More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Kerajaan Janggala - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Janggala - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerajaan Janggala

  • English
  • Español
  • Suomi
  • Français
  • Italiano
  • Jawa
  • 中文
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Janggala)
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih mendetail bila perlu. (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)
Untuk kegunaan lain, lihat jenggala.
Kerajaan Janggala

1042–1135
Letak wilayah Janggala (ibukota Kahuripan) dan Panjalu (ibukota Daha) kemudian bersatu menjadi Kerajaan Panjalu/Kadiri
Letak wilayah Janggala (ibukota Kahuripan) dan Panjalu (ibukota Daha) kemudian bersatu menjadi Kerajaan Panjalu/Kadiri
Ibu kotaKahuripan
(1042 - 1135)
Bahasa yang umum digunakanJawa Kuno, Sansekerta
Agama
Hinduisme, Buddhisme, Animisme
PemerintahanMonarki
Sri/Maharaja 
• 1042 - 1052
Mapanji Garasakan
• 1052 - 1059
Alanjung Ahyes
• 1059 - ?
Samarotsaha
Era SejarahMasa kerajaan klasik muda
• Didirikan
1042
• Dibagi oleh Airlangga dari Medang Kahuripan
1042
• Ditaklukkan oleh Jayabaya dan menjadi bagian kerajaan Kadiri
1135
Mata uangKoin emas dan perak
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Kahuripan
krjKerajaan
Kadiri
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Bagian dari seri mengenai
Sejarah Indonesia
Prasejarah
Manusia Jawa 1.000.000 BP
Manusia Flores 94.000–12.000 BP
Bencana alam Toba 75.000 BP
Kebudayaan Buni 400 SM
Kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Kutai 400–1635
Kerajaan Kalingga 424–782
Tarumanagara 450–900
Kerajaan Melayu 671–1347
Sriwijaya 671–1028
Kerajaan Sunda 662–1579
Kerajaan Galuh 669–1482
Kerajaan Bima 709–1621
Mataram Kuno 716–1016
Kerajaan Bali 914–1908
Kerajaan Kahuripan 1019–1046
Kerajaan Janggala 1042–1135
Kerajaan Kadiri 1042–1222
Kerajaan Singasari 1222–1292
Majapahit 1293–1478
Kerajaan Islam
Lihat: Penyebaran Islam di Nusantara
Kesultanan Peureulak 840–1292
Kerajaan Haru 1225–1613
Kesultanan Ternate 1257–1914
Kesultanan Samudera Pasai 1267–1521
Kesultanan Bone 1300–1905
Kerajaan Kaimana 1309–1963
Kesultanan Gowa 1320–sekarang
Kesultanan Limboto 1330–1863
Kerajaan Pagaruyung 1347–1833
Kesultanan Brunei 1368–1888, sekarang Brunei
Kesultanan Gorontalo 1385–1878
Kesultanan Melaka 1405–1511
Kesultanan Sulu 1405–1851
Kesultanan Cirebon 1445–1677
Kesultanan Demak 1475–1554
Kerajaan Giri 1481–1680
Kesultanan Bolango 1482–1862
Kesultanan Aceh 1496–1903
Kerajaan Balanipa 1511–sekarang
Kesultanan Banten 1526–1813
Kesultanan Banjar 1526–sekarang
Kerajaan Kalinyamat 1527–1599
Kesultanan Johor 1528–1877
Kesultanan Pajang 1568–1586
Kesultanan Mataram 1586–1755
Kerajaan Fatagar 1600–1963
Kesultanan Jambi 1615–1904
Kesultanan Bima 1620–1958
Kesultanan Palembang 1659–1823
Kesultanan Sumbawa 1674–1958
Kesultanan Kasepuhan 1679–1815
Kesultanan Kanoman 1679–1815
Kesultanan Siak 1723–1945
Kesunanan Surakarta 1745–sekarang
Kesultanan Yogyakarta 1755–sekarang
Kesultanan Kacirebonan 1808–1815
Kesultanan Deli 1814–1946
Kesultanan Lingga 1824–1911
Negara lainnya
Lihat: Kerajaan-kerajaan Kristen di Nusantara
Kerajaan Soya 1200–sekarang
Kerajaan Bolaang Mongondow 1320–1950
Kerajaan Manado 1500–1670
Kerajaan Siau 1510–1956
Kerajaan Larantuka 1515–1962
Kerajaan Sikka
Kerajaan Tagulandang 1570–1942
Kerajaan Manganitu 1600–1944
Republik Lanfang 1777–1884
Kerajaan Lore 1903–sekarang
Kolonialisme Eropa
Portugis 1512–1850
VOC 1602–1800
Jeda kekuasaan Prancis dan Britania 1806–1815
Hindia Belanda 1800–1949
Munculnya Indonesia
Kebangkitan Nasional 1908–1942
Pendudukan Jepang 1942–1945
Revolusi Nasional 1945–1949
Republik Indonesia
Awal Kemerdekaan 1945–1949
Republik Indonesia Serikat 1949–1950
Demokrasi Liberal 1950–1959
Demokrasi Terpimpin 1959–1965
Transisi 1965–1966
Orde Baru 1966–1998
Reformasi 1998–sekarang
Menurut topik
  • Arkeologi
  • Mata uang
  • Ekonomi
  • Militer
Garis waktu
 Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s

Kerajaan Janggala atau Jenggala (bahasa Jawa: ꦏꦼꦫꦗꦄꦤ꧀ꦗꦁꦒꦭ, translit. jaṅgala) adalah sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang terdapat di Jawa Timur, Indonesia, antara tahun 1042 dan berakhir disekitar tahun 1135-an. Jenggala merupakan sisi utara Pulau Jawa, seturut Sungai Bengawan Solo, hingga muara laut. Wilayah Jenggala membentang dari pesisir utara Jawa Tengah hingga ke Timur yakni Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Mojokerto, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Madura. Janggala merupakan salah satu kerajaan hasil pembelahan yang juga didirikan Airlangga. Kerajaan ini diperintah oleh wangsa Isyana. Lokasi pusat kerajaan diperkirakan sekarang berada di wilayah Porong, Sidoarjo.[1]

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Pada isi kalimat dalam prasasti Mula Malurung terdapat frasa yang tertulis pada lempeng VI-B :

"..sira śrī harṣawijaya, parṇnaḥ pahulunan dai nira narārrya sminingrāt, inandĕlakĕn muṅgweng ratnakanaka siṅhāsana, ṅkāneŋ bhūmi jaṅgala..."

"... 4) patih ira narapati kṛtānagara. saŋ inanugrahan anusuka sīma swatantra. ṅkāneŋ bhūmi jaṅgala. makanāmaŋ harija 5) ya. saṅ apañji siṅanambat. apatih i wurawan. amaṅku kaprabhū ni raji jayakatyöŋ (73). saŋ wineh anusuka dharmma sīma swatantra. ṅkaneŋ bhūmi kaḍiri (74). ataganikaŋ wahuta rāma triṇitaṇḍa. maka saŋ jñākṛṣṇāsana (75). tlas karuhun saŋ prāṇarāja ..."

Kata Jenggala berasal dari bahasa Sanskerta jaṅgala (Sanskerta: जङ्गलcode: sa is deprecated ) yang berarti kasar dan gersang.[2][3][butuh rujukan] Meskipun kata Sanskerta itu merujuk pada tanah kering, telah dikemukakan bahwa penafsiran Inggris-India menyebabkan konotasinya menjadi "sekumpulan belukar berbelit-belit" yang lebat.[4]

Artikel utama: Hujung Galuh
Informasi lebih lanjut: Prasasti Kamalagyan

Nama Janggala juga diperkirakan berasal kata "Hujung Galuh", atau disebut "Jung-ya-lu" meskipun mungkin tidak memiliki hubungan sama sekali[butuh rujukan] berdasarkan catatan China tahun 1225, buku Zhu fan zhi yang ditulis oleh Zhao Rugua.[5] Pada masa Kerajaan Medang, dan Kahuripan, Hujung Galuh dikenal sebagai pelabuhan, kemungkinan terletak di daerah Sidoarjo hingga Surabaya, yang merupakan mura laut. Sumber otentik yang dapat dipakai sebagai dasar acuan. Yakni Prasasti Kamalagyan. Prasasti Kamalagyan adalah sebuah prasasti yang dibuat Airlangga pada tahun 1037 M.

Ratusan tahun sebelumnya, nama Hujung Galuh juga sudah disinggung sebagai muara antara Sungai Bengawan dan Laut. Sumber otentik yang dapat dipakai sebagai dasar acuan adalah Prasasti Telang (903 M) dan Prasasti Sangsang (907 M). Di kedua Prasasti tersebut, jelas disebut titik-titik kawasan penting seperti Telang, Sotasrungga, Sima Pumpunana, hingga Pagerwsi, yang merupakan wilayah peradaban sungai yang dipimpin Raja Dyah Baletung, raja yang mengeluarkan Prasasti Telang (903 M) dan Prasasti Sangsang (907 M).

Dengan berjalannya waktu, hingga Raja Airlangga membagi dua kerajaannya, sebutan daerah Hujung Galuh yang terletak di daerah aliran Sungai Bengawan meluas[butuh rujukan], mencakup wilayah Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo hingga Pasuruan, hingga bagian timur kerajaan Kahuripan, yang kemudian disebut wilayah "Jenggala", dengan menjadikan Kali Mas dan Kali Porong sebagai pintu gerbang Kerajaan pada saat itu.

Pada masa kerajaan Jenggala-Panjalu, Singhasari dan Majapahit, daerah kali porong, Sidoarjo, kembali disebut Kahuripan dan pelabuhan yang berada di Kali Mas, Surabaya, tetap bernama Hujung Galuh. Pelabuhan di daerah Surabaya ini akhirnya menjadi pelabuhan penting sejak zaman kerajaan Singhasari, Majapahit hingga Hindia Belanda.

Berdirinya kerajaan Janggala

[sunting | sunting sumber]

Pusat pemerintahan Janggala terletak di Kahuripan. Menurut prasasti Terep, kota Kahuripan (kahuripan i bhumi janggala) didirikan oleh Airlangga tahun 1032, karena pada satu tahun sebelumnya 1031, ibu kota lama yaitu "Watan Mas" (Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto) dihancurkan seorang musuh wanita, yaitu Ratu Dyah Tulodong, yang merupakan salah satu raja kerajaan Lodoyong (sekarang wilayah Tulungagung, Jawa Timur).

Pembagian kerajaan oleh Airlangga

[sunting | sunting sumber]

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya untuk putranya. Sri Samarawijaya menjadi Raja wilayah Panjalu, di sebelah barat, yang berpusat di ibukota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan menjadi Raja wilayah Janggala di sebelah timur, yang berpusat di ibukota lama, yaitu Kahuripan.

Dalam Nagarakretagama, disebutkan sebelum dibelah menjadi dua (kerajaan Janggala dan Panjalu), Airlangga telah berpindah ibukota ke Daha di wilayah Panjalu. Sebelum pembelahan kerajaan, kerajaan pimpinan Airlangga bernama Medang Kahuripan atau disebut juga Kerajaan Kahuripan.[6]

... 1. Nahan tatwanikaɳ kamal/ widita deniɳ sampradaya sthiti, mwaɳ çri pañjalunatha riɳ daha te- (122a) wekniɳ yawabhumy/ apalih, çri airlanghya sirandani ryyasihiran/ panak/ ri saɳ rwa prabhu, ...

... 1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya, Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah, Karena cinta raja Airlangga kepada dua puteranya, ...
— (Kakawin Nagarakretagama, Pupuh 68).

Menurut prasasti Turun Hyang (1044 M). Di akhir masa pemerintahannya tahun 1042 Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya, raja yang sebenarnya merupakan putri Airlangga. Nama asli dari putri tersebut dimuat dalam prasasti Cane (1021 M) sampai dengan prasasti Pasar Legi (1043 M) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi yang menjadi putri mahkota sekaligus pewaris takhta istana Kahuripan. Namun ia memilih untuk mengundurkan diri dan menjalani kehidupan suci sebagai pertapa biksuni atau pendeta wanita Buddha, di dalam cerita rakyat ia kemudian dikenal bergelar Dewi Kili Suci. Sedangkan dalam prasasti Pucangan (1041 M) memuat nama baru dan memunculkan Sri Samarawijaya sebagai putra mahkota atau rakryan mahamantri i hino dan diduga adalah putra Airlangga dan merupakan adik dari Sanggramawijaya Tunggadewi, berselang tahun kemudian berdasarkan berita pada prasasti Pamwatan (1042 M) dan Serat Calon Arang, Airlangga telah memindahkan ibu kotanya dan mendirikan kota Dahana.[6]

Menurut Lontar Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih penggantinya mengingat dirinya juga putra dari raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali untuk mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata Pangkaja sebagai raja Bali, dan Marakata selanjutnya digantikan adiknya yaitu Anak Wungsu.

Sebelum turun takhta, pada akhir November 1042, atas saran penasihat kerajaan sekaligus gurunya Mpu Bharada, Airlangga di dalam Serat Calon Arang terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, bagian barat yaitu wilayah Panjalu beribukota di Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya, kemudian wilayah bagian timur yaitu Janggala beribukota di Kahuripan diberikan kepada Mapanji Garasakan.

2. Ada pendeta Budamajana putus dalam tantra dan yoga, Diam di tengah kuburan Lemah Citra, jadi pelindung rakyat, Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan, Hyang Mpu Barada nama beliau, paham tentang tiga zaman.

3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah negara, Tapal batas negara ditandai air kendi, mancur dari langit, Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan, Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.

(Nagarakertagama, Pupuh 68)

Dalam prasasti Pamwatan yang bertanggal 20 November 1042, Airlangga masih bergelar sebagai maharaja, sedangkan di dalam keterangan prasasti Gandhakuti, tertanggal 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Maka dengan demikian, peristiwa pembagian kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut dan batas pemisah wilayah antara keduanya sesuai dalam berita prasasti Marimbong (1264 M), adalah sungai Bengawan.

Topografi sungai Bengawan di masa kini.

Prasasti Wurare yang dipahatkan di alas sandar Arca Mahaksobhya pada masa Singhasari, menceritakan tentang dua wilayah baru yang telah terbagi yang dilakukan oleh pendeta Aryya Bharad.

5-6. Yang telah membagi dataran Jawa menjadi dua bagian dengan batas luar adalah lautan, oleh sarana kendi (kumbha) dan air sucinya dari langit (vajra). Air suci yang memiliki kekuatan putus bumi dan dihadiahkan bagi kedua pangeran, menghindari permusuhan dan perselisihan – oleh karena itu kuatlah Janggala sebagaimana Jayanya Panjalu (vishaya).

(Prasasti Wurare)

Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042 M) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.

Menurut prasasti Pasar Legi, baik Airlangga maupun Sanggramawijaya masih aktif menjalankan pemerintahan, mengikuti penyebutan gelar kependetaan Airlangga yaitu Resi Aji yang juga berarti sebagai pendeta raja. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa Airlangga dan putrinya masih memegang kekuasaan tertinggi sekalipun hidupnya sudah terbagi dengan kegiatan non-duniawi.

Perkembangan kerajaan

[sunting | sunting sumber]

Perkembangan kerajaan Janggala sepeninggal raja Airlangga dipenuhi oleh perang saudara, antara Janggala melawan Panjalu. Mula-mula kemenangan berada di pihak Janggala.

Pada tahun 1044, berdasarkan Prasasti Turun Hyang, Mapanji Garasakan memenangkan pertempuran melawan Panjalu, karena para pemuka desa Turun Hyang setia membantu Janggala melawan Panjalu.

Pada tahun 1050, berdasarkan Prasasti Kambang Putih, Raja Sri Mapanji Garasakan mempertahankan istana dari pasukan Kambang Putih yang menyerang istana kerajaan Janggala. Kambang Putih (sekarang daerah Tuban) merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Panjalu.

Pada tahun 1052, berdasarkan Prasasti Malenga, Mapanji Garasakan telah mengalahkan Aji Linggajaya raja Tanjung. Aji Linggajaya ini merupakan raja bawahan Panjalu.

Pada tahun 1052, berdasarkan Prasasti Banjaran, Janggala di serang oleh musuh dari Kadiri yang berhasil menyingkirkan Mapanji Garasakan dan keluarganya keluar dari ibukota Janggala. Raja Janggala kedua, Alanjung Ahyes melarikan diri ke hutan "Marsma" untuk menyusun kekuatan, ia kemudian berhasil merebut kembali ibukota Janggala berkat bantuan para pemuka desa Banjaran.[7]

Pada tahun 1053, berdasarkan Prasasti Garaman, Mapanji Garasakan mengalahkan Aji Panjalu dari Kadiri dibantu oleh pasukan dari desa Garaman.[8]

Pada tahun 1059, berdasarkan Prasasti Sumengka, Raja ketiga Janggala, Samarotsaha, dibantu para pemuka desa Sumengka, memperbaiki saluran air peninggalan Airlangga yang dimakamkan di tirtha atau pemandian (Petirtaan Belahan).

Daftar penguasa

[sunting | sunting sumber]

Pada awal berdirinya, kerajaan Janggala merupakan pecahan dari kerajaan Medang Kahuripan yang dipimpin Airlangga raja-raja yang diketahui pernah memerintah Janggala yaitu:

Raja-raja di Bhumi Janggala

[sunting | sunting sumber]
Masa pemerintahan Nama pribadi Nama abhiseka Prasasti dan berita
Pembagian wilayah kerajaan.
1042-1052 Garasakan Śrī Mahārāja Rakai Halu Śrī Mapañji Garasakan Uttuṅgadewa
(Mapanji Garasakan)
Disebutkan di prasasti Turun Hyang II (1044), Kambang Putih (1050), Malenga (1052) dan prasasti Garaman (1053), adalah putra kandung dari raja Airlangga.
1052-1059 Alañjung Ahyês Śrī Mahārāja Mapañji Alañjung Ahyês Makoputadhanu Śrī Ajñajabharitamawakana Pasukala Nawanamaninddhita Sasatrahetajñadewati
(Alanjung Ahyes)
Disebutkan dalam prasasti Banjaran (1052).
1059-? Samarotsāha Śrī Mahārāja Rakai Halu Pu Juru Śrī Samarotsāha Karṇnakeśana Ratnaśangkha Kirttisingha Jayāntaka Uttuṅgadewa
(Samarotsaha)
Disebutkan dalam prasasti Sumengka (1059), diduga merupakan putra kandung atau menantu dari raja Airlangga.

Akhir kerajaan Janggala

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1135, menurut prasasti Ngantang, Kerajaan Janggala akhirnya ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya raja Kadiri, dengan semboyannya yang terkenal, yaitu Panjalu Jayati, atau Kadiri Menang. Sejak saat itu wilayah Janggala dipersatukan dengan Panjalu oleh Jayabhaya, dan menjadi wilayah Kerajaan Kadiri.

Janggala sebagai bawahan Majapahit

[sunting | sunting sumber]

Setelah Kadiri ditaklukkan Singhasari tahun 1222, dan selanjutnya diteruskan oleh Majapahit tahun 1293, secara otomatis Janggala pun ikut dikuasai Majapahit.

Pada zaman Majapahit nama Kahuripan lebih populer daripada Janggala, sebagaimana nama Daha lebih populer daripada Panjalu. Meskipun demikian, pada prasasti Trailokyapuri (1486), Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya raja Majapahit saat itu menyebut dirinya sebagai penguasa Wilwatiktapura Janggala Kaḍiri.

Dalam sistem pemerintahan kerajaan Majapahit terdapat istilah Bhre yang merupakan perwujudan penguasa suatu wilayah bawahan dari kerajaan Majapahit yang biasanya dijabat oleh kerabat atau saudara dari raja. Contoh wilayah-wilayah bawahan kekuasaan Bhre pada masa Kerajaan Majapahit ialah Bhre Kahuripan, Bhre Daha, Bhre Tumapel, Bhre Mataram, Bhre Matahun, Bhre Pandansalas, Bhre Wengker, Bhre Kertabhumi dan lain sebagainya.

Bhre Kahuripan

[sunting | sunting sumber]
  1. Tribhuwana Wijayatunggadewi 1309-1328, 1350-1375 Pararaton.27:18,19; 29:32 negarakertagama.2:2
  2. Hayam Wuruk 1334-1350 Prasasti Tribhuwana
  3. Wikramawardhana 1375-1389 Suma Oriental(?)
  4. Surawardhani 1389-1400 Pararaton.29:23,26; 30:37
  5. Ratnapangkaja 1400-1446 Pararaton .30:5,6; 31:35
  6. Rajasawardhana 1447-1451 Pararaton.32:11; Prasasti Waringin Pitu
  7. Samarawijaya 1451-1478 Pararaton .32:23

Situs budaya Janggala

[sunting | sunting sumber]

Situs bangunan

[sunting | sunting sumber]
  • Candi Prada, Dusun Reno Pencil, Kabupaten Sidoarjo. (Candi Prada berada di dusun Reno Pencil kabupaten Sidoarjo, namun sayang sekali candi tersebut telah dirusak oleh penduduk di tahun 1965. Sangat disayangkan peninggalan candi Prada ini sudah tidak ada karena rusak)
  • Situs tumpukan batu bata, Urang Agung, Kabupaten Sidoarjo. (situs bersejarah di area persawahan desa Urang Agung, Sidoarjo yang di duga peninggalan kerajaan jenggala. Situs bersejarah yang ditemukan berupa tumpukan batu bata yang menyerupai tangga dengan luas sekitar 4 m2. Situs bersejarah peninggalan kerajaan jenggala tersebut pertamakali ditemukan oleh salah seorang penduduk desa di area sawah saat sedang menggali)
  • Situs sumur kuno, Pepe Tambak, Kabupaten Sidoarjo.

Prasasti

[sunting | sunting sumber]
  • Prasasti Turun Hyang (1044 M), di daerah Kemlagi, Mojokerto.
  • Prasasti Kambang Putih (1050 M), di daerah Kabupaten Tuban.
  • Prasasti Malenga (1052 M), di daerah Banjararum, Rengel, Tuban.
  • Prasasti Banjaran (1052 M). diperkirakan dari Kabupaten Tuban
  • Prasasti Garaman (1053 M), Babat, Lamongan.
  • Prasasti Sumengka (31 Maret 1059 M), Diperkirakan dari Sumengko, Jatirejo, Mojokerto.

Peninggalan kerajaan Jenggala memang sangat terbatas, malah hampir tidak dikenali. Dengan terbatasnya peninggalan dari kerajaan jenggala, informasi mengenai kerajaan ini pun masih belum bisa menyeluruh.

Janggala dalam karya sastra

[sunting | sunting sumber]

Menurut kakawin Smaradahana, raja Kadiri yang bernama Sri Kameswara, yang memerintah sekitar tahun 1182-1194, memiliki permaisuri seorang putri dari Janggala bernama Sri Kirana.

Adanya Kerajaan Janggala juga muncul dalam kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365.

Kemudian muncul pula dalam naskah-naskah sastra yang berkembang pada zaman kesultanan Islam di Jawa, misalnya Babad Tanah Jawi dan Serat Pranitiradya. Dalam naskah-naskah tersebut, raja pertama Janggala bernama Lembu Amiluhur, putra Resi Gentayu alias Airlangga. Lembu Amiluhur ini juga bergelar Jayanegara. Ia digantikan putranya yang bernama Panji Asmarabangun, yang bergelar Prabu Suryawisesa.

Panji Asmarabangun inilah yang sangat terkenal dalam kisah-kisah Panji. Istrinya bernama Galuh Candrakirana dari Kadiri. Dalam pementasan Ketoprak, tokoh Panji setelah menjadi raja Janggala juga sering disebut Sri Kameswara. Hal ini jelas berlawanan dengan berita dalam kitab Smaradahana yang menyebut Sri Kameswara adalah raja Kadiri, dan Kirana adalah putri dari Janggala.

Selanjutnya, Panji Asmarabangun digantikan putranya yang bernama Kuda Laleyan, bergelar Prabu Surya Amiluhur. Baru dua tahun bertakhta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya Amiluhur terpaksa pindah ke barat mendirikan Kerajaan Pajajaran.

Tokoh Surya Amiluhur inilah yang kemudian menurunkan Jaka Sesuruh, pendiri Majapahit versi dongeng. Itulah sedikit kisah tentang Kerajaan Janggala versi babad dan serat yang kebenarannya sulit dibuktikan dengan fakta sejarah.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
  • Babad Tanah Jawi. 2007. (terj.). Yogyakarta: Narasi
  • Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Prasasti Sukun Malang

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • l
  • b
  • s
Kerajaan di Jawa
Sebelum 600 M
(Hindu-Buddha pra-Mataram)
  • Tarumanagara
  • Kalingga
  • Sunda
600–1500 (Hindu-Buddha)
  • Mataram Kuno
    • Syailendra
    • Isyana
  • Kanjuruhan
  • Kahuripan
  • Janggala
  • Kadiri
  • Singasari
  • Majapahit
  • Blambangan
1500–sekarang (Islam)
  • Banten
  • Demak
  • Cirebon
    • Kasepuhan
    • Kanoman
    • Kacirebonan
  • Muara Beres
  • Sumedang Larang
  • Kalinyamat
  • Pajang
  • Mataram Islam
    • Surakarta
    • Yogyakarta
    • Mangkunagaran
    • Pakualaman
  1. ^ https://www.britannica.com/place/Janggala
  2. ^ "Meaning of jungle in English". Lexico. Oxford University Press/Dictionary.com. 2020. Diarsipkan dari asli tanggal 11 Juni 2020. Diakses tanggal 11 Juni 2020. Origin: Late 18th century from Sanskrit jāṅgala 'rough and arid (terrain)'.
  3. ^ "Home : Oxford English Dictionary". www.oed.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 1-4-2019. (perlu berlangganan)
  4. ^ Francis Zimmermann (1999). The jungle and the aroma of meats: an ecological theme in Hindu medicine. Volume 4. Motilal Banarsidass. ISBN 81-208-1618-8.
  5. ^ F. Hirth and W.W. Rockhill, Chau Ju-kua, St Petersburg, 1911
  6. ^ a b Wignjosoebroto, Wiranto. MENCARI JEJAK KAHURIPAN; Kerajaan Hindu Tertua dan Terlama di Tanah Jawa. Penerbit K-Media. ISBN 978-602-6287-19-9.
  7. ^ "Jayati Seni ing Tlatah Jenggala | beritajatim.com". beritajatim.com (dalam bahasa American English). 2021-04-09. Diakses tanggal 2021-12-29.
  8. ^ http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20156408.pdf
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Janggala&oldid=27886740"
Kategori:
  • Articles containing Sanskerta-language text
  • Pages using Lang-xx templates
  • Kerajaan Janggala
  • Kerajaan di Nusantara
  • Kerajaan di Jawa
  • Kerajaan di Jawa Timur
Kategori tersembunyi:
  • Galat CS1: tanggal
  • CS1 sumber berbahasa Inggris (en)
  • Halaman yang mengandung pranala ke konten yang hanya dapat diakses dengan berlangganan
  • CS1 sumber berbahasa American English (en-us)
  • Artikel yang perlu diberikan catatan kaki sebaris
  • Artikel mengandung bahasa Jawa
  • Lang and lang-xx using deprecated ISO 639 codes
  • Semua artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan
  • Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan Juni 2020
  • Articles with hatnote templates targeting a nonexistent page
  • Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan

Best Rank
More Recommended Articles