More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Kesultanan Jambi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Jambi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kesultanan Jambi

  • العربية
  • Català
  • Deutsch
  • English
  • Italiano
  • Bahasa Melayu
  • தமிழ்
  • Українська
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kesultanan Jambi

كسلطانن جمبي
Kesultanan Jambi
1460 (sebagai Kerajaan Melayu Jambi)
1615 (sebagai Kesultanan Jambi)–1904
Bendera Kesultanan Jambi
Kiri: Bendera Sultan dan bendera perang Jambi[1][2]
Kanan: Bendera Bangsawan Komersial Jambi (Bendera Raja Sehari)[1][3]
Peta Kerajaan Melayu Jambi, meliputi kawasan sebagian wilayah Riau dan semenanjung Palembang utara.
Peta Kerajaan Melayu Jambi, meliputi kawasan sebagian wilayah Riau dan semenanjung Palembang utara.
Ibu kotaTanah Pilih (sekarang Kota Jambi)
Bahasa yang umum digunakanMelayu Jambi
Agama
Islam
PemerintahanMonarki Kesultanan
Sultan 
• 1615–1643
Sultan Abdul Kahar
• 1900–1904
Sultan Thaha Saifuddin
Sejarah 
• Didirikan
1460 (sebagai Kerajaan Melayu Jambi)
1615 (sebagai Kesultanan Jambi)
• dibubarkan Belanda
1904
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Melaka
kslKesultanan
Demak
Hindia Belanda
Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Prasejarah
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Kalingga 424–782
Tarumanagara 450–900
Kerajaan Melayu 671–1347
Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Bima 709–1621
Mataram Kuno 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1046
Kerajaan Janggala 1042–1135
Kerajaan Kadiri 1042–1222
Kerajaan Singasari 1222–1292
Majapahit 1293–1478
Kerajaan Islam
Lihat: Penyebaran Islam di Nusantara
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kesultanan Bone 1300–1905
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–sekarang
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888, sekarang Brunei
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kerajaan Giri 1481–1680
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kerajaan Balanipa 1511–sekarang
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–sekarang
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Jambi 1615–1904
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Palembang 1659–1823
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–sekarang
Kesultanan Yogyakarta 1755–sekarang
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Negara lainnya
Lihat: Kerajaan-kerajaan Kristen di Nusantara
Kerajaan Soya 1200–sekarang
Kerajaan Bolaang Mongondow 1320–1950
Kerajaan Manado 1500–1670
Kerajaan Siau 1510–1956
Kerajaan Larantuka 1515–1962
Kerajaan Sikka
Kerajaan Tagulandang 1570–1942
Kerajaan Manganitu 1600–1944
Republik Lanfang 1777–1884
Kerajaan Lore 1903–sekarang
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Munculnya Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Republik Indonesia
Awal Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Menurut topik
  • Arkeologi
  • Mata uang
  • Ekonomi
  • Militer
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Kesultanan Jambi (Arab Melayu : كسلطانن جمبي) adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di provinsi Jambi, Indonesia.[4][5][6] Kesultanan ini sebelumnya bernama kerajaan Melayu Jambi yang didirikan oleh Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak,[7] di Jambi pada tahun 1460.[8][9] Dalam perkembangannya, pada tahun 1615 kerajaan ini resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar.[10][11] Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya, Sultan Thaha Saifuddin.[12][13]

Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Pendirian

[sunting | sunting sumber]

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra setelah Aceh. Pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.[14]

Masa kejayaan

[sunting | sunting sumber]
Koin timah yang pernah digunakan di wilayah Jambi dan Palembang, sekitar tahun 1804-1820

Sejak pertengahan abad ke-16, para penguasa Jambi mengadakan perdagangan lada yang menguntungkan dengan bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda. Kegiatan perdagangan itu juga melibatkan bangsa China, Melayu, Makassar, dan Jawa. Kehidupan ekonomi Kesultanan Jambi yang makmur akibat kegiatan perdagangan inilah yang mampu membawa kerajaan menuju masa kejayaan di bawah Sultan Abdul Kahar.[butuh rujukan]

Sultan Jambi yang pertama ini berhasil membawa kerajaannya menjadi makmur berkat monopoli perdagangan lada dan pengenaan bea ekspor. Bahkan, pada 1616, ibu kota Jambi sudah dipandang sebagai pelabuhan terkaya kedua di Sumatera, setelah Aceh. Berdasarkan data VOC, Sultan Jambi meraup keuntungan 30-35 persen dari lada yang terjual. Sultan Abdul Kahar juga dikatakan sebagai penguasa yang kuat, bahkan tidak takut dengan tuntutan Raja Johor dan tidak pernah mau bekerja sama dengan VOC.[butuh rujukan]

Peperangan

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Peperangan Johor–Jambi

Selama abad ke-16, Jambi menjadi terkenal berkat lada yang ditanam di dataran tinggi. Pada tahun 1615 Kompeni Belanda dan Kompeni Inggris mendirikan pangkalan-pangkalan mereka masing-masing di kawasan tersebut. Pada masa itu, Jambi bersekutu dengan Johor, akan tetapi kemudian timbul sejumlah perselisihan ketika mereka menyatakan berhak mengendalikan Kuala Tungkal, yaitu sebuah kawasan di perbatasan Jambi dengan Indragiri yang merupakan jalan masuk ke kawasan pedalaman tempat lada ditanam.[butuh rujukan]

Sekitar tahun 1671 dan 1674, perselisihan yang berkepanjangan itu memuncak menjadi sebuah konflik terbuka, orang laut yang tunduk pada penguasa Jambi merompak kapal-kapal di perairan Johor, sementara orang laut dari Johor melancarkan aksi serupa di Jambi. Armada Johor bahkan berlayar masuk ke Sungai Batanghari dan mengancam ibukota Jambi. Namun, hubungan mereka kemudian membaik dan pada tahun 1681 para penguasa Jambi dan Johor masih bersedia untuk membina suatu persekutuan guna menghadapi saingan bersama mereka yaitu Palembang. Orang Laut dari kedua kerajaan menyerang kapal-kapal dagang di perairan Palembang dan juga menjarah kawasan pesisir.[butuh rujukan]

Kemunduran

[sunting | sunting sumber]

Setelah VOC menyodorkan perjanjian dagang kepada Kesultanan Jambi, dengan tujuan melakukan monopoli. Sultan Abdul Kahar menolak perjanjian tersebut, memilih mengundurkan diri dari takhta dan kedudukannya digantikan oleh Pangeran Depati Anom atau Sultan Agung. Perjanjian pertama Kesultanan Jambi dengan VOC pun dilakukan, yang perlahan membawa kemunduran bagi kerajaan.[butuh rujukan]

Kejayaan Jambi tidak berumur panjang, pada tahun 1680-an, Jambi mulai kehilangan kedudukannya sebagai pelabuhan lada utama setelah pertempuran dengan pihak Johor. Selain itu, adanya penyelundupan dan utang, juga menjadi penyebab runtuhnya Kesultanan Jambi, yang diperparah dengan campur tangan Belanda dalam politik kerajaan.[butuh rujukan]

Keruntuhan

[sunting | sunting sumber]
Lukisan, penyerangan kapal Belanda di keraton Sultan Jambi, 8 september 1858

Berbeda dari penguasa sebelumnya, Sultan Thaha Saifuddin menolak keras perjanjian dengan Belanda. Bahkan utusan Belanda yang beberapa kali datang untuk menyodorkan perjanjian kepadanya selalu dihindari. Akibatnya Belanda marah dan melayangkan serangan pada 1858, hingga berhasil menguasai istana.[butuh rujukan]

Kediaman Sultan Ahmad Nazaruddin di Dusun Tengah (sekarang di desa Rambutan Masam, Batanghari), sekitar tahun 1877-1879

Dalam serangan itu Sultan Thaha melarikan diri, sehingga Panembahan Prabu kemudian diangkat oleh Belanda menjadi penguasa baru di Kesultanan Jambi dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi), namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan.

Sayyid Idrus memegang peran politik penting, karena menikahi putri dari Sultan Nazaruddin. Kemudian, Ia mendapatkan gelar Pangeran Wirokusumo langsung dari Sultan Nazaruddin, yang juga memberinya kekuasaan sebagai Pepati Dalam, di Keraton Jambi. Hal ini memungkinkannya untuk menggantikan peran sultan, ketika sultan tidak berada di tempat. Sayyid Idrus berperan sebagai mediator dan juru bicara antara penguasa lokal dengan pemerintahan Belanda pada masa itu, serta antara keluarga Al-Jufri dengan Keraton Jambi. Selama masa kepemimpinannya di Kesultanan Jambi, Sayyid Idrus berperan penting dalam menjalankan pemerintahan karena Sultan Nazaruddin kurang menyukai kehadiran Belanda di Jambi dan memilih menjauh.[15]

Ketika Sultan Thaha dalam pelarian, Kesultanan Jambi sempat dipimpin oleh beberapa sultan di bawah pengaruh Belanda. Kesempatan datang ketika terjadi kekosongan kekuasaan pada 1899, setelah Sultan Zainuddin dicopot oleh Belanda.[butuh rujukan]

Pangeran Ratu Martaningrat menyerah kepada pihak Belanda, sekitar tahun 1903-1904

Pada tahun 1903, Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan dari Sultan Thaha menyerah kepada Belanda. Kemudian Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Kesultanan Jambi benar-benar berakhir, saat Sultan Thaha dibunuh oleh Belanda di persembunyiannya pada 1904. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1906 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan Jambi.[butuh rujukan]

Geografi

[sunting | sunting sumber]
Peta Kota Jambi pada tahun 1886

Jambi berkembang di wilayah cekungan Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatra. Sungai ini, dan anak-anak sungainya, seperti Batang Tembesi, Batang Tabir dan Batang Merangin, merupakan tulang punggung wilayah tersebut. Sungai Tungkal yang berbatasan dengan Indragiri memiliki cekungan tangkapan air sendiri. Sungai-sungai itu merupakan andalan transportasi utama Jambi.[butuh rujukan]

Kependudukan

[sunting | sunting sumber]

Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu Jambi berdiam dipinggiran sungai Batang Hari dan Batang Tembesi. Orang Kubu menghuni hutan-hutan, sedangkan orang Batin mendiami wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut sebagai orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang Batin.[butuh rujukan]

Pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.[butuh rujukan]

Menurut R. Sahabuddin (1954) dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979), pemerintahan di pusat Kesultanan Jambi dipimpin oleh seorang sultan yang dibantu oleh pangeran ratu (putra mahkota) yang memimpin Rapat Dua Belas. Rapat Dua Belas terdiri atas dua bagian:[butuh rujukan]

  • Kerapatan Patih Dalam (Dewan Menteri Dalam)
  • Kerapatan Patih Luar (Dewan Menteri Luar)

Masing-masing kerapatan terdiri dari 6 orang, 1 orang ketua dan 5 orang anggota.[butuh rujukan]

Kerapatan Patih Dalam diketuai oleh Putra Mahkota yang bergelar Pangeran Ratu dengan para anggota yang diberi gelar :[butuh rujukan]

  • Pangeran Adipati
  • Pangeran Suryo Notokusumo
  • Pangeran Jayadiningrat
  • Pangeran Aryo Jayakusumo
  • Pangeran Notomenggolo atau Pangeran Werokusumo

Kerapatan Patih Dalam pada hakekatnya merupakan Majelis Kerajaan (Rijksraad) yang berfungsi sebagai lembaga legislatif (DPR) pada masa sekarang.[butuh rujukan] Pepatih Dalam yang terkenal pada masa Kesultanan Jambi adalah Sayyid Idrus bin Hasan Al-Jufri atau dikenal dengan gelar Pangeran Wirokusumo.[15]

Peperangan

[sunting | sunting sumber]

Perang Johor-Jambi

[sunting | sunting sumber]
Peta Johor dan Jambi sebelum-setelah peperangan

Peperangan Johor–Jambi dimulai antara Kesultanan Johor dan Kesultanan Jambi disaat kedua belah pihak berselisih paham mengenai perebutan kawasan yang bernama Kuala Tungkal. Pada masa ini Johor diperintah oleh Sultan Abdul Jalil Syah III dan pemerintahan lebih banyak dimainkan oleh Raja Muda. Dalam usaha untuk mendapatkan Tungkal dari tangan orang Jambi, orang Johor telah menghasut penduduk Tungkal untuk memberontak. Hal ini menimbulkan kemarahan Pemerintah Jambi. Namun kekuatan Johor yang disegani pemerintah Jambi pada waktu itu menyebabkan Jambi memilih untuk berdamai. Ketegangan antara Johor dan Jambi dapat diredakan karena perkawinan antara Raja Muda Johor dengan Puteri Sultan Jambi pada tahun 1659.[butuh rujukan]

Namun persengketaan antara Johor dan Jambi kembali meletus dikarenakan tindakan kedua-dua pihak yang saling menghina kedaulatan kerajaan masing-masing. Johor kembali berperang dengan membawa 7 buah kapal untuk menyerang perkampungan nelayan Jambi pada bulan Mei 1667. Kegiatan perdagangan semakin merosot akibat perperangan yang terjadi karena tidak ada jaminan keselamatan kepada pedagang untuk menjalankan perdagangan di kawasan bergolak ini. Hal ini menyebabkan kerugian ekonomi kepada Johor. Puncak peristiwa peperangan ini terjadi saat Pengeran Dipati Anom mengetuai sebuah angkatan perang untuk menyerang dan memusnahkan Johor secara mengejutkan pada 4 April 1673. Serangan ini telah melumpuhkan sistem pemerintahan kerajaan Johor. Dalam usaha menyelamatkan diri, Raja Muda bersama seluruh penduduk Johor telah lari bersembunyi di dalam hutan. Bendahara Johor ditawan dan dibawa pulang ke Jambi.[butuh rujukan]

Sultan Abdul Jalil Syah III juga melarikan diri ke Pahang. Baginda akhirnya meninggal dunia di sana pada 22 November 1677. Perperangan yang menyebabkan kekalahan kerajaan Johor ini telah mengakibatkan kerugian yang besar kepada Johor kerana Jambi telah bertindak merampas semua barang berharga milik kerajaan Johor termasuk 4 tan emas, sebagian besar senjata api yang merupakan simbol kemegahan dan kekuatan Johor. Kehilangan senjata api dan tentara dalam jumlah besar menyebabkan kerajaan Johor tidak dapat berbuat apa-apa, dan hal ini secara tidak langsung meruntuhkan kerajaan Johor.

Daftar penguasa

[sunting | sunting sumber]
Sultan Thaha Saifuddin, Sultan terakhir Kesultanan Jambi

Nama-nama dibawah menggunakan ejaan modern yang mungkin berbeda dari ejaan dalam dokumen asli. Nama nasab (patronim gaya Arab) juga tidak disertakan dalam daftar berikut.

No Periode Nama Penguasa Nama/Gelar Lain
Sebagai Kerajaan Melayu Jambi[16]
1 1460 – 1480 Datuk Paduka Berhala dan Putri Selaras Pinang Masak[16] Ahmad Salim, Ahmad Barus II
2 1480 – 1490 Orang Kaya Pingai[16] Sayyid Ibrahim
3 1490 – 1500 Orang Kaya Kedataran[16] Sayyid Abdul Rahman
4 1500 – 1515 Orang Kaya Hitam[17][16][18] Sayyid Ahmad Kamil
5 1515 – 1560 Panembahan Rantau Kapas[16] Pangeran Hilang Diaek
6 1560 – 1565 Panembahan Rengas Pandak[16]
7 1565 – 1590 Panembahan Bawah Sawo[16]
8 1590 – 1630 Panembahan Kota Baru[16]
Sebagai Kesultanan Jambi
9 1615 – 1630 Pangeran Kedah Pangeran Gede,[16]

Sultan Abdul Kahar[a][5]

10a[16] 1630 – 1679 Sultan Agung[b][19][16] Sultan Abdul Jalil,[16] Pangeran Dipati Anom, Pangeran Ratu
10b[16] 1630 – 1636[16] Sultan Anom Ingalaga[19][20] Sultan Abdul Muhyi, Sultan Muhammad Syafi'i, Pangeran Supayo Anom,[16] Pangeran Ratu, Raden Penulis
11 1679-1687[16] Sultan Seri Ingalaga[16]
12a[16] 1687 – 1719[16] Sultan Kiai Gede[21][16] Raden Cakranegara,[16] Pangeran Dipati
12b[16] 1691 – 1710 Pangeran Pringgabaya[c][22] Sri Maharaja Batu[16] Johan Pahlawan Syah, Raden Culit[16]
13 1719 – 1725 Sultan Astra Ingalaga[d][23][24][16] Sultan Surya Ingalaga, Raden Astrawijaya, Panembahan Puspanegara
14 1725 – 1726[16] Sultan Muhammad Syah[16] Pangeran Suryanegara
(13) 1726 – 1742[16] Sultan Astra Ingalaga[16] Sultan Surya Ingalaga, Raden Astrawijaya, Panembahan Puspanegara
15 1743 – 1770 Sultan Ahmad Zainuddin Anom Sri Ingalaga[16][23] Pangeran Sutawijaya
16 1777 – 1790 Sultan Mas’ud Badaruddin[16] Ratu Sri Ingalaga[23]
17 1805 – 1826 Sultan Mahmud Muhyiuddin Agung Sri Ingalaga[25][16] Pangeran Wangsa, Raden Danting
18 Sebelum 1826 – 1841[16] Sultan Muhammad Fakhruddin Anom Sri Ingalaga[26][16] Pangeran Ratu Cakra Negara
19 1841 – 1855 Sultan Abdul Rahman Nazaruddin[16] Ratu Anom Dilaga[26] Pangeran Ratu Martaningrat
20 1855 – 1858 Sultan Thaha Saifuddin[16] Agung Sri Ingalaga[e][27] Pangeran Ratu Jayaningrat
21 1858 – 1881 Sultan Ahmad Nazaruddin[16] Ratu Inga Dilaga[28] Panembahan Prabu
22 1881 – 1885 Sultan Muhammad Muhieddin[16] bin Abdul Rahman Pangeran Ratu Mataningrat[16]
23 1885 – 1899 Sultan Ahmad Zainuddin[16] Ratu Sri Ingalaga[29]
(20) 1900 – 1904 Sultan Thaha Saifuddin[16] Agung Sri Ingalaga [f][g][30][31][32] Pangeran Ratu Jayaningrat
1906 Dibubarkan Belanda
Modern (Sebagai Simbol Adat)[h][33]
24 2012 – 2021 Sultan Abdurrahman[34][35] Raden Abdurrahman
25 2022 –Sekarang
  1. Sultan Fuad bin Abdurrahman Baraqbah[36][37]
  2. Sultan Raden Syafe’i Kertopati[38][39]
  1. Sayyid Fuad
  2. -

Undang-undang

[sunting | sunting sumber]

Perjanjian dengan Belanda

[sunting | sunting sumber]

Perjanjian 14 Nopember 1823 atau perjanjian Sungai Baung

[sunting | sunting sumber]

Perjanjian ini dipaksakan oleh Letnan Kolonel Michels yang masuk ke Sarolangun Jambi dari daerah Palembang kepada Sultan Fachruddin isinya Belanda mempunyai hak mendirikan kekuatan dalam daerah Jambi.[40](hlm.33)

Perjanjian 15 Desember 1834

[sunting | sunting sumber]

Perbaikan ini yang diajukan oleh Residen Palembang Proctorius sebagai wakil Pemerintah Belanda yang ditanda-tangani oleh Sultan Muhammad Fachruddin, Pangeran Ratu Kertaningrad, dan beberapa bangsawan Jambi Surat perjanjian ini dibenarkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 21 April 1835, isinya antara lain:[40](hlm.33)

  1. Pemerintah Belanda memungut cukai atas pemasukan/pengeluaran barang.[40](hlm.33)
  2. Pemerintah Belanda mempunyai monopoli atas penjualan garam.[40](hlm.33)
  3. Pemerintah Belanda tidak mungut cukai lain.[40](hlm.33)
  4. Pemerintah Belanda tidak akan turut campur dalam urusan tatanegara dalam negeri dan tidak akan mengganggu adat istiadat dalam negeri, kecuali dalam hal penggelapan cukai yang berhak dipungut oleh pemerintah Belanda.[40](hlm.33)
  5. Sultan dan Pangeran Ratu menerima uang tahunan sebesar 8000 gulden.[40](hlm.33)

Perjanjian Sultan Ahmad Nazaruddin dengan Belanda Desember 1858

[sunting | sunting sumber]

Dalam perjanjian mana disebutkan.[40](hlm.33)

  1. Karena jelasnya kemenangan yang diperoleh Belanda terhadap Sultan negeri Jambi (Sultan Thaha) maka negeri Jambi adalah jajahan Belanda.[40](hlm.33)
  2. Negeri Jambi hanya dipinjamkan kepada Sultan Jambi (Ahmad Nazaruddin) yang harus bersikap menurut dan setia serta menghormati pemerintahan Belanda.[40](hlm.33)
  3. Pemerintahan Belanda berhak memungut cukai atas barang yang masuk dan keluar.[40](hlm.33)
  4. Kepada Sultan akan diberikan uang tahunan 10.000 gulden, jumlah mana mungkin diperbesar jika penghasilan cukai pengangkutan barang bertambah.[40](hlm.34)
  5. Segala perjanjian tahun 1834 tetap berlaku, jika tidak digugurkan atau berlawanan dengan perjanjian ini.[40](hlm.34)
  6. Sultan dan pangeran Ratu harus mengirim utusan untuk menghormati Gubernur Jenderal.[40](hlm.34)
  7. Batas-batas negeri Jambi akan ditetapkan oleh Pemerintah Belanda dalam program lain.[40](hlm.34)

Perjanjian terakhir yakni perjanjian Belanda dengan Sultan Ahmad Nazaruddin (1858) tidaklah seluruhnya dapat diterapkan karena masyarakat Jambi ketika itu tidak mau dijajah dan tetap patuh kepada Sultan yang sah yang tetap melakukan perlawanan hingga akhirnya gugur tahun 1904, dan baru setelah itu pemerintah Hindia Belanda atas daerah Jambi membentuk gewest Jambi pada tahun 1906.[40](hlm.34)

Undang-undang adat

[sunting | sunting sumber]

Galeri

[sunting | sunting sumber]
  • Rekontruksi tampilan Sultan terakhir Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Saifuddin
    Rekontruksi tampilan Sultan terakhir Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Saifuddin
  • Foto Sultan Ahmad Nasiruddin Ratu Inga Di Laga pada tahun 1877-1879
    Foto Sultan Ahmad Nasiruddin Ratu Inga Di Laga pada tahun 1877-1879
  • Komplek Makam Raja-raja Jambi
    Komplek Makam Raja-raja Jambi
  • Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
    Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
  • Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa belanda)
    Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa belanda)
  • Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa belanda).
    Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa belanda).
  • Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
    Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
  • Surat dari Sultan Jambi.
    Surat dari Sultan Jambi.
  • Hikayat negeri Jambi.
    Hikayat negeri Jambi.
  • Surat Sultan Thaha Saifuddin Jambi Ke Khalifah Utsmaniyah
    Surat Sultan Thaha Saifuddin Jambi Ke Khalifah Utsmaniyah
  • Buku Berjudul Sultan Thaha Syaifuddin
    Buku Berjudul Sultan Thaha Syaifuddin

Catatan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Mukti Zubir (1987:29-30) menyatakan bahwa Sultan Abdul Kahar-lah yang pertama menggunakan gelar Sultan di Jambi dan mengubahnya menjadi kesultanan. Meski kerap dilansir, Arifullah (2015:130) menuturkan bahwa ini adalah pendapat modern yang tidak memiliki bukti sejarah kuat. Andaya (1993:59, 102, 315) mencatat bahwa Panembahan Kota Baru memerintah bersama putra mahkotanya hingga keduanya meninggal pada tahun 1630, namun ia tidak mencatat bahwa sang putra pernah memerintah sendiri atau dinobatkan sebagai Sultan. Menurut Andaya, cucu Panembahan Kota Baru-lah yang pertama kali memakai gelar Sultan pada tahun 1669.
  2. ^ Menurut Andaya (1993:72, 95), penggunaan gelar Sultan pertama di Jambi bermula dari Sultan Agung pada tahun 1669. Penggunaan gelar ini diprakarsai oleh putra Sultan Agung yang kemudian melanjutkan penggunaan gelar Sultan pada masa pemerintahannya.
  3. ^ Dicatat Andaya (1993:132-135, 152), Pangeran Pringgabaya adalah adik dari Sultan Kiai Gede yang tidak bersedia mengakui kekuasaannya. Ia mendirikan keraton pecahan yang dimimpin dirinya sendiri di wilayah Muara Tebo, Jambi
  4. ^ Sultan Astra Ingalaga adalah putra dari Pangeran Pringgabaya. Dicatat Andaya (1993:159), pada Januari 1725 massa yang dipimpin Raden Demang (cucu Kiai Gede) menuntut agar Sultan baru dinobatkan dari garis keturunan Kiai Gede dan menyekap Astra Ingalaga. Astra Ingalaga berhasil melarikan diri, namun kubu Raden Demang mengangkat Pangeran Suryanegara (putra Kiai Gede) sebagai Sultan Muhammad Syah. Posisi Astra Ingalaga baru bisa kembali dikukuhkan setelah Muhammad Syah meninggal akibat cacar pada tahun 1726.
  5. ^ Nama beliau seringkali ditulis dengan huruf Latin sebagai "Thaha Syaifuddin" dalam media Indonesia kontemporer, namun cap nama yang digunakan Thaha sendiri (lihat Gallop, 2019:242) menggunakan طاه سيفادين, bukan طاه شيفادين
  6. ^ Peneliti Jambi terdahulu menggunakan ejaan yang variatif untuk nama Thaha Saifuddin. Penulis memilih menggunakan ejaan tersebut, selanjutnya diringkas Thaha, merujuk pada penulisan aksara Arab pada stempel yang digunakan oleh sultan serta keumuman penulisan dalam institusi resmi di Jambi saat ini. Dalam stempel resmi kesultanan tertulis طه سيف الدين yang jika ditransliterasi ke dalam aksara Latin menggunakan Turabian style menjadi Taha Sayf al-Din. Dalam diskusi tahun 2016 lalu, Elsbeth Locher-Scholten menjelaskan alasannya menggunakan ejaan Taha merujuk pada penulisan dalam dokumen-dokumen Belanda.
  7. ^ Memang ada beberapa variasi penulisan nama pahlawan Jambi tersebut, misalnya Sultan (kadang ditulis Sulthan) Taha (ada yang menyebut Thaha) Saifuddin (Syaifuddin)
  8. ^ Bisa jadi ada lebih dari satu yang mengenakan gelar ini di waktu bersamaan. Gubernur Jambi menjelaskan, karena hanya sebagai simbol budaya, maka gelar ini tidak memiliki andil dalam pemerintahan di Provinsi Jambi.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b "Jambi Arms". www.hubert-herald.nl. Diakses tanggal 2024-01-25.
  2. ^ "Negara Adat Indonesia bagian 1". www.worldstatesmen.org. Diakses tanggal 2024-01-25.
  3. ^ "MUSEUM PERJUANGAN RAKYAT JAMBI: Bendera Raja Sehari". MUSEUM PERJUANGAN RAKYAT JAMBI. Selasa, 27 Maret 2012. Diakses tanggal 2024-11-29.
  4. ^ Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pada gramedia.com diakses 19 Juni 2021
  5. ^ a b Kerajaan Jambi, Kerajaan Islam yang dikhianati VOC Pada merdeka.com 24 Maret 2016
  6. ^ Kesultanan Jambi: Sejarah, Wilayah, Dan Perkembangan Pada dgraft.com 28 Desember 2020
  7. ^ Ngebi Sutho Dilago Periai Rajo Sari (1982). Undang-undang, piagam, dan kisah negeri Jambi (dalam bahasa Melayu). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  8. ^ Datuk Paduka Berhala Pangeran Turki Yang Mengislamkan Jambi Pada historyofcirebon 16 Oktober 2018
  9. ^ Datuk Paduka Berhala, Anak Raja Turki yang Persunting Putri Pinang Masak Pada melayupedia.com 30 Desember 2021
  10. ^ Sejarah Provinsi Jambi Pada Dinas Pendidikan Provinsi Jambi
  11. ^ Kesultanan Jambi / Prov. Jambi – Sumatera Pada sultanindonesiaeblog
  12. ^ Sultan Thaha, Pejuang Jambi yang Tak Lelah Melawan Belanda Pada sindonews.com 6 Juli 2015
  13. ^ Thaha Syaifuddin: Masa Muda, Kepemimpinan, dan Akhir Hidup Pada kompas.com 14 Juni 2021
  14. ^ Barbara Watson Andaya, "Laporan Tiga Penduduk Jambi tentang Ancaman dari sejumlah Kapal Perang Johor di Sungai Batanghari, 11 September 1714". Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Eropa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 10. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2013.
  15. ^ a b Siregar, Isrina; Niswari, Vina Ayu; Sinurat, Junita Yosephine; Supian; Agustiningsih, Nur (2023). "Islamisasi di Jambi oleh Pangeran Wirokusumo (1860-1902)". HISTORIA: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah. 7 (1): 73–82. doi:10.17509/historia.v7i1.57136. Diakses tanggal 2025-05-31.
  16. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap Hägerdal, Hans (2023-02-01), Kerajaan2 Indonesia (dalam bahasa Inggris), hlm. 33, diakses tanggal 2025-06-05
  17. ^ Orang Kayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa Pada sindonews.com 29 Juni 2015.
  18. ^ Kisah Orang Kayo Hitam dan Keris Siginjai yang Melegenda, Hingga Terbunuhnya Pembuat Keris Sakti Pada tribunnews.com 2 Januari 2019.
  19. ^ a b Gallop 2019, hlm. 239.
  20. ^ Andaya 1993, hlm. 318.
  21. ^ Andaya 1993, hlm. 319.
  22. ^ Andaya 1993, hlm. 322.
  23. ^ a b c Gallop 2019, hlm. 240.
  24. ^ Andaya 1993, hlm. 315.
  25. ^ Gallop 2019, hlm. 241.
  26. ^ a b Gallop 2019, hlm. 242.
  27. ^ Profil Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin di merdeka.com
  28. ^ Gallop 2019, hlm. 243.
  29. ^ Gallop 2019, hlm. 244.
  30. ^ Abid, M. Husnul (2010). "Saifuddin atau Safiuddin?: atau Jambi di Pinggir Sejarah". Kontekstualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. 25 (2): 37092. ISSN 1979-598X.
  31. ^ Sagala, Ismawati (2021). Nugrahini, Karika Nurul (ed.). Islam dan Adat dalam Sistem Pemerintahan Jambi (dalam bahasa Indonesia) (Edisi Revisi). Yogyakarta: Ombak. ISBN 6022585953. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  32. ^ Sulindo, Redaksi (2020-07-21). "Sultan Thaha, Melawan Belanda hingga Darah Penghabisan - Koran Sulindo". Diakses tanggal 2024-11-27.
  33. ^ "Rebutan Gelar Sultan Jambi, Muncul 2 Nama yang Ngaku Keturunan Sultan Thaha". kumparan. Diakses tanggal 2024-11-27.
  34. ^ Raden Abdurrahman Dinobatkan Sebagai Sultan Jambi Pada kerajaannusantara.com 19 Maret 2019
  35. ^ Azzahro, Rara Khushshoh. "Raden Abdurrahman, Cicit Sultan Thaha Meninggal Dunia dan Dimakamkan pada Makam Raja-raja". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2022-02-01.
  36. ^ Sultan Jambi dilantik secara sah di lines.id
  37. ^ "Butuh 20 Tahun Penelitian, KDYMM Sayid Fuad Dinobatkan sebagai Sultan Jambi - News+ on RCTI+". RCTI+. Diakses tanggal 2024-11-27.
  38. ^ Putra, Ara Permana (2022-02-09). "Raden Syafe'i Kertopati Sandang Gelar Sultan di Jambi Selanjutnya". Umum dan Segalanya (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2024-11-27.
  39. ^ Prima, Jambi. "Kesepakatan Keluarga Keturunan Sultan Thaha untuk Gelar Sultan Selanjutnya - Jambi Prima - Info Terbaru dan Terpercaya". jambiprima.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-11-27. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  40. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Zainuddin, R.; Yuhadi, M.; As., Bachtiar (1878/1879). Kutoyo, Sutrisno (ed.). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (PDF). Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ; Pemeliharaan CS1: Status URL (link)

Daftar Pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Arifullah, Mohd. (2015). "Hegemoni Islam dalam Evolusi Epistemologi Budaya Melayu Jambi" (PDF). Kontekstualita. 30 (1): 124-137.
  • Andaya, Barbara Watson (1993). To Live as Brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. ISBN 9780824814892.
  • Brown, Iem (2009). The Territories of Indonesia. London: Routledge. hlm. 268. ISBN 9781857432152.
  • Gallop, Annabel Teh (2019). Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: content, form, context, catalogue (dalam bahasa Inggris). Lontar Foundation in association with British Library. ISBN 9789813250864.
  • Locher-Scholten, Elsbeth (2004). Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830–1907 (dalam bahasa Inggris). Cornell University Press. ISBN 9781501719387. Lihat pula edisi Bahasa Indonesia: Locher-Scholten, Elsbeth (2008). Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda. KITLV. ISBN 9789791079150.
  • Janowski, Monica; Kerlogue, Fiona (2007). Kinship and Food in South East Asia. Copenhagen: NIAS Press. hlm. 68. ISBN 9788791114939.
  • Mukti, Zubir (1987). Sejarah Peranan Hukum Adat dan Adat Istiadat Jambi. Muara Bungo. Pemeliharaan CS1: Lokasi tanpa penerbit (link)

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • Akhir Masa Kesultanan Jambi Diarsipkan 2021-06-24 di Wayback Machine. Pada kajanglako.com 21 Februari 2018
  • Menelusuri Jejak Islam di Nusantara dan Jambi
  • l
  • b
  • s
Kerajaan di Sumatra
Aceh
  • Aceh
  • Daya
  • Jeumpa
  • Lamuri
  • Linge
  • Pedir
  • Peureulak
  • Samudera Pasai
  • Tamiang
Bengkulu
  • Pat Petulai
  • Selebar
Jambi
  • Jambi
  • Kantoli
  • Koying
Lampung
  • Keratuan Balaw
  • Keratuan Di Puncak
  • Keratuan Darah Putih
  • Keratuan Melinting
  • Keratuan Semaka
  • Tulang Bawang
  • Sekala Bekhak
Kepulauan Riau
  • Bintan
  • Johor
  • Riau-Lingga
Riau
  • Indragiri
  • Kampar Kiri
  • Kandis
  • Koto Alang
  • Kuantan
  • Kuntu Kampar
  • Melaka
  • Pelalawan
  • Rokan IV Koto
  • Siak
  • Tambusai
Sumatera Barat
  • Pasumayan Koto Batu
  • Bungo Satangkai
  • Dusun Tuo
  • Minanga
  • Dharmasraya
  • Pagaruyung
  • Inderapura
  • Samaskuta
  • Siguntur
  • Sontang
  • Sungai Pagu
Sumatera Selatan
  • Kerajaan Palembang
  • Kesultanan Palembang Darussalam
  • Sriwijaya
Sumatera Utara
  • Aru
  • Asahan
  • Barus
  • Batu Bara
  • Deli
  • Dolog Silou
  • Kota Pinang
  • Langkat
  • Padang
  • Panei
  • Pannai
  • Purba
  • Raya
  • Serdang
  • Siantar
  • Silimakuta
  • Tanah Jawa
Basis data pengawasan otoritas Sunting di Wikidata
Internasional
  • VIAF
Nasional
  • Amerika Serikat
Lain-lain
  • Yale LUX
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kesultanan_Jambi&oldid=27870434"
Kategori:
  • Kerajaan Islam
  • Kerajaan di Nusantara
  • Kerajaan di Indonesia
  • Kerajaan di Sumatra
  • Kesultanan Jambi
  • Kerajaan di Jambi
Kategori tersembunyi:
  • Galat CS1: tanggal
  • Pemeliharaan CS1: Status URL
  • CS1 sumber berbahasa Melayu (ms)
  • CS1 sumber berbahasa Inggris (en)
  • Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui
  • CS1 sumber berbahasa American English (en-us)
  • Galat CS1: karakter tidak terlihat
  • Halaman dengan argumen ganda di pemanggilan templat
  • Artikel mengandung aksara non-Indonesia
  • Pages using infobox country or infobox former country with the flag caption or type parameters
  • Semua artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan
  • Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan
  • Pemeliharaan CS1: Lokasi tanpa penerbit
  • Templat webarchive tautan wayback

Best Rank
More Recommended Articles