Kereta api penumpang di Indonesia

Dalam sistem transportasi rel di Indonesia, kereta api penumpang dibagi menjadi tiga kelas perjalanan, yakni kelas eksekutif, kelas bisnis, dan kelas ekonomi. Setiap kelas memiliki perbedaan, di antaranya tarif, jumlah pemberhentian, fasilitas yang ditawarkan, dan lain-lain. Bahkan dalam satu kelas, terdapat generasi sarana yang masing-masing memiliki kekhasan. Sebagai contoh, kelas eksekutif terdapat kelas Argo serta Satwa, sedangkan pada kelas ekonomi dapat berupa Premium, new image, dan generasi baru.
Artikel ini utamanya membahas tentang kereta api penumpang yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan entitas anak usahanya. Operator lain dapat memiliki standar pelayanan minimum kelas perjalanan yang berbeda; dapat lebih tinggi maupun rendah.
Sejarah
Masa prakemerdekaan
Di awal-awal operasi perkeretaapian di Indonesia, kereta api terbagi menjadi tiga kelas, yakni kelas 1 (1e klasse), kelas 2 (2e klasse), dan kelas 3 (3e klasse). Pada H-1 pengoperasian kereta api pertama pada 10 Agustus 1867, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) mengiklankan bahwa perusahaan tersebut sudah membagi kereta api menjadi tiga kelas. Adapun penetapan tarif di awal masa-masa NIS adalah, kelas 1 akan membayar tarif 100%, kelas 2 akan membayar tarif 50%, dan kelas 3 akan membayar 14%. Saat itu, hanya ada empat stasiun yang sudah dioperasikan, yakni Samarang NIS, Alastua, Brumbung, dan Tanggung.[1]
Pada 1880, tepatnya setelah mulai mengoperasikan kereta apinya, Staatsspoorwegen (SS) menetapkan tarif berikut: kelas 1 akan mendapat tarif 100%, kelas 2 60%, dan kelas 3 20%. Namun, penetapan tarif dengan rumus ini masih belum ramah kantong bagi pribumi. Tambahannya, bagasi yang melebihi 30 kg (66 pon) tidak diperkenankan masuk rangkaian kereta api. Padahal, kaum pribumi menginginkan kereta api yang memungkinkan barang dagangan yang lebih dari 30 kg, terkhususnya saat hendak pergi maupun pulang dari pasar. Akhirnya, SS pun mengikuti langkah perusahaan stoomtram swasta yang memungkinkan barang dagangan bisa diangkut menggunakan kereta api, dengan memperkenalkan rangkaian kereta/gerbong kelas 4. Karena dagangan yang banyak diangkut adalah ternak kambing, kereta jenis tersebut dijuluki "kelas kambing".[2]
Perusahaan-perusahaan kereta api di Hindia Belanda umumnya mengoperasikan kereta api dalam dua jenis, yakni kereta api ekspres/senel dan bumel. Kereta api ekspres (exprestrein dan sneltrein) ditujukan bagi masyarakat kelas menengah ke atas yang membutuhkan perjalanan cepat, sedikit pemberhentian, dan menghubungkan kota-kota besar. Adapun lawan dari ekspres/senel adalah kereta api bumel (lokal) yang dapat berhenti di semua stasiun yang dilaluinya, termasuk stasiun kecil (halte) dan perhentian (stopplaats). Keberadaannya ditujukan pada masyarakat kelas bawah yang membutuhkan akses transportasi ke pusat perdagangan.[2]
Karena kondisi udara di Hindia Belanda semakin panas, pada Juni 1938, SS merencanakan akan memesan dua instalasi percontohan untuk penyejuk udara (AC) ke Amerika Serikat. AC tersebut masih berupa es balok yang dikipasi. Hal ini bertujuan agar perjalanan kereta api menjadi nyaman dengan suhu udara yang disesuaikan antara 26–28 °C (79–82 °F).[3] Pada Oktober 1939, fasilitas AC tersebut mulai dirakit di bengkel kereta Staatsspoorwegen di Manggarai (sekarang Balai Yasa Manggarai), yang nantinya dikhususkan untuk kelas 1 dan kelas 2.[4]
Masa pascakemerdekaan
Pasca-pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan, jumlah kereta penumpang pun menyusut karena menjadi korban perang. Semenjak ditetapkan ketentuan baru bahwa umur maksimum penggunaan sarana kereta penumpang adalah 40 tahun, kereta-kereta yang masa pakainya melebihi umur tersebut akan dipensiunkan. Tahun 1952, Djawatan Kereta Api (DKA) mendatangkan kereta CL-85xx (kereta kelas 3 dengan rem vakum) dari J.J. Beijnes, Belanda. Kemudian pada akhir 1953 hingga 1955, DKA mendatangkan 298 unit kereta penumpang baru dari beberapa pabrik, di antaranya Carel Fouche, Société Lorraine, dan Brissonneau et Lotz (Prancis), serta Simmering-Graz-Pauker (Austria); berjenis ABL (kereta kelas 1 dan 2), CL (kereta kelas 3 dengan), CDL (kereta penumpang dan bagasi kelas 3 dengan rem vakum), dan CFL (kereta makan kelas 3 dengan). Hingga tahun 1959, tercatat bahwa Djawatan Kereta Api (DKA) mengoperasikan 2.813 unit kereta, baik di Jawa maupun Sumatra. Semua kereta pada pengadaan dekade 1950-an menggunakan rem vakum.[5]
Pada 1964 hingga 1965, Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) merencanakan akan mengganti lebih banyak lagi kereta-kereta tua. Kali ini, PNKA mendatangkan kereta penumpang baru dari Jepang dan Jerman. Pada pengiriman perdana 1 April 1964, kapal Ohyama Maru dan Kini Maru dari Jepang tiba membawa 40 kereta penumpang dari Jepang produksi Nippon Sharyo. Untuk membeli kereta tersebut, PNKA memperoleh kredit sebesar US$3 juta, yang meliputi pembelian total 65 unit kereta.[6] Kereta buatan Jepang tersebut, merupakan kali pertamanya PNKA mengadopsi sistem rem udara tekan (Westinghouse), dari sebelumnya sistem vakum. Kereta tersebut kemudian dijalankan untuk KA Kilat Jakarta–Bandung pp.[7] Selain membeli kereta dari Jepang, PNKA juga tercatat memesan kereta ke pabrik MAN[8] dan Esslingen di Jerman Barat, serta Simmering-Graz-Pauker di Austria. Kemudian, pada 1965 ke atas, PNKA justru mengubah haluan produksinya ke negara Blok Timur: Hungaria dan Jerman Timur. PNKA memesan sejumlah kereta kelas 3 dari Rába, Győr, Hungaria[butuh rujukan]; kereta kelas 2 dan 3 dari Waggonbau Bautzen; serta kereta tidur untuk kereta api Bima dari Waggonbau Görlitz.[9]
Awal dekade 1970-an, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tidak mengadakan kereta baru. Barulah pada pertengahan 1970-an, Pemerintah Indonesia memperoleh kucuran dana pinjaman dari Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD) sebesar US$48 juta; Jepang sebesar US$16,5 juta; Jerman Barat US$18,5 juta; Prancis US$4,6 juta; serta buyer's credit dari Jerman Barat, Jepang, Amerika Serikat, dan Yugoslavia sebesar US$62,868 juta. Dana tersebut digunakan untuk membeli lokomotif, kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), dan kereta penumpang baru.[10] Dari, Jepang, PJKA memanfaatkan pendanaan Intermediate Program untuk membeli 24 unit KRD dan 20 unit KRL dari Nippon Sharyo untuk meregenerasi KRL Jabotabek.[11] Lalu, pada 1978, PJKA mendatangkan kereta penumpang dari pabrik Goša FOM, Yugoslavia, yang di Jawa akan digunakan untuk operasional kereta api Senja Utama Solo.[12]
Pada 1980-an, PJKA mengungkapkan bahwa terus terjadi lonjakan permintaan masyarakat akan jasa layanan kereta api, yang mengharuskan pengadaan sarana perkeretaapian baru. Selain melalui proses impor, Pemerintah telah mendirikan PT INKA untuk mengejar kebutuhan sarana dalam negeri. Dengan didukung kredit ekspor, PJKA merencanakan pembelian lokomotif, kereta penumpang (termasuk KRD dan KRL), dan gerbong baru.[13] Pada dekade ini, PJKA kembali memercayai produksi kereta baru kepada Nippon Sharyo. Dari perusahaan tersebut, PJKA membeli KRD,[14] kereta kelas 2 dan 3,[15][16] serta KRL. Pada tahun 1984, PJKA memercayakan produksi kereta kelas 1 kepada Întreprinderea de Vagoane Arad, Rumania, dan menjadi kereta penumpang ditarik lokomotif terakhir yang diimpor.[17] Setelah tahun tersebut, PJKA hingga Kereta Api Indonesia (KAI) telah sepenuhnya memercayakan produksi kereta yang ditarik lokomotif kepada INKA maupun Balai Yasa Manggarai.[18] Sementara itu, untuk KRL dan KRD setidaknya masih diimpor hingga tahun 1987.[14]
Pada 1989 hingga 1990, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) meresmikan kereta kelas eksekutif (saat itu merupakan kelas di atas kelas I eksisting), dengan supervisi dari Garuda Indonesia. Anwar Suprijadi, yang saat itu menjadi Direktur Operasional PJKA, menargetkan pendapatan sebesar Rp6 miliar dari penjualan tiket kelas eksekutif.[19]
Pada 11 Maret 1992, Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) mengubah format kelas kereta api, menjadi Eksekutif-A , Eksekutif-B, Bisnis, dan Ekonomi[20] yang kelak disederhanakan menjadi Eksekutif, Bisnis, dan Ekonomi saja. Penyebutan kelas ini terus bertahan hingga sekarang.
Abad ke-21
Perubahan yang cukup radikal pada sistem pelayanan kereta api penumpang Indonesia terjadi pada masa Ignasius Jonan menjabat sebagai Direktur Utama KAI. Di tangannya, calo tiket kereta api diberantas dengan transformasi ke sistem daring dan digital. Selain itu, kegiatan merokok di kereta api dilarang penuh dan semua kereta dipasangi pendingin udara (AC).[21] Di awal masa-masa jabatannya, Jonan juga merencanakan penghapusan kelas bisnis, karena pelayanannya dianggap serba tanggung (debu yang sering mengotori interior, kipas angin yang tidak maksimal). Dengan demikian ia memilih untuk meningkatkan kelas ekonomi dengan fasilitas AC seperti halnya kelas eksekutif.[22] Pada tahun 2014, wacana penghapusan kelas bisnis kembali mencuat, karena KAI merencanakan akan meremajakan armadanya. Kereta-kereta yang merupakan kelas bisnis akhirnya dialihkan menjadi eksekutif atau ekonomi komersial.[23]
Pembagian kelas dan fitur
Kelas eksekutif
Kelas eksekutif (K1, T1, M1, KM1, MP1) adalah kelas yang tertinggi, dilengkapi penyejuk udara dan sarana hiburan selama dalam perjalanan berupa tayangan audio/video yang mengudara di atas KA eksekutif mulai tahun 2000. Selain sarana hiburan, penumpang juga dapat memesan makanan dan minuman sesuai dengan menu pilihan yang disediakan dan bisa dinikmati baik di tempat duduk masing-masing maupun di kereta makan yang didesain sebagai mini bar. Per 2023, kelas eksekutif terbagi menjadi tiga, yaitu kelas kompartemen (tertutup),[24] luxury (setengah terbuka),[25] dan kereta duduk biasa.
Keluarga jenama Argo, merupakan kelas eksekutif tertinggi dengan kapasitas 50 orang per kereta. Kata Argo sendiri diambil dari bahasa Jawa Kuno yang artinya "gunung". Oleh karena itulah, penamaan kereta argo sebagian besar menggunakan nama gunung yang dekat dengan kota tujuan atau kota yang dilalui kereta tersebut.[26] Pengecualian terdapat pada kereta api Argo Dwipangga, karena tidak menggunakan nama gunung. Kereta api Argo Dwipangga berasal dari gajah tunggangan milik Sultan Agung dalam legenda Sungai Gajahwong yang didatangkan dari Kerajaan Siam (Thailand) bernama Kyai "Dwipangga". Awalnya kereta api itu bukan KA Argo, melainkan KA Spesial, hanya dengan nama KA Dwipangga.[27]
Sementara itu, "Eksekutif Satwa" merujuk kereta kelas eksekutif yang pelayanannya berada di bawah kelas argo, dan nama-namanya berasal dari hewan atau tokoh-tokoh mitologi maupun sejarah. KA Satwa yang menggunakan rangkaian produksi INKA masih memiliki fasilitas lengkap, tetapi terkadang ada fasilitas yang tidak wajib ada, misalnya mini bar atau audio/video. Hal yang sama juga terjadi di KA kelas campuran, yang fasilitas tambahannya tidak selalu ada.[28]
Fasilitas yang umum ada dalam kereta api eksekutif di antaranya pintu geser otomatis[29] (sebagian besar dimanualkan pada generasi lama), pijakan kaki,[30] sandaran tungkai,[31] lampu baca, tirai samping atau tarik, stopkontak, kursi beludru atau kulit, reclining seat, audio/video on demand (pada kelas luxury dan compartment suite), meja lipat, Wi-Fi, dan audio jack 3,5 mm (untuk kereta produksi 2018 ke atas).
Kelas bisnis
Kelas bisnis (K2, KM2, MP2, KMP2) berada di bawah kelas eksekutif. Seluruh kereta kelas bisnis di Indonesia telah dilengkapi dengan penyejuk udara (AC).[32] Jumlah kursi dalam kelas ini lebih banyak dibandingkan kereta api eksekutif, yaitu sebanyak 64 penumpang, tetapi masih lebih sedikit dibandingkan kereta ekonomi yang kapasitasnya sebanyak 72 hingga 106 penumpang. Kursi tersebut memiliki formasi 2-2 dan dapat dibolak-balik (rotary seat).[33] Pada umumnya, harga tiket yang ditawarkan oleh KAI hampir setara dengan kereta api ekonomi plus dan ekonomi premium, bahkan ada di antara kedua kelas tersebut lebih mahal.
Pada tahun 2009, muncul wacana penghapusan kelas bisnis di era kepemimpinan dirut KAI saat itu, Ignasius Jonan, dengan tujuan untuk "menyederhanakan" layanan yang ada. Hal ini karena pelayanannya, menurutnya, dianggap serba tanggung (debu yang sering mengotori interior, kipas angin yang tidak maksimal). Ia memilih untuk meningkatkan kelas ekonomi dengan fasilitas AC seperti halnya kelas eksekutif.[22] Pada tahun 2014, KAI berencana meremajakan armadanya sehingga kelas bisnis semakin tersisihkan.[23] Strategi yang dilakukan KAI untuk menghapus kereta kelas bisnis antara lain:
- Memodifikasi kereta bisnis menjadi kereta jenis lain.[butuh rujukan]
- Meremajakan kereta-kereta penumpang eksisting (misalnya Sancaka yang menggunakan kereta ekonomi new image 2016[34])
- Menghilangkan kelas bisnis pada kereta api eksisting.[butuh rujukan]
Mulai 15 Juli 2025, PT KAI secara resmi menghapus layanan kereta bisnis dari seluruh layanan kereta api reguler di Pulau Jawa. Layanan kereta bisnis pada kereta api reguler menyisakan dua layanan yang ada di Pulau Sumatra yaitu Kereta api Sribilah dan Kereta api Sindang Marga.
Kelas ekonomi
Kelas ekonomi (K3, MP3, KMP3, KP3) adalah kelas kereta penumpang di bawah kelas bisnis. Sama halnya dengan kereta kelas bisnis dan kelas eksekutif, kini semua kereta kelas ekonomi telah dilengkapi dengan penyejuk udara.[32] Kereta ekonomi yang ada di Indonesia dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan konfigurasi tempat duduknya. Kelas ekonomi pada pengoperasiannya banyak yang memanfaatkan subsidi berdasarkan kesepakatan public service obligation (PSO) dalam jangka waktu setiap tahun.[35]
Kelas ekonomi pernah memiliki AC pada tahun 1950-an,[36] tetapi akhirnya kereta-kereta ini dikonversi menjadi kereta tamasya pada Juli 1962.[37] Setelah itu, tidak ada lagi kereta ekonomi yang dilengkapi dengan AC hingga tahun 2010.
Satu kereta penumpang ekonomi berkapasitas 64 hingga 80 orang dengan formasi tempat duduk 2-2 maupun 106 orang dengan formasi tempat duduk 3-2.[38] Terdapat juga kereta kelas ekonomi eks-KRD MCW 301 dan MCW 302. Kereta eks-KRD ada yang tidak ber-AC, tetapi kini kereta eks-KRD telah dipensiunkan.[39] Unit AC yang digunakan pada kereta ekonomi biasa adalah 6 unit AC split (seperti di gedung atau rumah),[32] dan pada kereta ekonomi buatan INKA mulai produksi tahun 2010 sudah menggunakan AC sentral seperti di kereta eksekutif.[40]
Kereta ini menjadi idaman para penumpang pada saat hari raya ataupun hari libur, walaupun dalam setiap perjalanan, kereta ini harus berhenti untuk "mengalah" (bersilang ataupun disusul) dengan kereta api kelas atasnya. Harga tiket kereta api kelas ekonomi pun cukup terjangkau, karena sebagian dari kereta tersebut mendapat kontrak subsidi.[41] Dalam setiap rangkaian kereta ekonomi jarak jauh, terdapat 1 kereta ekonomi, restorasi, dan pembangkit (KMP) atau kereta restorasi dan pembangkit (MP). Tak jarang menggunakan kereta restorasi (M1) dan pembangkit (P) secara terpisah.
Setelah meluncurkan kereta api ekonomi AC, KAI tampaknya lebih sering mengadakan kereta ekonomi komersial, sementara kereta-kereta dengan subsidi PSO umumnya menggunakan kereta yang lebih tua, meski tak semua kereta api dengan rangkaian tua mendapat subsidi (contoh, Pasundan dan Matarmaja). Pengadaan kereta tersebut di antaranya:
- 2016: Kereta ekonomi new image[34]
- 2017: Kelas ekonomi premium. Perbaikan dari kelas ekonomi new image dengan jarak antarkursi yang sedikit renggang.[42]
- 2018: Kelas ekonomi premium baja nirkarat[43]
- 2024: Kelas ekonomi generasi baru dan kelas ekonomi baja nirkarat generasi baru[44]
Tahun produksi kereta
Kereta penumpang yang dibahas di sini adalah kereta pascakemerdekaan.
Kereta penumpang
Tahun pembuatan | Kelas | Seri | Produsen | Keterangan | Gambar |
---|---|---|---|---|---|
Dekade 1950-an (sistem rem vakum) | |||||
1952 | 3 | CL-85xx | J.J. Beijnes[45] | Kereta pasar | ![]() |
1953–1955 | 3 | CL-92xx trailer car | J.J. Beijnes[45] | Kereta penumpang dengan toilet tengah | ![]() |
1954 | Kereta kelas 3 dengan ruang bagasi | CDL-90xx | Simmering-Graz-Pauker[45] | ![]() | |
1954 | Kereta makan kelas 3 | CFL-90xx | |||
1954 | Bagasi | DL-9xxx 110 V dan 240 V | ![]() | ||
1955 | Kereta makan kelas Utama dengan AC | FL/AC-90xx | |||
1954–1955 | 3 | CL-91xx power car | Kereta penumpang dengan toilet tengah | ![]() | |
1954–1955 | 3 AC | CL/AC-90xx | Société Franco-Belge[36] | Sebagian diubah menjadi kereta tamasya TAL-9xxx, diresmikan Juli 1962[37] | |
1 dan 2 | ABL-9xxx | Carel Fouche, Société Lorraine, Brissonneau et Lotz[36] | |||
1958 | 3 | CR-7xx | Nippon Sharyo[45] | Pengadaan untuk Eksploitasi Sumatra Barat | ![]() |
Kereta kelas 3 dengan ruang bagasi | CDR-7xx | ![]() | |||
3 | CL-96xx, 97xx | Simmering-Graz-Pauker[45] | Kereta dengan toilet tengah. Pengadaan untuk Eksploitasi Sumatra Selatan | ||
1 dan 2 | ABL-96xx | J.J. Beijnes[45] | Pengadaan untuk Eksploitasi Sumatra Selatan | ||
Kereta makan kelas Utama | FL-97xx | ||||
Dekade 1960-an (sistem rem udara tekan Westinghouse, kecuali CR Aceh) | |||||
1961 | 3 | CR-3xx | Nippon Sharyo | Pengadaan untuk Inspeksi Aceh | ![]() |
1964–1965 | 3 | CW-90xx | Simmering-Graz-Pauker, MAN, Maschinenfabrik Esslingen | ![]() | |
2 | BW-90xx | ||||
Kereta makan kelas Utama | FW-90xx | ||||
Kereta makan kelas 3 | CFW-90xx | ||||
1964 | Bagasi | DW-90xx | Nippon Sharyo, Kinki Sharyo, Kawasaki Heavy Industries | ||
1964–1965 | 3 | CW-9101–9144, 9160–9165 | CW Jepang dengan bogie NT-11 (K5) | ![]() | |
1964–1966 | CW-9145–9159, 9166–9220 | CW Jepang dengan bogie NT-509 (K4) | |||
1965–1966 | 3 | CW-93xx–94xx | Rába | ![]() | |
1966–1967 | 3 | CW-9231–9287 | Waggonbau Bautzen | ![]() | |
Kereta makan kelas 3 | CFW-9021–9045 | ![]() | |||
2 | BW/AC-90xx | Dikonversi menjadi AW/AC | ![]() | ||
1967 | 1 | SAGW-9xxx | Waggonbau Görlitz | Untuk kereta api Bima | |
2 | SBGW-9xxx | ||||
Kereta makan kelas Utama dengan AC | FW/AC-9xxx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | DPW-9xxx | ![]() | |||
1968 | Kereta bagasi | DW-93xx | Rába | ![]() | |
Kereta makan kelas Utama dengan AC | FW/AC-93xx | ||||
Dekade 1970-an | |||||
1978 | 3 | CW-9419–9450 | Goša FOM | ![]() | |
2 | BW-9051–9085 | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | DPW-92xx | ||||
Kereta makan kelas 3 | CFW-9046–9053 | ||||
2 | BW-91xx | Nippon Sharyo, Kinki Sharyo | |||
Dekade 1980-an (mulai 1986 berlaku Instruksi Kaperjanka 1/1986) | |||||
1980[15] | 3 | CW-9451–9465, 9468–9477 | Nippon Sharyo, Kinki Sharyo, Fuji Heavy Industries, Tokyu Car Corporation | ||
2 | BW-9086–9098 | ||||
Kereta makan kelas 3 | CFW-9466–9467 | ||||
1981–1982 | 3 | CW-98xx | Dinaikkan menjadi kelas 2 | ||
1982 | 2 | BW-9135–9149 | ![]() | ||
Kereta makan kelas 3 | CFW-9056–9070 | ![]() | |||
1982 | 3 | CW-9x01 | PT INKA | Purwarupa Si Belo Kuda Troya | |
1984[17] | 1 | AW-9016–9050 | Întreprinderea de Vagoane Arad | Pengganti SAGW Bima | ![]() |
Kereta makan kelas Utama dengan AC | FW-9015–9017 | ||||
Kereta pembangkit | DPPW-9xxx | ![]() | |||
1985 | 3 | CW-9885–9960 | PT INKA | ![]() | |
2 | BW-915x | ||||
Kereta makan kelas 3 | CFW-9071–9080 | ||||
1986 | 2 | K2-865xx | |||
1986 | Inspeksi | I-67501 | Balai Yasa Manggarai | Kawis Nusantara | |
1987 | Spesial | S-67501–67502 | Kawis Bali dan Toraja | ![]() | |
Dekade 1990-an | |||||
1990[46] | Kawis | W-865xx | — | Kawis Sultan Ekspres
Modifikasi CW angkatan 1986 |
|
1991 | Eksekutif | K1-645xxR | PT INKA | Retrofit dari CW-91xx | ![]() |
Bisnis | K2-915xxR | Retrofit dari ABL-9xxx | |||
1992 | Ekonomi | K3-555xxR | Retrofit dari ABL-9xxx | ||
1993 | K3-935xxR | Retrofit dari CL-90xx | ![]() | ||
Eksekutif | K1-935xx | Retrofit dari SAGW dan SBGW Bima | |||
Couchette | KC-64501–64503 | Balai Yasa Manggarai | Retrofit dari CW-91xx. Untuk kereta api Senja Utama Solo[47] | ![]() | |
1994 | Eksekutif | K1-67501R dan 67502R | PT INKA | Retrofit dari SAGW dan SBGW Bima | |
K1-67503R dan 67504R | Retrofit dari AW-9xxx | ||||
1994 | — | — | Balai Yasa Manggarai | Purwarupa double-decker | |
1994–1995 | Ekonomi | K3-945xx–955xx | PT INKA | ![]() | |
1995 | Eksekutif | K1-958xx | Seri kereta dengan bogie NT-60
Untuk kereta api Argo Gede dan Argo Bromo |
![]() | |
Kereta makan eksekutif | KM1-958xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-958xx | ||||
1996 | Bisnis | K2-968xx | |||
Eksekutif | K1-968xxR | Retrofit dari ABL-9xxx atau K3-555xxR | |||
Kereta makan eksekutif | M1-968xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-968xx | ||||
1996–1998 | Ekonomi | K3-968xx, 978xx, dan 988xx | ![]() | ||
1997 | Super Eksekutif | KZ-979xx | Untuk kereta api Argo Bromo Anggrek
Bogie CL243 bolsterless |
||
Eksekutif | K1-979xx | ![]() | |||
Kereta makan eksekutif | M1-979xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-979xx | ||||
1998 | Eksekutif | K1-988xx | PT INKA | ![]() | |
Kereta makan eksekutif | M1-988xx | ![]() | |||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-988xx | ||||
1999 | Eksekutif | K1-995xx | |||
Kereta makan kelas eksekutif dan pembangkit | MP1-995xx | ||||
Dekade 2000-an | |||||
2000 | Kereta wisata | GGWK-641xxx | Depo Kereta Solo Balapan | Untuk kereta wisata Punakawan | ![]() |
2000 | Eksekutif | K1-648xxR, 658xxR | PT INKA | Modifikasi kereta angkatan 1964–1965 | |
2000–2005 | Ekonomi | K3-20005xx, 015xx, 025xx, 035xx, 045xx, 055xx | |||
2001 | Eksekutif | K1-20019xx | Untuk kereta api Argo Bromo Anggrek | ||
Kereta makan eksekutif | M1-20019xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-20019xx | ||||
2001–2002 | Eksekutif | K1-015xx, 025xx | ![]() | ||
Kereta makan eksekutif | M1-015xx, 025xx | ![]() | |||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-015xx, 025xx | ||||
2003 | Kereta makan kelas eksekutif dan pembangkit | MP1-03801 | |||
2006–2007 | Ekonomi | K3-065xx, 075xx | ![]() | ||
Kereta makan dan pembangkit ekonomi | KMP3-065xx, 075xx | ![]() | |||
2007–2008 | Kereta bagasi, bagasi dan pembangkit | B-075xx, 085xx, 095xx, BP-075xx | ![]() | ||
2008 | Eksekutif | K1-085xx | |||
K1-645xxR, 665xxR, 675xxR, 805xxR, 865xxR | Retrofit dari berbagai kereta keluaran lama | ||||
Kereta makan eksekutif | M1-085xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-085xx | ||||
2008–2009 | Ekonomi | K3-085xx, 095xx | Disebut juga "K3 NutriSari". Pengadaan Jawa dan Sumatra Barat menggunakan pola pengecatan berbeda. Kereta pengadaan 2009 menggunakan sasis pendek | ![]() | |
Kereta makan dan pembangkit ekonomi | KMP3-085xx | ![]() | |||
2009 | Eksekutif | K1-64514R, 66506R, 82502R, 86516R | Keluarga kaca panjang. Retrofit dari berbagai kereta keluaran lama | ||
K1-095xx | Kaca pesawat | ![]() | |||
Kereta makan eksekutif | M1-095xx | ||||
Kereta bagasi dan pembangkit | BP-09501–09502 | ||||
BP-09503–09504 | Bagasi hijau | ||||
Inspeksi | I-09502 | KAIS Mahakam (SI 0 09 01). Milik DJKA | |||
Inspeksi | I-09503 | KAIS Kapuas (SI 0 09 02). Milik DJKA | |||
Dekade 2010-an (berlaku format KM 45/2010) | |||||
2010 | Kereta wisata | GW-152xxx | Depo Kereta Semarang Poncol | Awalnya digunakan untuk KLB Napak Tilas Semarang-Tanggung, kemudian dipakai untuk kereta wisata Ambarawa. | ![]() |
2010–2014 | Ekonomi | K3 0 10 xx, 0 11 xx, 0 12 xx, 0 14 xx | PT INKA | Perdana ekonomi AC sentral sejak 1962. Tersedia versi difabel untuk kereta ini. Pengadaan masih ditangani DJKA hingga 2012, setelah 2012 dipesan oleh KAI sendiri. | |
Kereta makan pembangkit ekonomi | MP3 0 10 xx, 0 12 xx, 0 14 xx | ![]() | |||
2010–2011 | Eksekutif | K1 0 10 xx | Keluarga kaca pesawat | ||
Kereta inspeksi | SI 0 11 01–02 | Kereta inspeksi Barito dan Kahayan. Milik DJKA | ![]() | ||
Kereta makan inspeksi | MP3 0 10 03 | Kereta makan Martapura. Milik DJKA | ![]() | ||
2013 | Kawis | K1 0 13 01 dan 02 | Balai Yasa Manggarai | Kawis Sumatera dan Jawa. Modifikasi dari K2 1982 | |
2014 | K1 0 14 01 dan 04 | Kawis Priority. Modifikasi dari K2 1982 | |||
K1 0 14 03 dan 05 | Kawis Imperial. Modifikasi dari K2 1982 | ![]() | |||
Kereta bagasi | B 0 14 xx | PT INKA | ![]() | ||
2015 | Kawis | K1 0 15 06 | Balai Yasa Manggarai | Kawis Imperial. Modifikasi dari K2 1982 | |
K1 0 15 07–08 | Kawis Priority. Modifikasi dari K2 1978, 1981, dan 1982 | ||||
2016 | K1 0 78 08, 0 81 09 | ||||
K1 0 82 23 | |||||
2016–2017 | Ekonomi dan premium | K3 0 16 xx, 0 17 xx | PT INKA | Perdana dengan bogie TB 1014
Kelas premium dimulai tahun 2017 |
![]() |
Kereta makan dan pembangkit ekonomi dan premium | MP3 0 16 xx, 0 17 xx | ![]() | |||
Eksekutif | K1 0 16 xx | ![]() | |||
Kereta makan eksekutif | M1 0 16 xx | ||||
Kereta pembangkit | P 0 16 xx | ![]() | |||
Inspeksi | SI 0 16 01 | KAIS Mentaya. Milik DJKA | |||
2018–2019 | Ekonomi dan premium | K3 0 18 xx, 0 19 xx | Bodi baja nirkarat | ![]() | |
Eksekutif | K1 0 18 xx, 0 19 xx | ![]() | |||
Luxury | ![]() | ||||
Kereta makan eksekutif | M1 0 18 xx, M1 0 19 xx | ![]() | |||
Kereta pembangkit | P 0 18 xx, P 0 19 xx | ![]() | |||
Kawis | K1 0 82 24 | Balai Yasa Manggarai | Kawis Retro | ||
Dekade 2020-an | |||||
2020 | Kawis | K1 0 95 04 | Balai Yasa Manggarai | Kawis Priority | ![]() |
2022 | Kawis | K1 0 91 01–03 | |||
Eksekutif | K1 0 22 01 | PT INKA | Purwarupa kereta panoramic dan compartment | ||
Panoramic | K1 0 99 16, 0 01 03, 06, 08, 09, 11 | Balai Yasa Manggarai | Kereta panoramic | ![]() | |
2023–2025 | Suite class | T1 0 08 xx, 0 09 xx | Balai Yasa Manggarai | Kereta compartment suite | ![]() |
2023–sekarang | Ekonomi | K3 0 23 xx, 0 24 xx, 0 25 xx | PT INKA dan CRRC | Kereta baja nirkarat generasi baru
(new generation stainless steel) |
![]() |
Eksekutif | K1 0 23 xx, 0 24 xx, 0 25 xx | ![]() | |||
Luxury | ![]() | ||||
Kereta makan eksekutif | M1 0 23 xx, 0 24 xx, 0 25 xx | ![]() | |||
Kereta pembangkit | P 0 23 xx, 0 24 xx, 0 25 xx | ![]() | |||
2025–sekarang | Eksekutif | K1 0 02 17, 0 09 05 | Balai Yasa Manggarai | Kereta Eksekutif New Generation Modifikasi
Retrofit dari berbagai kereta keluaran lama |
![]() |
Kereta makan eksekutif | M1 0 82 10–11, 0 86 03–04 | Balai Yasa Tegal | ![]() |
KRD
Tahun | Seri | Kelas | Produsen | Penggerak utama | Sistem transmisi | Gambar |
---|---|---|---|---|---|---|
1963[48] | 300 | 1, 2, dan 3 | Ferrostaal, Glässing & Schollwer | General Motors 8V71 | Voith Diwabus U+S | ![]() |
1976[48] | 301 | 3 | Nippon Sharyo, Hitachi, Kawasaki Heavy Industries | Shinko DMH-17H | Shinko TCR 2.5 | ![]() |
1978–1987[48] | 302 | 2 dan 3 | Shinko DMH-17H
Cummins NT855-R5 |
Shinko TCR 2.5
Voith T211r |
![]() | |
2006–2007[48] | KRDE eks-Holec | Bisnis dan ekonomi | PT INKA | Cummins | ![]() | |
2007[48] | KRDE eks-ABB-Hyundai | Ekonomi | Cummins | |||
2008–2014[48] | KRDI | Ekonomi | Cummins N14R | Voith Turbo T211re4 | ![]() | |
2009[49] | Bus rel | Ekonomi | Cummins QSM 11 | ![]() | ||
2010–2011 | Bus rel | Ekonomi | Cummins QSK 45 | ![]() | ||
2018 | ME204 | Eksekutif | ![]() |
Kereta rel listrik
Daftar layanan
Referensi
- ^ "Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij (advertentie)". Javasche Courant. 9 Agustus 1867.
- ^ a b Raap 2017, hlm. xvi-xvii.
- ^ "Air-conditioning bij de S.S." de Sumatra Post. 17 Juni 1938.
- ^ "Koele atmosfeer bij de Staatsspoorwegen". de Indische Courant. 31 Oktober 1939.
- ^ Tim Telaga Bakti Nusantara & Asosiasi Perkeretaapian Indonesia 1997, hlm. 190-192.
- ^ "Almanak Ekonomi Kita". Madjalah Perusahaan Negara. IV (40): 30.
- ^ Tim Telaga Bakti Nusantara & Asosiasi Perkeretaapian Indonesia 1997, hlm. 413.
- ^ MAN AG. "4-Achsiger Personenwagen 3. Klasse für 1067 mm Spurweite, gebaut für die Indonesian State Railways". Waggonbau MAN (PDF). hlm. 39. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ "Coaches for Indonesia". The Railway Gazette. 122 (1–12). 1966.
- ^ "Pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan kereta api". Jawa Pos. 13 Juni 1978.
- ^ "Pemerintah berusaha meningkatkan pelayanan kereta api". Jawa Pos. 13 Juni 1978.
- ^ "Senja Utama". Angkatan Bersenjata. 16 Oktober 1978.
- ^ "Belum Mampu Imbangi Kebutuhan Masyarakat". Berita Yudha. 15 Oktober 1981.
- ^ a b Japan Rolling Stock Exporter's Association 1990, hlm. 1.
- ^ a b "Penumpang KA Sekitar Lebaran Diperkirakan Meningkat". Suara Karya. 23 Juli 1980.
- ^ "Kereta Penumpang Baru: Menunjang Angkutan Lebaran". PJKA. 1982.
- ^ a b "Kedatangan 26 buah gerbong". Berita Buana. 19 Januari 1984.
- ^ "Balai Yasa Manggarai Persiapkan Kereta JB-250". Berita Yudha. 20 Februari 1995.
- ^ "Rp6 Miliar, Target PJKA dari KA Eksekutif". Harian Neraca. 12 Juni 1990.
- ^ Perumka (11 Maret 1992). "Jadwal Perjalanan dan Tarif Kereta Api Mulai 11 Maret 1992". Bernas.
- ^ Ignasius Jonan Mereformasi PT KAI. diakses dari situs katadata pada 3 November 2014
- ^ a b antaranews.com (2009-07-14). "PT KA Akan Hapus Kelas Bisnis". Antara News. Diakses tanggal 2025-05-27.
- ^ a b Budiawati, Finalia Kodrati, Arie Dwi (2014-10-18). "KAI Hapus Kereta Kelas Bisnis". www.viva.co.id. Diakses tanggal 2025-05-27. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
- ^ Laksono, M.Y. (2023-10-11). "KAI Resmi Luncurkan Kereta Suite Class Compartment, Nih Profilnya". Kompas.com. Diakses tanggal 2024-10-09.
- ^ "PT KAI Luncurkan Kereta Sleeper Luxury 2, Harga Tiket Promonya Rp 750 Ribu". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2023-05-15.
- ^ Akung (2017-12-30). "Menarik!, Sejarah penamaan Kereta Api di Indonesia". ANTARA News. Diakses tanggal 2022-07-16.
- ^ Setianingrum, Puspitasari (2022-12-04). "8 Nama Kereta Api di Indonesia yang Terinspirasi dari Hewan Mitologi Halaman all". Kompas.com. Jakarta: KG Media. Diakses tanggal 2023-07-06.
- ^ Tama (2023-01-06). "Kostum Kereta Eksekutif Dari Masa Ke Masa, Mana Livery Favoritmu?". iNews. Diakses tanggal 2025-05-27.
- ^ "Fasilitas KA Argo Dwipangga New Generation, Pintu Otomatis Hingga Toilet Khusus Pria dan Wanita". Kompas.tv. Diakses tanggal 2025-05-27.
- ^ Bramasta, D.B.; Nugroho, R.S. (2022-10-16). "Ramai soal Keluhan Fasilitas Kereta Kelas Argo, "Foot Rest" Tampak Rusak dan Kursi Bunyi "Kriyet-kriyet"". Kompas.com. Diakses tanggal 2025-05-27.
- ^ Damaan, Nabila. "5 Kereta Api Mewah di Indonesia, Ini Harga Tiket dan Rutenya". POPBELA.com. Diakses tanggal 2025-05-27.
- ^ a b c "KAI Pasang AC Rumahan di Kereta Ekonomi dan Bisnis Karena Murah". detikfinance. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Widyanti, N.N.W. (2022-09-09). "Perbedaan Kelas Eksekutif dan Bisnis di Kereta Api". Kompas.com. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ a b Wahyudiyanta, Imam. "Dua Kereta di Daops 8 Surabaya Berganti Kelas". detiknews. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ antaranews.com (2022-12-31). "KAI teken kontrak PSO-Subsidi KA Perintis 2023 senilai Rp2,67 triliun". Antara News. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ a b c Tim Telaga Bakti Nusantara & Asosiasi Perkeretaapian Indonesia 1997, hlm. 388.
- ^ a b Tim Telaga Bakti Nusantara & Asosiasi Perkeretaapian Indonesia 1997, hlm. 412.
- ^ Wibawana, Widhia Arum. "Mengenal Jenis-jenis Kelas pada Kereta Api dan Perbedaannya". detiknews. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Husaeni, Usep (2017-09-03). "Asyiknya Berwisata Dengan Kereta Api 'Jadul'". Jabarpress.com. Diakses tanggal 2025-04-28.
- ^ "Bogowonto, Kereta Api yang "Manusiawi"". Kompas.com. 2010-09-04. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Shaid, N.J. (2025-03-28). "Daftar 10 Kereta Ekonomi Terlaris pada Angkutan Lebaran 2025". Kompas.com. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Indrawan, Aditya Fajar. "Baru Mulai Dijual, Tiket KA Ekonomi Premium H-2 Lebaran Habis". detiknews. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Bintang, Amri (2018-01-19). "Berbodi Stainless! Rangkaian Ekonomi Premium Produksi 2018 Diuji Coba". KAORI Nusantara. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ Chaniago, S.W.P.; Sukmana, Y. (2024-10-17). "Perbedaan Kereta Ekonomi New Generation dan Ekonomi Stainless Steel New Generation". Kompas.com. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ a b c d e f Tim Telaga Bakti Nusantara & Asosiasi Perkeretaapian Indonesia 1997, hlm. 193 dan 387.
- ^ "PJKA Sumsel, Siap Sambut VIY 1991". Harian Neraca. 27 November 1990.
- ^ "Perumka "Sapu Bersih" Penumpang Arus Balik Lebaran". Berita Yudha. hlm. 10.
- ^ a b c d e f Hartono A.S. 2012, hlm. 196.
- ^ "Railbus Pertama di Indonesia Diresmikan". Kompas.com. 2009-02-19. Diakses tanggal 2025-05-28.
- ^ "Merugi, Railbus Solo-Wonogiri yang Diinisiasi Jokowi Dihentikan". VIVA.co.id. Diakses tanggal 2016-07-17.
- ^ Liputan6.com (2016-11-01). "Masyarakat Padang Kini Dapat Nikmati KA Perintis Railbus". liputan6.com. Diakses tanggal 2025-05-28. Pemeliharaan CS1: Nama numerik: authors list (link)
Daftar pustaka
- Hartono A.S. (2012). Lokomotif & Kereta Rel Diesel di Indonesia. Depok: Ilalang Sakti Komunikasi. ISBN 9789791841702.
- Japan Rolling Stock Exporter's Association (1990). "Diesel car for Indonesian State Railways". Japanese Railway Information. 46.
- Raap, O.J. (2017). Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9786024243692. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Tim Telaga Bakti Nusantara; Asosiasi Perkeretaapian Indonesia (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia. Vol. 2. Bandung: Angkasa. ISBN 9796651688. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)