^ Quoted in Nevins, p. 104.
  50. ^ Nevins, p. 107.
  51. ^ "Wiranto – survivor with iron will". BBC News. 13 Februari 2000. Online at bbc.co.uk. Diakses pada 26 Mei 2022.
  52. ^ "The Howard Years: Episode 2: "Whatever It Takes"". Program Transcript. Australian Broadcasting Commission. 24 November 2008. Diarsipkan dari asli tanggal 26 Mei 2022. Diakses tanggal 26 Mei 2022.
  53. ^ Nevins, p. 108.
  54. ^ UN approves Timor force, BBC News, 15 September 1999
  55. ^ Nevins, pp. 108–110.
  56. ^ "New country, East Timor, is born; UN, which aided transition, vows continued help" Diarsipkan 10 Juli 2011 di Wayback Machine.. UN News Centre. 19 Mei 2002. Diakses pada 26 Mei 2022.
  57. ^ "UN General Assembly admits Timor-Leste as 191st member" Diarsipkan 18 Desember 2007 di Wayback Machine.. UN News Centre. 27 September 2002. Diakses pada 26 Mei 2022.
  58. ^ Horner 2001, p. 9.
  59. ^ See Smith 2003, p. 47 and 56 and Martin 2002, p. 113.
Krisis Timor Timur 1999
Peristiwa
  • Referendum Otonomi Khusus Timor Leste
  • Pembantaian Gereja Liquiçá
  • Pembantaian Rumah Manuel Carrascalão
  • Pembantaian Gereja Suai
  • Pembantaian Maliana
  • Pertempuran Aidabasalala
Bendera Timor Leste
Lihat pula
  • Integrasi Timor Timur
  • Milisi pro-Indonesia di Timor Leste
  • INTERFET
  • UNTAET
  • l
  • b
  • s
Bencana alam, kecelakaan, dan kerusuhan di Indonesia tahun 1990–1999
Bencana alam
Banjir & longsor
  • Banjir Jakarta 1996
Gempa bumi
  • Gempa bumi Sulawesi Tengah 1996
  • Gempa bumi Biak 1996
  • Gempa bumi Kerinci 1995
  • Gempa bumi dan tsunami Jawa Timur 1994
  • Gempa bumi Liwa 1994
  • Gempa bumi Flores 1992
  • Gempa bumi Kalabahi 1991
Kecelakaan
Kereta api
  • Ratujaya
Pesawat terbang
  • Garuda 152
  • SilkAir 185
  • Garuda 152
  • Sempati Air 304
  • Garuda 865
  • Merpati 6715
  • Merpati 422
  • Mandala 660
  • Kecelakaan C-130 Angkatan Udara Indonesia 1991
  • Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 5601
  • Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 106
  • Dirgantara 5940
  • Merpati 724
Kerusuhan
  • Mei 1998
  • Konflik sektarian Maluku
  • Penculikan aktivis 1997/1998
  • Krisis Timor Timur 1999
  • Kerusuhan Situbondo
  • Peristiwa Sanggoledo 1996
  • Kerusuhan Banjarmasin
  • Peristiwa Sanggoledo
  • Gerakan mahasiswa Indonesia 1998
  • Pendudukan Gedung DPR/MPR
  • Peristiwa Cimanggis
  • Peristiwa Gejayan
  • Kerusuhan Poso
  • Tragedi Semanggi
  • Tragedi Trisakti
  • Kerusuhan Sambas
  • Tragedi Lampung
  • Tragedi Simpang KKA
Lain-lain
  • Kebakaran mal Klender 1998
  • Krisis finansial Asia 1997
  • Reformasi Indonesia (1998–sekarang)
  • Operasi militer Indonesia di Aceh 1990-1998
  • Insiden Penembakan Timika 1996
  • Krisis sandera Mapenduma
  • Peristiwa 27 Juli
  • Penyerangan Hotel Wisata
  • Pengeboman Masjid Istiqlal 1999
  • Resolusi 1272 Dewan Keamanan PBB
◀ 1980-an 2000-an ▶
  • l
  • b
  • s
Bacharuddin Jusuf Habibie
  • Presiden Indonesia ke-3
  • Wakil Presiden Indonesia ke-7
  • Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia ke-4
Keluarga
Orang tua
Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah) dan Tuti Marini Puspowardojo (ibu)
Suku
Suku Gorontalo (ayah) dan Suku Jawa (ibu)
Pasangan dan saudara
Ainun Habibie (istri) • Fanny Habibie (adik)
Generasi ke-2
Ilham (anak) • Thareq (anak) • Adrie (keponakan) • Rusli (keponakan)
Almameter
Universitas Indonesia Bandung (sekarang ITB) • Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen
Masa Kekuasaan
Reformasi Indonesia (Tragedi Semanggi • Tragedi Lampung • Pemilihan umum legislatif Indonesia 1999) • Kerusuhan Sambas • Konflik sektarian Maluku • Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999 (Krisis Timor Timur 1999)
Setelah kekuasaan
Regio Aviasi Industri • Monumen B.J. Habibie • Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun
← Didahului: Soeharto
Digantikan: Abdurrahman Wahid →
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Krisis_Timor_Timur_1999&oldid=27598164"
Kategori:
  • Konflik dalam tahun 1999
  • Pendudukan Indonesia di Timor Timur
  • Timor Leste dalam tahun 1999
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Templat webarchive tautan wayback
  • Galat CS1: URL pengarsipan
  • Halaman dengan argumen ganda di pemanggilan templat

Best Rank
More Recommended Articles