More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Majelis Permusyawaratan Federal - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Majelis Permusyawaratan Federal - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Majelis Permusyawaratan Federal

  • English
  • 日本語
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Prasejarah
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Kalingga 424–782
Tarumanagara 450–900
Kerajaan Melayu 671–1347
Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Bima 709–1621
Mataram Kuno 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1046
Kerajaan Janggala 1042–1135
Kerajaan Kadiri 1042–1222
Kerajaan Singasari 1222–1292
Majapahit 1293–1478
Kerajaan Islam
Lihat: Penyebaran Islam di Nusantara
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kesultanan Bone 1300–1905
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–sekarang
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888, sekarang Brunei
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kerajaan Giri 1481–1680
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kerajaan Balanipa 1511–sekarang
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–sekarang
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Jambi 1615–1904
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Palembang 1659–1823
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–sekarang
Kesultanan Yogyakarta 1755–sekarang
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Negara lainnya
Lihat: Kerajaan-kerajaan Kristen di Nusantara
Kerajaan Soya 1200–sekarang
Kerajaan Bolaang Mongondow 1320–1950
Kerajaan Manado 1500–1670
Kerajaan Siau 1510–1956
Kerajaan Larantuka 1515–1962
Kerajaan Sikka
Kerajaan Tagulandang 1570–1942
Kerajaan Manganitu 1600–1944
Republik Lanfang 1777–1884
Kerajaan Lore 1903–sekarang
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Munculnya Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Republik Indonesia
Awal Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Menurut topik
  • Arkeologi
  • Mata uang
  • Ekonomi
  • Militer
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Majelis Permusyawaratan Federal (atau bahasa Belanda: Bijeenkomst voor Federaal Overleg, BFO) adalah sebuah komite yang dibentuk pada 8 Juli 1948 untuk membahas rencana pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Keanggotaannya terdiri dari para pemimpin berbagai negara bagian yang didirikan oleh Belanda di wilayah yang mereka duduki setelah serangan mereka terhadap wilayah Indonesia yang dikuasai oleh pasukan Republik Indonesia selama Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949). Komite ini ikut serta dalam negosiasi dengan Belanda pada bulan Agustus dan September 1948, dan berpartisipasi dalam Konferensi Meja Bundar yang di dalamnya Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Sejarah

[sunting | sunting sumber]

Kampanye "Negara Boneka" Van Mook

[sunting | sunting sumber]
Hubertus Johannes van Mook

Pendirian Badan Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale Overleg disingkat BFO) tidak lepas dari pembentukan negara federal di Indonesia. Rencana pembentukan negara federasi di Indonesia awalnya dicetuskan oleh Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus Johannes van Mook. Rencana tersebut mengharuskan van Mook mengubah ketatanegaraan di Indonesia. Pengubahan ketatanegaraan mengalami hambatan karena di Indonesia telah berdiri Republik Indonesia, sehingga Van Mook mengawali rencana membentuk negara federal dengan menyebarluaskan federalisme di Indonesia pada konferensi yang berlangsung di Hooge Veluwe. Konferensi tersebut gagal memperjuangkan federalisme di Indonesia karena bertentangan dengan keinginan Belanda yang menginginkan RI juga masuk dalam persemakmuran di bawah Belanda.[1]

Van Mook kembali mengadakan konferensi di Malino tanggal 15 Juli sampai 25 Juli 1946. Konferensi tersebut menghasilkan keputusan bahwa peserta konferensi dengan suara bulat menyetujui pengubahan ketatanegaraan di Indonesia menjadi federasi. Setelah konferensi Malino, van Mook kembali mengadakan Konferensi Pangkal Pinang dan Konferensi Denpasar. Konferensi tersebut menjadi langkah awal pembentukan negara federal di Indonesia, yaitu membentuk Negara Indonesia Timur, sebagai negara bagian yang pertama didirikan dan juga awal sejarah perpisahan wilayah Papua dari wilayah Hindia Belanda lainnya atas desakan partai Katolik Belanda.[2][3][4] Setelah itu Belanda berhasil membentuk negara-negara dan daerah otonom lainnya di Indonesia.

Konferensi Malino, 1946

Van Mook kembali mengadakan konferensi untuk mewujudkan rencananya membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) di Indonesia. Konferensi diadakan di Bandung tanggal 27 Mei 1948 bertempat di Gedung Parlemen Negara Pasundan. Konferensi tersebut dihadiri oleh wakil dari negara dan daerah otonom di Indonesia, yaitu Negara Indonesia Timur, Sumatra Timur, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Pasundan, Jawa Timur, Borneo Timur, Borneo Barat, Bandjar, Bangka, dan Riau. Pada konferensi federal van Mook mengajukan suatu rancangan pemerintahan yang telah disusunnya, yaitu pembentukan Pemerintah Federal Sementara atau Voorlopige Federale Regering (VFR). VFR rancangan van Mook merupakan lembaga pemerintahan yang telah ada di Indonesia dan hanya berganti nama untuk mendapatkan kembali simpati dari bangsa Indonesia.

Peserta konferensi kecewa karena van Mook tidak memberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan ataupun usul pengubahan rancangan VFR. Adapan protes dari beberapa wakil Papua yang tidak diikutkan dalam konferensi.[5] Kekecewaan atas konferensi tersebut membuat Ide Anak Agung Gde Agung dan R.T. Adil Puradiredja sepakat kembali mengadakan konferensi serupa yang bertujuan membuat rancangan pemerintahan federal di Indonesia. Konferensi tersebut diadakan di Bandung tanggal 7 Juli 1948 dan diberi nama konferensi satuan-satuan kenegaraan atau konferensi kenegaraan (Staatkundige Enheden Conferentie). Konferensi kenegaraan lebih dikenal sebagai Majelis Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federale Overleg atau BFO).

Persidangan

[sunting | sunting sumber]

Anggota BFO memulai sidang pertamanya di Bandung pada 7 Juli 1948. Konferensi BFO dihadiri oleh peserta konferensi federal 27 Mei. Tujuan konferensi BFO adalah mencari jalan keluar dari situasi politik yang gawat akibat permasalahan antara RI dan Belanda dan diharapkan konferensi dapat mencetuskan suatu rancangan pemerintahan yang jauh lebih baik dari rancangan van Mook, apabila RI juga bersedia menjadi bagian dari pemerintahan federal yang meliputi seluruh Indonesia.

Ide Anak Agung Gde Agung bersama Sultan Hamid II dari Pontianak

BFO kembali melanjutkan konferensi selama tiga hari mulai tanggal 15 Juli sampai 18 Juli 1948. Pada konferensi tiga hari tersebut, BFO membicarakan rancangan pemerintah peralihan yang dinamai Pemerintah Federal Interim (Federale Interim Regering atau FIR). Pembicaraan tersebut berkaitan dengan ikut sertanya RI dalam susunan FIR. Apabila RI tidak berkenan maka FIR tetap akan dibentuk untuk menyiapkan sebuah negara serikat yang terdiri dari orang-orang Indonesia saja. Setelah terbentuknya FIR akan diadakan sebuah perundingan kembali untuk mengupayakan RI menjadi bagian dari FIR.

BFO mengumumkan resolusinya pada konferensi pers tanggal 27 Juli 1948 di Gedung Indonesia Serikat Jl. Pejambon No.6 Jakarta. Resolusi BFO berisi enam dasar yang digunakan dalam memutuskan 26 butir pasal. Resolusi pertama BFO berisikan tentang konsep pemerintahan yang berbentuk federal dan terdiri dari direktorium, beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang dari Indonesia. Resolusi tersebut juga telah mencakup penentuan wakil negara federal dan daerah otonom di Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan jumlah penduduk. Golongan minoritas juga mendapatkan hak untuk memiliki perwakilan di dewan perwakilan.

Tanggal 21 Januari 1949 dilakukan pertemuan antara delegasi BFO, Mr. Djumhana dan dr. Ateng dengan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk membahas rencana pembicaraan antara wakil Republiken dan Belanda. Delegasi Republik Mohammad Roem menyatakan bahwa RI bersedia berunding dengan BFO jika diawasi oleh Komisi PBB. Pertemuan RI-Belanda-BFO kemudian dilakukan di Hotel Des Indes, Jakarta pada tanggal 14 April 1949. Hasil pertemuan ini diantaranya angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya, Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar, Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, dan Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan ini, pada 22 Juni 1949 kembali diadakan perundingan antara RI, BFO dan Belanda. Pertemuan ini menghasilkan keputusan bahwa kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai Perjanjian Renville pada 1948, Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak serta Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.

Konferensi Meja Bundar dan Republik Indonesia Serikat

[sunting | sunting sumber]

Sebelum melangkah ke forum internasional, wakil-wakil RI berunding dua kali dengan wakil-wakil BFO dalam Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta pada 22 Juli 1949, dan di Jakarta pada 1 Agustus 1949.[6] Mereka sepakat mengenai aspek-aspek terpenting dalam usaha menciptakan suatu sistem politik baru. Perundingan itu kemudian dilanjutkan ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.[7]

Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda

KMB digelar pada 23 Agustus 1949, ketika itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta, sementara delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II. Pada konferensi tersebut, dibentuk komisi-komisi yang membahas berbagai aspek dalam rangka serah terima dari Belanda pada Republik Indonesia Serikat, serta persiapan pembentukan Uni Indonesia Belanda. KMB berakhir pada 2 November 1949 dengan terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat.

Pada tanggal 14 November 1949 di Jakarta, wakil dari semua anggota BFO dan pemerintah Indonesia menandatangani Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Selain menunjuk wakil-wakil untuk duduk di Senat Republik Indonesia Serikat, BFO juga menunjuk wakil-wakilnya untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS).

Keanggotaan

[sunting | sunting sumber]

BFO terdiri atas pimpinan 15 negara bagian bentukan Belanda, yang memiliki populasi antara 100,000 hingga 11 juta jiwa.[8]

Republik Indonesia Serikat. Negara konstituen Republik Indonesia ditunjukkan dengan warna merah. Negara Indonesia Timur ditunjukkan dengan warna emas. Konstituen lainnya digambarkan dengan warna biru. Daerah otonom ditunjukkan dengan warna putih.
Negara Bagian
  • Negara Indonesia Timur
  • Jawa Timur
  • Sumatra Timur
  • Madoera
  • Pasundan (Jawa Barat)
  • Sumatera Selatan
Negara Otonom
  • Bandjar
  • Banka
  • Billiton
  • Jawa Tengah
  • Borneo Timur (tidak termasuk bekas wilayah Kerajaan Pasir)
  • Groot Dajak (Dajak Besar)
  • Riouw
  • Federasi Kalimantan Tenggara
  • Borneo Barat (Wilayah khusus)

Sejak awal pembentukan BFO terdapat tokoh-tokoh yang dominan dalam setiap rapat yang diadakan BFO. Tokoh tersebut adalah Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur), R.T Adil Puradiredja (Pasundan), Sultan Hamid II (Borneo Barat), dan Tengku Mansoer (Sumatra Timur). Masing-masing tokoh memanfaatkan setiap kesempatan dalam BFO untuk mempengaruhi anggota lainnya agar mendukung usaha dan pemikirannya. Anak Agung dan Adil Puradiredja berusaha agar BFO mendekati RI, sedangkan Sultan Hamid II dan T. Mansoer berusaha agar BFO tetap mengikuti rencana Belanda.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Konstitusi Republik Indonesia Serikat
  • Kabinet Republik Indonesia Serikat

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Frederick, William H. (1984.). Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan Sesudah Revolusi. Jakarta: LP3ES. Pemeliharaan CS1: Tahun (link)
  2. ^ "Birth of New State of East Indonesia". The Argus (Melbourne). No. 31, 299. Victoria, Australia. 23 December 1946. hlm. 5. Diakses tanggal 15 July 2018 – via National Library of Australia.
  3. ^ Agung 1996, hlm. 95.
  4. ^ "NETHERLANDS TO KEEP DUTCH N G". The Argus (Melbourne). No. 31, 298. Victoria, Australia. 21 December 1946. hlm. 5. Diakses tanggal 15 July 2018 – via National Library of Australia.
  5. ^ Gunawan, Restu; Leirissa, R.Z.; Haryono, P. Suryo; Lumintang, Onnie; Nurhajirini, Dwi Ratna (1997). Biografi Pahlawan Nasional: Marthin Indey dan Silas Papare. Jakarta: Departmen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta. hlm. 42–43. Diakses tanggal 24 October 2020.
  6. ^ Ide Anak Agung 1973, hlm. 66-67.
  7. ^ Ricklefs, M. C. (1991). A History of Modern Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
  8. ^ Kahin 1970, hlm. 447.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Ide Anak Agung Gde Agung (1973). Twenty Years Indonesian Foreign Policy: 1945–1965. Mouton & Co. ISBN 979-8139-06-2.
  • Reid, Anthony (1974). The Indonesian National Revolution 1945-1950. Melbourne: Longman Pty Ltd. ISBN 0-582-71046-4.
  • Kahin, George McTurnan (1970), Nationalism and Revolution in Indonesia, Cornell University Press, ISBN 0-8014-9108-8.
  • l
  • b
  • s
Republik Indonesia Serikat
Negara bagian
Negara Republik Indonesia · Negara Indonesia Timur · Negara Pasundan (termasuk: Distrik Federal Jakarta) · Negara Jawa Timur · Negara Madura · Negara Sumatera Timur · Negara Sumatera Selatan
Wilayah yang berdiri sendiri
(otonom)
Jawa Tengah · Kalimantan Barat · Daerah Dayak Besar · Daerah Banjar  · Kalimantan Tenggara · Kalimantan Timur · Bangka · Belitung · Riau
Wilayah lain
  • Kotawaringin
  • Padang dan sekitarnya
  • Sabang
Distrik federal
  • Jakarta
Pemerintahan dan administrasi
  • Konstitusi
  • Majelis Permusyawaratan Federal
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  • Senat
  • Kabinet
  • Presiden
  • Perdana Menteri
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Permusyawaratan_Federal&oldid=27663208"
Kategori:
  • Pemeliharaan CS1: Tahun
  • Sejarah Indonesia
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Galat CS1: tanggal
  • Artikel mengandung aksara Belanda
  • Galat CS1: parameter kosong tidak dikenal

Best Rank
More Recommended Articles