More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Gandrung Banyuwangi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gandrung Banyuwangi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gandrung Banyuwangi

  • Basa Bali
  • বাংলা
  • English
  • Jawa
  • Bahasa Melayu
  • Simple English
  • Tagalog
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tari Gandrung)
Gandrung
Gandrung
Instrumen
  • Kempul
  • gong
  • kluncing
  • biola
  • kendang
  • kethuk
AsalKabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia

Gandrung Banyuwangi adalah salah satu jenis tarian tradisional yang berasal dari Banyuwangi. Kesenian ini merupakan kebudayaan masyarakat Osing dan menjadi wujud dari rasa syukur atas hasil panen pertanian.[1]

Asal istilah

[sunting | sunting sumber]

Kata "gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Banyuwangi yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Banyuwangi.[2]

Pertunjukan Gandrung Banyuwangi

[sunting | sunting sumber]

Tarian Gandrung Banyuwangi pada awalnya dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat pasca dilakukannya panen.[2] Kesenian ini masih satu genre dengan Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).

Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas yaitu Gamelan Banyuwangian (Banyuwangen). Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju"[3]

Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan Gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki sebagai Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya, baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Biasanya, pertunjukan gandrung dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

Sejarah

[sunting | sunting sumber]
Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tahun 1910-1930)

Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan “Tirtagondo” (Tirta Arum) untuk membangun ibu kota Blambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa bupati pertama Banyuwangi, Mas Alit yang dilantik pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulu Pangpang.

Awalnya Gandrung ditarikan oleh kalang Pria saja, Yakni Gandrung Druning dengan seorang muridnya Marsan yang merupakan seorang pemuda desa Cungking, namun setelah kelahiran anak-anak Midin dan Raminah yang kebanyakan Perempuan, mulailah Gandrung ditarikan oleh Perempuan, diantaranya Semi yang kemudian dikenal dengan Gandrung Semi.[4]

Gandrung Marsan

[sunting | sunting sumber]

Gandrung Marsan atau disebut dengan gandrung Lanang yang penarinya Pria, Mengenai asal dari kesenian gandrung, Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut:

"Asalnya lelaki jejaka bernama Marsan itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).

Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki bernama Marsan (penari gandrung pertama dari sumber tertulis), yang membawa peralatan musik kendang dan beberapa rebana Kompang. Mereka setiap hari berkeliling mendatangi rakyat Belambangan yang tercerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan.

Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Sebenarnya yang tampak sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah usai. Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Blambangan.

Gandrung Semi

[sunting | sunting sumber]

Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, Semi seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895 dari pasangan Midin dan Raminah. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, tetapi Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.

Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.

Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.[5]

Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, tetapi sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

Tata Busana Penari

[sunting | sunting sumber]
Penari Gandrung di Lombok, 1922.

Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Kerajaaan Blambangan yang tampak.

Bagian Tubuh

[sunting | sunting sumber]

Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

Bagian Kepala

[sunting | sunting sumber]

Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut dengan omprog, yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

Bagian Bawah

[sunting | sunting sumber]

Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, tetapi semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

Lain-lain

[sunting | sunting sumber]

Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.

Musik Pengiring

[sunting | sunting sumber]

Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing.

Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.

Tahapan-Tahapan Pertunjukan

[sunting | sunting sumber]
Mahasiswi UNS menari tarian jejer

Pertunjukan Gandrung yang asli terbagi atas tiga bagian:

  • jejer
  • maju atau ngibing
  • seblang subuh

Jejer

[sunting | sunting sumber]

Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.

Maju

[sunting | sunting sumber]

Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu.

Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

Seblang subuh

[sunting | sunting sumber]

Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.

Jenis gandrung

[sunting | sunting sumber]

Gandrung dibagi menjadi beberapa tarian antara lain:

  1. Jejer gandrung
  2. Paju gandrung
  3. Seblang subuh
  4. Seblang lukinto
  5. Gandrung dor
  6. Gandrung marsan
  7. Gama gandrung
  8. Jaripah

Beberapa pembagian tersebut dibagi berdasarkan tahap pertunjukan, musik, maupun yang bersifat dramatikal dan mistis.

Ketika babak Seblang-seblang dipentaskan dan diiringi gending Seblang Lukinto, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan Sondreng-sondreng, banyak orang tua yang menyaksikan tidak dapat menahan tangis karena lagu-lagu tersebut mampu membangkitkan ingatan atau kenangan tentang masa lalu suku Using yang kelam ketika menghadapi Belanda.[6]

Seblang lukinto

[sunting | sunting sumber]

Syair-syair dalam seblang lukinto merupakan deskripsi waktu menjelang fajar yang disampaikan dengan menggunakan tanda alam cahaya merah di timur dan suara ayam berkokok.

Perkembangan terakhir

[sunting | sunting sumber]

Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.

Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian Blambangan meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas Using yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat Using.[7]

Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.[8]

Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata Banyuwangi yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai sudut kota dan desa. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memprakarsai promosi gandrung untuk dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya, Jakarta, Hongkong, dan beberapa kota di Amerika Serikat.[9]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Tari Gandrung, Khas Banyuwangi Jawa Timur Wujud Rasa Syukur". Liputan6. 3 Juni 2021. Diakses tanggal 21 April 2025.
  2. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2010-08-28. Diakses tanggal 2010-04-21.
  3. ^ Novi Anoegrajekti. "Penari Gandrung: Kontrol Agama, Masyarakat dan Kekuatan Pasar" dalam Merayakan Keberagaman, Jurnal Perempuan, Vol.54 tahun 2007. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal.51
  4. ^ Jatim, Dikbangkes (2011)). BENDE No 88. Jawa Timur: Majalah BENDE. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  5. ^ Antara lain, J.Scholte, Gandroeng van Banjoewangie, 1927; Paul A.Wolbers, Maintaining Using Identity, 1992, hal.89; "The Seblang and its music..." dalam "Performance in Java and Bali, 1993, hal.36; Fatrah Abal, "Seblang Lukento", makalah tidak diterbitkan, 2001; dan Hasnan Singodimayan, dkk., "Gandrung Banyuwangi", Banyuwangi: Dewan Kesenian Blambangan, 2003.
  6. ^ Anoegrajekti, Novi (2010). "Pada Nonton dan Seblang Lukinto: Membaca Lokalitas dalam Keindonesiaan". Kajian Linguistik dan Sastra 22, no. 2: 171-185.
  7. ^ Lihat Singodimayan, dkk. Opcit., hal.60
  8. ^ Richard Schechner. 1985. Between Theatre and Anthropology. Phyladelphia: University of Pennsylvania Press, hal.125-126
  9. ^ http://www.budpar.go.id/page.php?ic=543&id=151[pranala nonaktif permanen]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  • Seni budaya Banyuwangi
  • Meras Gandrung
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Gandrung Banyuwangi.
  • l
  • b
  • s
Topik Banyuwangi
Bupati: Ipuk Fiestiandani — Wakil Bupati: Mujiono
Politik & Pemerintahan
Eksekutif
Bupati Banyuwangi • Wakil Bupati Banyuwangi
Legislatif
DPRD Banyuwangi
Lambang Kabupaten Banyuwangi
Sejarah
Pra kemerdekaan
Kerajaan Blambangan  • Wong Agung Wilis  • Perang Bayu  • Pangeran Jagapati  • Tawangalun  • Pangeran Danureja  • Sayu Wiwit
Pasca kemerdekaan
Pembantaian Banyuwangi 1998  • Tsunami Banyuwangi 1994
Lokasi terkenal dan Wisata
Wisata Sejarah dan Religi
Pendapa Sabha Swagata Blambangan  • Asrama Inggrisan  • Masjid Agung Baiturrahman Banyuwangi  • Gua Maria  • Tempat Ibadah Tri Dharma Hoo Tong Bio
Wisata Kota
Taman Blambangan  • Taman Sri Tanjung
Pantai dan Laut
Pantai Wedi Ireng  • Pantai Muara Mbaduk  • Pantai Sukamade  • Bangsring Under Water  • Pantai Cemara  • Pantai Lampon  • Pantai Parangkursi  • Pantai Plengkung  • Pulau Merah  • Teluk Hijau  • Pantai Rajegwesi  • Pantai Boom  • Pulau Tabuhan  • Pantai Grajagan  • Pantai Watudodol  • Pantai Cacalan  • Pantai Mustika  • Pantai Muncar  • Pantai Trianggulasi  • Pulau Santen  • Pantai Blimbingsari  • Pantai Pancur  • Blok Bedul
Gunung
Kawah Ijen  • Gunung Raung
Air Terjun dan Pemandian
Kampung Anyar  • Lider  • Tirto Kemanten  • Kali Selogiri  • Selendang Arum  • Kalibendo  • Telunjuk Raung  • Pemandian Tamansuruh  • Desa Wisata Osing  • Umbul Pule  • Umbul Bening
Agrowisata
Agrowisata Kaliklatak  • Agrowisata Kendenglembu  • Agrowisata Malangsari  • Agrowisata Bayu Lor  • Agrowisata Kalitlepak
Transportasi
Darat
Terminal Brawijaya  • Terminal Jajag  • Terminal Muncar  • Terminal Sritanjung  • Stasiun Ketapang (Banyuwangi)  • Stasiun Argopuro  • Stasiun Banyuwangi Kota  • Stasiun Rogojampi  • Stasiun Singojuruh  • Stasiun Temuguruh  • Stasiun Kalisetail  • Stasiun Sumberwadung  • Stasiun Glenmore  • Stasiun Kalibaru  • Kereta di bawah operasional Daop 9 KAI region Banyuwangi: Mutiara Timur  • Wijaya Kusuma  • Pandanwangi  • Probowangi  • Sri Tanjung  • Tawang Alun
Laut
Pelabuhan Ketapang  • Pelabuhan Tanjung Wangi  • Pelabuhan Marina Boom  • Pelabuhan Muncar
Udara
Bandara Internasional Banyuwangi
Seni & Budaya
Bahasa dan Kesusastraan
Bahasa Osing  • Mocoan Lontar
Drama dan Tarian
Tari Gandrung  • Seblang
Upacara Adat
Gredoan  • Puter Kayun  • Ider Bumi  • Endhog-endhogan  • Kebo-Keboan  • Mantu Kucing
Banyuwangi Festival
Banyuwangi Ethno Carnival  • Tour de Ijen  • Banyuwangi Jazz Festival  • Festival Kuwung  • Gandrung Sewu
Kuliner
Makanan
Sego Tempong  • Sego Cawuk  • Rujak Soto  • Pecel Pithik  • Kesrut  • Pecel Rawon  • Pindang Koyong
Minuman
Kopi lanang  • Kopi duren  • Kopi uthek
Jajanan
Jenang bedhil  • Kethot  • Lanun  • Kontol kambing
Ikon rintisan

Artikel bertopik tarian di Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s
  • l
  • b
  • s
Tarian Indonesia
Sumatra
Aceh
  • Laweut
  • Likok Pulo
  • Pho
  • Rabbani Wahed
  • Ranup lam Puan
  • Geleng
  • Rateb Meuseukat
  • Ratoh Duek
  • Rencong
  • Seudati
  • Tarek Pukat
Alas-Kluet
  • Landok Sampot
  • Landok Alun
  • Mesekat
  • Tari Pelabat
Batak
  • Karo
    • Gundala-Gundala
    • Guro-Guro Aron
    • Ndikkar
    • Piso Surit
  • Mandailing
    • Endeng-endeng
    • Sarama Datu
  • Toba
    • Tortor
Gayo
  • Bines
  • Didong
  • Guel
  • Munalu
  • Resam Berume
  • Saman
  • Sining
  • Turun Ku Aih Aunen
Kerinci
  • Aseik
  • Iyo-Iyo
  • Ngagah Harimau
  • Rentak Kudo
  • Tauh
Lampung
  • Batin
  • Bedana
  • Cangget
Melayu
  • Persembahan
  • Zapin
  • Jambi
    • Mengaup
    • Sekapur Sirih
    • Selampit Delapan
  • Kepulauan Riau
    • Inai
Mentawai
  • Turuk
    • Laggai
    • Pokpok
    • Uliat Bilou
    • Uliat Manyang
Minangkabau
  • Indang
  • Pasambahan
  • Payung
  • Piring
Nias
  • Bölihae
  • Fahimba
  • Famanu-manu
  • Fanari Moyo
  • Fatele
  • Hiwö
  • Maena
  • Maluaya
  • Manaho
  • Mogaele
Palembang
  • Gending Sriwijaya
  • Tanggai
  • Erai-Erai
  • Setudung Sedulang
  • Sambut Silampari
  • Kebagh
  • Tepak Keraton
Rejang, Kaur,
Mukomuko,
dan Serawai
  • Andun
  • Bidadari Teminang Anak
  • Bubu
  • Ganau
  • Gandai
  • Kejei
  • Lanan Belek
  • Napa
  • Penyambutan
  • Putri Gading Cempaka
  • Pukek
  • Tabot
  • Tombak Kerbau
Singkil
  • Dampeng
Tamiang
  • Ula-ula Lembing
Jawa
Bantenan
  • Bendrong Lesung
  • Rudat Banten
Betawi
  • Cokek
  • Nandak Ganjen
  • Ondel-ondel
  • Topeng tunggal
  • Yapong
Cirebon-Indramayu
  • Sintren
  • Topeng Cirebon
  • Topeng Klana Udeng
Jawa
  • Kuda lumping
  • Wayang orang
  • Jawa Tengahan
    • Bambangan Cakil
    • Bedaya
      • Ketawang
    • Bondan
    • Dolalak
    • Ebeg
    • Emprak
    • Gambang Semarang
    • Gambyong
    • Golek Lambangsari
    • Kridhajati
    • Srimpi
    • Topeng Lengger
    • Tayub
  • Yogyakarta
    • Aji Saka
    • Angguk
    • Badui
    • Bedaya
      • Angron Sekar
      • Bontit
      • Kuwung-Kuwung
      • Sapta
      • Tejanata Paku Alam
    • Beksan
      • Etheng
      • Golek Menak
      • Guntur Segara
      • Jebeng
      • Kuda Gadhingan
      • Trunajaya
    • Dadung Awuk
    • Golek Ayun-Ayun
    • Khuntulan
    • Montro
    • Peksi Moi
    • Srimpi
      • Pandhelori
      • Ranggajanur
  • Jawa Timuran
    • Gandrung Banyuwangi
    • Jaran kencak
    • Jaranan Dor
    • Jathil
    • Kethek ogleng
    • Klana Topeng
      • Cirebon
      • Madura
      • Malang
      • Surakarta
      • Yogyakarta
    • Reog
    • Remo
Madura
  • Blandaran
  • Muang Sangkal
Sunda
  • Buyung
  • Jaipongan
  • Ketuk Tilu
  • Merak
  • Ronggeng Gunung
Kalimantan
Banjar
  • Baksa Kembang
  • Banjar
  • Jepen
  • Radap Rahayu
Bulungan
  • Jugit Demaring
Dayak
  • Bahin
  • Burung enggang
  • Gantar
  • Gong
  • Hudoq
  • Giring-Giring
  • Kayau
  • Kanjar
  • Magunatip
  • Manasai
  • Muji bakul
  • Pedang
  • Silo Laut Danum
Melayu Kalimantan
  • Japin Sigam
Kutai Kartanegara
  • Ganjur
Paser
  • Ratu Balu
Tidung
  • Ambi
  • Bangun
  • Jepin Kinsat Suara Siam
  • Liaban
Nusa Tenggara
Alor
  • Lego-Lego
Bali
  • Baris
  • Barong Bali
  • Cendrawasih
  • Condong
  • Janger
  • Joged Bumbung
  • Kebyar duduk
  • Kecak
  • Legong
  • Pendet
  • Rejang
  • Topeng Pajegan
  • Sanghyang
Bima dan Sumbawa
  • Bajang Girang
  • Lenggo
  • Nganga
  • Nguri
  • Wura Bungi Monca
Flores
  • Caci
  • Gawe Au
  • Ja'i
  • Pado'a
Sasak
  • Oncer
  • Pakon
  • Peresean
  • Sireh
  • Tandang Mendet
Sumba
  • Kabokang
  • Kandingang
  • Ningguharama
  • Kataga
  • Woleka
Timor
  • Cerana
  • Likurai
Sulawesi
Bugis, Makassar,
Bone, dan Luwu
  • Alusu
  • Kipas Pakarena
  • Pakarena
  • Salonreng
Buton, Muna, dan Wakatobi
  • Ando-Ando
  • Balumpa
  • Basalonde
  • Lariangi
  • Linda
  • Lumense
  • Malulo
  • Mondotambe
Gorontalo
  • Dana–dana
  • Elengge
  • Langga
  • Mopohuloo/Modepito
  • Sabe
  • Saronde
  • Tanam Padi
  • Tidi Lo Malu
  • Tulude
Mandar
  • Pallake
  • Tuqduq
Minahasa
  • Cakalele
  • Katrili
  • Lenso
  • Maengket
Bolaang dan Mongondow
  • Dangisa
  • Kabela
  • Tuitan
Padoe
  • Moriringgo
Bare'e, Pamona, dan Kaili
  • Dero
  • Modero
  • Moraego
  • Pamonte
  • Torompio
Sangihe, Talaud,
dan Siau Tagulandong
Biaro
  • Alabadiri
  • Gunde
  • Mesalai
  • Ransansahabe
  • Tari Salo
  • Upase
Toraja
  • Pa'gellu
Kepulauan Maluku dan Papua
Arfak
  • Tumbu Tanah
Asmat
  • Det Pok Mbui
Biak
  • Fayaryer Rak Wadwa Biak
  • Yosim Pancar
Dani
  • Selamat Datang
Fakfak
  • Aniri
Isirawa
  • Karamo
Mimika (Kamoro)
  • Salawaku
Kep. Maluku Tengah dan Selatan
  • Dansa Tali
  • Ehe lawn
  • Horlapep
  • Katreji
  • Lenso
  • Maku-Maku
  • Poco-poco
  • Saureka Reka
  • Sahu Reka-Reka
Kep. Maluku Utara
  • Bon Mayo
  • Dengedenge
  • Gala
  • Gumatere
  • Kene-Kene
  • Lala
  • Legu Sahu
  • Salai Jin
  • Sara Dabi-Dabi
  • Sara Re Selo
  • Soya-Soya
  • Tide-tide
  • Togal
Moi
  • Aluyen
  • Sajojo
  • Wutukala
Sentani
  • Awaijale Rilejale
Serui dan Waropen
  • Afaitaneng
  • Pulale
  • Soanggi
Lain-lain
India-Indonesia
  • Dangdut
  • Sendratari Ramayana
Arab-Indonesia
  • Tarian Sufi
  • Zapin Arab
Tionghoa-Indonesia
  • Barongsai
  • Liong
Eropa-Indonesia
  • Katreji
  • Katrili
Kategori
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gandrung_Banyuwangi&oldid=27397656"
Kategori:
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Maret 2021
  • Tari di Indonesia
  • Tarian dari Jawa Timur
  • Tarian dari Banyuwangi
Kategori tersembunyi:
  • Galat CS1: parameter tidak didukung
  • Galat CS1: tanggal
  • Pemeliharaan CS1: Status URL
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan paramater tanggal tidak valid pada templat
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen
  • Pranala kategori Commons ada di Wikidata
  • Semua artikel rintisan
  • Semua artikel rintisan selain dari biografi
  • Rintisan bertopik tarian di Indonesia
  • Semua artikel rintisan Juni 2025

Best Rank
More Recommended Articles