More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Tanpa atma - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tanpa atma - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tanpa atma

  • العربية
  • Bikol Central
  • Български
  • বাংলা
  • བོད་ཡིག
  • Čeština
  • Dansk
  • Deutsch
  • Ελληνικά
  • English
  • Esperanto
  • Español
  • Eesti
  • فارسی
  • Suomi
  • Français
  • עברית
  • हिन्दी
  • Magyar
  • Italiano
  • 日本語
  • 한국어
  • Lietuvių
  • मराठी
  • မြန်မာဘာသာ
  • Norsk bokmål
  • Kapampangan
  • Polski
  • Português
  • Русский
  • Srpskohrvatski / српскохрватски
  • සිංහල
  • Slovenščina
  • Српски / srpski
  • Svenska
  • ไทย
  • Türkçe
  • Українська
  • اردو
  • Tiếng Việt
  • 中文
  • 粵語
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Untuk konsep tentang atma dalam agama Hindu, lihat Atman.
Bagian dari seri tentang
Buddhisme
  • Istilah
  • Indeks
  • Garis besar
  • Sejarah
  • Penyebaran
  • Garis waktu
  • Sidang Buddhis
  • Jalur Sutra
  • Anak benua India
Buddhisme awal
  • Prasektarian
  • Aliran awal
    • Mahāsāṁghika
    • Sthaviravāda
  • Kitab awal
    • Nikāya
    • Āgama
Benua
  • Asia Tenggara
  • Asia Timur
  • Asia Tengah
  • Timur Tengah
  • Dunia Barat
  • Australia
  • Oseania
  • Amerika
  • Eropa
  • Afrika
Populasi signifikan
  • Tiongkok
  • Thailand
  • Jepang
  • Myanmar
  • Sri Lanka
  • Vietnam
  • Kamboja
  • Korea
  • Taiwan
  • India
  • Malaysia
  • Laos
  • Indonesia
  • Amerika Serikat
  • Singapura
  • Aliran
  • Tradisi
  • Konsensus pemersatu
Arus utama
  • Theravāda
  • Mahāyāna
  • Vajrayāna
Sinkretis
  • Buddhayana
  • Tridharma
  • Aliran Maitreya
    • Yīguàndào
    • Mílè Dàdào
  • Siwa-Buddha
  • Tripitaka
  • Kitab
Theravāda
  • Tripitaka Pali
  • Komentar
  • Subkomentar
  • Paritta
  • Sastra Pali
Mahāyāna–Vajrayāna
  • Sutra Mahāyāna
  • Tripitaka Tionghoa
    • Tripitaka Taishō
  • Tripitaka Tibet
    • Kangyur
    • Tengyur
  • Dhāraṇī
  • Buddha
  • Bodhisatwa
  • Buddha masa ini:
  • Gotama
  • Mukjizat
  • Klan
  • Keluarga
    • Śuddhodana
    • Māyā
    • Pajāpatī Gotamī
    • Yasodharā
    • Rāhula
  • 4 tempat suci utama:
  • Lumbinī
  • Buddhagayā
  • Isipatana
  • Kusinārā
  • Buddha masa lampau:
  • Kassapa
  • Koṇāgamana
  • Kakusandha
  • Vessabhū
  • Sikhī
  • Vipassī
  • dll.
  • Dīpaṅkara
  • Buddha masa depan:
  • Metteyya
  • Bawahan:
  • Dewa
  • Brahma
Mahāyāna–Vajrayāna
  • Buddha terkenal:
  • Lima Buddha Kebijaksanaan
    • Amitābha
    • Vairocana
    • Akṣobhya
    • Ratnasaṁbhava
    • Amoghasiddhi
  • Padmasaṁbhava
  • Bhaiṣajyaguru
  • Bodhisatwa terkenal:
  • Daftar Bodhisatwa
  • Mañjuśrī
  • Kṣitigarbha
  • Avalokiteśvara
    • Kwan Im
  • Samantabhadra
  • Vajrapāṇi
  • Dhamma
  • Ajaran
Keyakinan
  • Ketuhanan
  • Hukum Alam
  • Pandangan
  • Kesesatan
  • Kebenaran Mulia
  • Jalan Mulia
  • Perlindungan
  • Pancasila
  • Karma
    • Kehendak
  • Punarbawa
  • Alam Kehidupan
  • Samsara
  • Māra
  • Pencerahan
  • Nirwana
Tiga corak
  • Ketidakkekalan
  • Penderitaan
  • Tanpa atma
Gugusan
  • Rupa
  • Kesadaran
  • Persepsi
  • Perasaan
  • Saṅkhāra
  • Nāmarūpa
  • Unsur
  • Landasan indra
  • Kontak indra
  • Kemunculan Bersebab
Faktor mental
  • Malu
  • Takut
  • Pengotor batin
  • Noda batin
  • Belenggu
  • Rintangan
  • Kekuatan
  • Hasrat
  • Nafsu (Keserakahan)
  • Kebencian
  • Delusi
    • Ketidaktahuan
  • Kemelekatan
  • Kewawasan
  • Bodhipakkhiyā
  • dll.
Meditasi
  • Ānāpānasati
  • Anussati
    • Maraṇasati
  • Brahmawihara
    • Cinta kasih
    • Belas kasih
    • Simpati
    • Ketenangan
    • Keseimbangan batin
  • Paṭikūlamanasikāra
  • Kammaṭṭhāna
  • Satipaṭṭhāna
  • Sampajañña
  • Samatha-vipassanā
  • Abhiññā
Bakti
  • Puja
  • Pelimpahan jasa
  • Namaskara
  • Pradaksina
  • Pindapata
  • Ziarah
Praktik lainnya
  • Kebajikan
  • Paramita
  • Dana
  • Sila
  • Pelepasan
  • Kebijaksanaan
  • Usaha
  • Kesabaran
  • Kebenaran
  • Tekad
  • Astasila
  • Fangseng
  • Sādhu
  • Sangha
  • Majelis
  • Vinaya
  • Pabbajjā
  • Upasampadā
Jenis penganut
  • Sāvaka
  • Upasaka-upasika
  • Kappiya
  • Pandita
  • Aṭṭhasīlanī
  • Sayalay
  • Samanera-samaneri
  • Biksu
  • Biksuni
  • Kalyāṇamitta
  • Saṅgharāja
Murid penting
  • Upasaka:
  • Tapussa dan Bhallika
  • Anāthapiṇḍika
  • Citta
  • Hatthaka
  • Upasika:
  • Khujjuttarā
  • Veḷukaṇḍakiyā
  • Visākhā
  • Biksu:
  • Sāriputta
  • Moggallāna
  • Mahākassapa
  • Ānanda
  • 10 murid utama
  • Biksuni:
  • Pajāpatī Gotamī
  • Khemā
  • Uppalavaṇṇā
4 tingkat kemuliaan
  • Sotapana
  • Sakadagami
  • Anagami
  • Arahat
Tempat ibadah
  • Wihara
    • Wat
    • Kyaung
  • Sima
  • Kuti
  • Cetiya
    • Stupa
    • Pagoda
    • Candi
  • Hari raya
  • Peringatan
  • Utama:
  • Magha
  • Waisak
  • Asalha
  • Kathina
  • Lainnya:
  • Hari Abhidhamma
  • Uposatha
  • Budaya
  • Masyarakat
Produk
  • Arsitektur
  • Atomisme
  • Bendera
  • Buddhisme Terjun Aktif
  • Darmacakra
  • Ekonomi
  • Filsafat
  • Helenistik
  • Hidangan
  • Humanisme
  • Kalender
  • Modernisme
  • Musik
  • Navayāna
  • Relik
  • Rupang
  • Seni rupa
Hubungan dengan …
  • Agama timur
  • Baháʼí
  • Dunia Romawi
  • Filsafat Barat
  • Gnostisisme
  • Hinduisme
  • Jainisme
  • Kekristenan
    • Pengaruh
    • Perbandingan
  • Penindasan
  • Yahudi
Pandangan tentang …
  • Aborsi
  • Anikonisme
  • Bunuh diri
  • Demokrasi
  • Ilmu pengetahuan
  • Kasta
  • Kecerdasan buatan
  • Kekerasan
  • Masturbasi
  • Orientasi seksual
  • Perempuan
  • Psikologi
  • Seksualitas
  • Sekularisme
  • Sosialisme
  • Teosofi
  • Vegetarianisme
  •  Portal Buddhisme
  • l
  • b
  • s

Tanpa atma atau bukan atma (Pali: anatta; Sanskerta: अनात्मन्, anātman), juga dikenal sebagai tanpa inti,[1][2] tanpa roh,[3][4] bukan roh,[5] tanpa arwah,[6] tanpa diri,[7] bukan diri,[8][9] tanpa Aku,[10][11] dan bukan Aku,[12] adalah suatu konsep dalam Buddhisme yang menyatakan bahwa tidak ada atma, roh, diri, atau esensi yang kekal dan tidak berubah yang dapat ditemukan dalam fenomena apa pun.[note 1]

Tanpa-atma merupakan satu dari trilaksana (tiga karakteristik keberadaan), dua yang lainnya adalah penderitaan (dukkha) dan ketidakkekalan (anicca).[13]

Meski sering diartikan sebagai ajaran yang menyangkal keberadaan atma, tanpa-atma juga bisa digambarkan sebagai strategi untuk mencapai lenyapnya kemelekatan dengan menyadari ketidakkekalan atas segala sesuatu, dengan tetap tidak menyimpulkan keberadaan hakikat yang tidak berubah.[14][15][16] Sebaliknya, aliran dominan Hindu menegaskan keberadaan Atma sebagai kesadaran murni atau kesadaran saksi,[17][18][19][note 2] "mewujudkan kesadaran sebagai diri yang abadi."[20]

Etimologi dan nomenklatur

[sunting | sunting sumber]

Anatta adalah kata gabungan dalam bahasa Pali yang terdiri dari kata "an-" (bukan) dan "atta" (hakikat/esensi yang ada dengan sendirinya).[21] Istilah ini mengacu pada konsep inti Buddhisme bahwa tidak ada fenomena yang memiliki "Diri" atau esensi yang permanen dan tidak berubah.[14] Anatta merupakan satu dari tiga ciri semua keberadaan, bersama dengan dukkha (penderitaan, ketidakpuasan) dan anicca (ketidakkekalan).[21]

Anatta (bahasa Pali) merupakan sinonim dari Anātman (an + ātman) dalam kitab-kitab Buddhis berbahasa Sanskerta.[22] Dalam beberapa kepustakaan Pali, ātman dalam kitab-kitab Weda juga disebut dengan istilah Attan, dengan pengertian "jiwa, roh" (soul).[21] Penggunaan alternatif dari Attan atau Atta adalah "diri (self), diri sendiri (oneself), esensi dari seseorang (essence of a person)", didorong oleh kepercayaan Brahmanisme era Weda bahwa ātman diyakini sebagai esensi makhluk hidup yang permanen dan tidak berubah, atau "Diri Sejati".[21][22]

Dalam kepustakaan berbahasa Inggris yang berhubungan dengan Buddhisme, anatta diterjemahkan sebagai "bukan-Diri" (not-Self), tetapi terjemahan ini mengungkapkan makna yang tidak lengkap, kata Peter Harvey; terjemahan yang lebih lengkap adalah "tanpa-Diri" (no-Self) karena sejak awal, ajaran anatta menolak adanya sesuatu yang disebut "Diri" dalam seorang individu atau sesuatu apa pun, dan bahwa kepercayaan bahwa ada "Diri" merupakan sumber dari dukkha (penderitaan, rasa sakit, ketidakpuasan).[23][24][note 3] Namun, seorang cendekiawan Buddhis, Richard Gombrich, berpendapat bahwa anatta sering salah diterjemahkan menjadi "tidak memiliki diri atau esensi" (not having a self or essence), tetapi sebenarnya berarti "bukan [merupakan] ātman" (is not ātman), bukannya "tidak memiliki ātman".[14] Tidaklah tepat pula jika menerjemahkan anatta hanya sebagai “tanpa ego”, menurut Peter Harvey, karena konsep ātman dan atta di India berbeda dengan konsep ego dalam teori psikologi Sigmund Freud.[28][note 4]

Theravāda

[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Theravāda
Bagian dari seri tentang
Buddhisme Theravāda
Dharmachakra
Buddhisme
Sejarah
    • Sidang Pertama (~543 SM)
    • Prasektarian (~543-250 SM)
    • Sidang Kedua (~383 SM)
    • Sthaviravāda (~383 SM)
    • Aliran awal (~250 SM)
    • Sidang Ketiga (~250 SM)
    • Vibhajjavāda (~240 SM)
    • Tambapaṇṇiya (Mahāvihāra) (~240 SM)
    • Sidang Keempat (~100 SM)
    • Dīpavaṁsa (~300-400 M)
    • Mahāvaṁsa (~500-600 M)
    • Sidang Kelima (1871 M)
    • Pali Text Society (1881 M)
    • Sidang Keenam (1954 M)
Tokoh penting
  • Buddha Gotama
  • Keluarga Gotama
    • Śuddhodana
    • Māyā
    • Pajāpatī Gotamī
    • Yasodharā
    • Rāhula
  • Sepuluh murid utama
    • Ānanda
    • Sāriputta
  • Tapussa dan Bhallika
  • Anāthapiṇḍika
  • Citta
  • Hatthaka
  • Khujjuttarā
  • Velukandakiyā
  • Visakha
  • Moggaliputtatissa
  • Asoka
  • Sri Lanka:
  • Devānaṁpiyatissa
  • Mahinda
  • Saṅghamittā
  • Buddhaghosa
  • Buddhadatta
  • Dhammapāla
  • Ācariya Anuruddha
  • Parakramabahu I
  • Mahākassapa (abad ke-12)
  • Sāriputta (abad ke-12)
  • Sumaṅgala Thera
  • Anagārikā Dharmapāla
  • K. Sri Dhammananda
  • Narada
  • Asoka Weeraratna
  • Walpola Rahula
  • Jayatilleke
  • Kalupahana
  • Burma:
  • Shin Arahan
  • Anawrahta
  • Ledi Sayadaw
  • U Dhammaloka
  • U Nārada
  • Saya Thetgyi
  • Webu Sayadaw
  • U Ba Khin
  • U Nu
  • Mahasi Sayadaw
  • S. N. Goenka
  • Pa-Auk Sayadaw
  • Thailand:
  • Ram Khamhaeng
  • Mongkut
  • Vajirañāṇavarorasa
  • Ajahn Mun
  • Ajahn Chah
  • Kee Nanayon
  • Dhammananda Bhikkhuni
  • Varanggana Vanavichayen
  • Kamboja:
  • Maha Ghosananda
  • Bangladesh:
  • Kripasaran
  • Dipa Ma
  • Nepal:
  • Mahapragya
  • Pragyananda
  • Australia:
  • Ajahn Brahm
  • Bhante Sujato
  • Dunia Barat:
  • Bhikkhu Bodhi
  • Ajahn Sumedho
  • Ayya Tathaaloka
  • Analayo
  • Nyanatiloka
  • Nanamoli
  • Nyanaponika
  • Ayya Khema
Kepustakaan
  • Tripitaka Pali (Parakanonika)
  • Komentar
  • Subkomentar
  • Paritta
  • Visuddhimagga
  • Abhidhammatthasaṅgaha
  • Abhidhammāvatāra
Ordo (Nikāya)
  • Indonesia:
  • Dhammayuttika
    • Saṅgha Theravāda Indonesia
  • Shwegyin
  • Thudhamma
  • Mahā
  • Thailand, Laos, Kamboja:
  • Mahā
  • Dhammayuttika
  • Myanmar:
  • Thudhamma
  • Shwegyin
  • Mahādvāra
  • Mūladvāra
  • Veḷuvana
  • Anaukchaung-dvāra
  • Hngettwin
  • Gaṇavimutti
  • Dhammayuttika
  • Sri Lanka:
  • Amarapura–Rāmañña
  • Siam
  • Bangladesh:
  • Saṅgharāja
  • Mahāsthabir
Tradisi
  • Bhāṇaka
  • Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha
  • Okāsa
  • Sādhu
  • Evaṁ me sutaṁ
  • Abhiseka Buddharūpa
  • Metode Abhidhamma
  • Kammaṭṭhāna
  • Vassa
  • Pavāraṇā
  • Saṅgharāja
  • Hutan Thai
    • Hutan Ajahn Chah
  • Hutan Pa-Auk
  • Hutan Sri Lanka
  • Ujian sangha
    • Ujian Tipiṭakadhara Tipiṭakakovida
    • Gelar Dhammabhaṇḍāgārika
  • Gerakan Vipassanā
  • Theravāda Esoteris
  • Dhammakāya
Perayaan
  • Māgha Pūjā
  • Vesākha Pūjā
  • Āsāḷha Pūjā
  • Kaṭhina
  • Hari Abhidhamma
  • Uposatha
Perguruan tinggi
  • MBU
  • MCRU
  • IBC
  • ITBMU
  • SPSU
  • BPU
  • Sihanouk
  • Sihamoni
  • CSC
  • Sangha College
  • Kertarajasa
  • Syailendra
  • Nalanda
  • DDIBU
  • l
  • b
  • s

Gugusan

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Gugusan (Buddhisme)

Menurut aliran Theravāda, apa yang secara konsep atau konvensional (sammuti) disebut sebagai "diri" sebenarnya merujuk pada gugusan-gugusan pembentuk (khandha) suatu makhluk. Penderitaan muncul ketika seseorang mengidentifikasi atau melekat pada gugusan pembentuk kehidupan tersebut. Penderitaan ini dipadamkan dengan melepaskan kemelekatan terhadap gugusan-gugusan tersebut.

Lima gugusan yang dimaksud adalah:[30][31][32][33]

  1. gugusan materi (Pali: rūpakkhandha)
  2. gugusan perasaan (vedanākkhandha)
  3. gugusan persepsi atau pencerapan (saññākkhandha)
  4. gugusan formasi-formasi batin atau pemikiran (saṅkhārakkhandha)
  5. gugusan kesadaran (viññāṇakkhandha)

Trilaksana

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Trilaksana

Dalam falsafah buddhis, tanpa-atma menunjukkan bahwa segala hal (dhamma), baik yang terkondisi (saṅkhāra) maupun yang tidak terkondisi (Nirwana), sesungguhnya tidak mempunyai inti yang tetap.[34]

Tanpa-atma dipahami sebagai satu dari tiga karakteristik keberadaan (tilakkhaṇa), dua lainnya adalah dukkha ('penderitaan') dan anicca ('ketidakkekalan').[35][36][37][38] Ajaran ini muncul dalam kepustakaan Pali sebagai:

  • "sabbe saṅkhārā aniccā,
  • sabbe saṅkhārā dukkhā,
  • sabbe dhammā anattā."

Kalimat-kalimat tersebut diterjemahkan oleh Szczurek sebagai "semua hal yang terkondisi tidak kekal, semua hal yang terkondisi menyakitkan, semua dhamma tidak memiliki Atma".

Saṅkhāra dan dhamma

[sunting | sunting sumber]

Buddhisme menolak eksistensi diri atau roh kekal dan menekankan bahwa makhluk-makhluk hanya terdiri atas gugusan-gugusan (khandha) yang tidak dapat diidentifikasi sebagai diri atau roh kekal.[39] Tradisi Abhidhamma menjelaskan saṅkhāra, dhamma, dan hubungannya dengan gugusan atau agregat (khandha) dalam skema:[40]

Hubungan nāmarūpa, pañcakkhandha, dan Abhidhamma
Kelompok Pañcakkhandha
(lima gugusan)
Abhidhamma Theravāda
Paramattha-sacca
(realitas hakiki)
dhamma
saṅkhāra
nāma
(batin)
viññāṇakkhandha
(gugusan kesadaran)
89/121 citta
(kesadaran)
81 duniawi
8/40 adiduniawi
vedanākkhandha
(gugusan perasaan)
52 cetasika
(cetasika)
1 vedanācetasika
(cetasika perasaan)
saññākkhandha
(gugusan persepsi)
1 saññācetasika
(cetasika persepsi)
saṅkhārakkhandha
(gugusan formasi)
50 lainnya
rūpa
(rupa)
rūpakkhandha
(gugusan rupa)
28 rūpa
(rupa)
4 unsur pokok
24 unsur turunan
-
Nibbāna
(Nirwana)
Catatan:
  • Kelompok dhamma adalah saṅkhāra dan Nibbāna.
  • Seluruh saṅkhāra bersifat anicca dan dukkha.
  • Seluruh dhamma bersifat anatta.
  • Bedakan konteks saṅkhāra dengan saṅkhārakkhandha.
  • l
  • b
  • s

Seluruh gugusan (khandha) termasuk dalam kategorisasi saṅkhāra, sedangkan Nirwana tidak termasuk. Kategorisasi yang mencakup saṅkhāra dan asaṅkhāra (bukan saṅkhāra, seperti Nirwana) disebut sebagai dhamma.

Pandangan dan belenggu

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Pandangan (Buddhisme) dan Belenggu (Buddhisme)

Terkait dengan ajaran tentang pandangan (Pali: diṭṭhi) dan belenggu (saṁyojana), dikenal istilah "sakkāyadiṭṭhi". Secara etimologi, kāya berarti "tubuh", sakkāya berarti "tubuh fisik", dan diṭṭhi berarti "pandangan" (sering kali merujuk pada pandangan salah). Sakkāya adalah istilah teknis untuk lima gugusan yang menjadi objek pelekatan makhluk yang belum tercerahkan. Secara umum, "percaya atas keberadaan diri atau roh" atau, lebih ringkasnya, "pandangan identitas diri" merujuk pada "kepercayaan bahwa dalam satu gugusan atau lainnya terdapat suatu entitas permanen, sebuah atma".[41]

Pandangan

[sunting | sunting sumber]

Buddhisme Theravāda mengenal enam puluh dua pandangan-salah yang bersumber dari pandangan tentang identitas diri atau roh (sakkāyadiṭṭhi) tersebut. Dalam kitab Dhammasaṅgaṇī (Abhidhamma Piṭaka) dan Mahāpuṇṇama Sutta (MN 109) dijelaskan bahwa pandangan tentang identitas diri atau roh memiliki dua puluh variasi. Variasi-variasi tersebut didapatkan dari empat model untuk masing-masing dari lima gugusan, yaitu:[42][43]

  1. Menganggap gugusan sebagai atma
  2. Menganggap atma yang memiliki gugusan
  3. Menganggap gugusan berada di dalam atma
  4. Menganggap atma berada di dalam gugusan

Belenggu

[sunting | sunting sumber]
Empat tingkat kemuliaan sesuai Sutta Piṭaka
Bodhi Punarbawa Belenggu yang disingkirkan
sotāpanna ± tujuh kali;
manusia
atau dewa
  1. pandangan
    identitas
    (lihat anatta)
  2. keraguan
    pada Triratna
  3. kemelekatan
    pada ritual
    dan adat
belenggu
rendah

(no. 4 dan 5
dilemahkan
sakadāgāmi)
sakadāgāmi sekali lagi;
manusia
anāgāmi sekali lagi;
suddhāvāsa
  1. nafsu indrawi
  2. rasa benci
arahat tidak ada
  1. nafsu atas
    punarbawa di
    alam materi
  2. nafsu atas
    punarbawa di
    alam nonmateri
  3. kesombongan
  4. kebingungan
  5. ketidaktahuan
belenggu
tinggi
  • l
  • b
  • s

Belenggu (Pali: saṁyojana, saññojana) mengikat mahkluk hidup pada samsara, yaitu lingkaran punarbawa yang disertai penderitaan. Dengan meyingkirkan seluruh belenggu secara bertahap, seseorang mencapai Nirwana melalui empat tingkat kemuliaan. Sebagaimana ditampilkan pada tabel, di dalam Sutta Piṭaka, lima belenggu pertama dirujuk sebagai "belenggu-belenggu rendah" (orambhāgiyāni saṃyojanāni) dan disingkirkan segera setelah seseorang mencapai tingkat sotāpanna; dan lima belenggu terakhir dirujuk sebagai "belenggu-belenggu tinggi" (uddhambhāgiyāni saṃyojanāni), disingkirkan oleh seorang arahat.[44]

Tanpa-atma terkait erat dengan belenggu pertama, yaitu pandangan identitas diri atau roh (sakkāyadiṭṭhi).[41] Dalam Sabbasava Sutta (MN 2), Buddha juga menjelaskan "belenggu atas pandangan":

"Ini adalah bagaimana ia memperhatikan dengan tidak bijaksana:
  • 'Apakah aku ada di masa lampau?
  • Apakah aku tidak ada di masa lampau?
  • Apakah aku di masa lampau?
  • Bagaimanakah aku di masa lampau?
  • Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa lampau?
  • Apakah aku akan ada di masa depan?
  • Apakah aku akan tidak ada di masa depan?
  • Akan menjadi apakah aku di masa depan?
  • Akan bagaimanakah aku di masa depan?
  • Setelah menjadi apa, kemudian menjadi apakah aku di masa depan?’
Atau kalau tidak demikian, ia kebingungan sehubungan dengan masa sekarang sebagai berikut:
  • ‘Apakah aku ada?
  • Apakah aku tidak ada?
  • Apakah aku?
  • Bagaimanakah aku?
  • Dari manakah makhluk ini datang?
  • Ke manakah makhluk ini akan pergi?’
“Ketika ia memperhatikan dengan tidak bijaksana seperti ini, satu dari enam pandangan muncul dalam dirinya ...:
  • ‘ada diri [atau roh] bagiku’ ...
  • ‘tidak ada diri [atau roh] bagiku’ ...
  • ‘aku melihat diri [atau roh] dengan diri [atau roh]’ ...
  • 'aku melihat bukan-diri [atau bukan-roh] dengan diri [atau roh]’ ...
  • ‘aku melihat diri [atau roh] dengan bukan-diri [atau bukan-roh]’ ...
  • ‘adalah diriku [atau rohku] ini yang berbicara dan merasakan dan mengalami di sana-sini akibat dari perbuatan baik dan buruk; tetapi diriku [atau rohku] ini adalah kekal, tetap ada, abadi, tidak tunduk pada perubahan, dan akan bertahan selamanya.’ ...
Pandangan spekulatif ini, para bhikkhu, disebut rimba pandangan, belantara pandangan, pemutar-balikan pandangan, kebingungan pandangan, belenggu pandangan. [Oleh] karena terbelenggu oleh belenggu-belenggu pandangan, maka seorang biasa yang tidak terpelajar tidak terbebas dari kelahiran, penuaan, dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan; ia tidak terbebas dari penderitaan, Aku katakan."[45][46]

Mahāyāna

[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Ātman (Buddhisme)
Bagian dari seri tentang
Buddhisme Mahāyāna
Teratai, salah satu dari delapan simbol keberuntungan dalam Mahāyāna
Ajaran
  • Bodhisatwa
  • Kebuddhaan
  • Bodhicitta
  • Benih Kebuddhaan
  • Nianfo
  • Trikaya
  • Upāya
  • Prajñāpāramitā
  • Pāramitā
  • Śūnyatā
  • Ajaran dua kebenaran
  • Yogacara
  • Triyana
  • Nirwana
  • Ekayāna
  • Sila Bodhisatwa
  • Ikrar Bodhisatwa
  • Bhūmi
  • Tanah murni
    • Sukhavati
    • Abhirati
    • Akaniṣṭha
    • Shambhala
  • Prabaswara
  • Dhāraṇī
  • Triprawartana
Buddha–Bodhisatwa
  • Sakyamuni
  • Amitābha
  • Adi Buddha
  • Akṣobhya
  • Prajñāpāramitā Devī
  • Bhaiṣajyaguru
  • Vairocana
  • Mañjuśrī
  • Avalokiteśvara
  • Vajrapāṇi
  • Vajrasattva
  • Maitreya
  • Kṣitigarbha
  • Ākāśagarbha
  • Samantabhadra
  • Tara
  • Makhluk murka
Sutra Mahāyāna
  • Sūtra Prajñāpāramitā
  • Sūtra Teratai
  • Sūtra Avataṃsaka
  • Sūtra Mahāratnakūṭa
  • Sūtra Mahāsaṃnipāta
  • Sūtra Vimalakirti
  • Sūtra Tanah Murni
  • Sūtra Lalitavistara
  • Sūtra Samādhirāja
  • Sūtra Saṃdhinirmocana
  • Sūtra Tathāgatagarbha
  • Sūtra Śrīmālādevī
  • Sūtra Mahāparinirvāṇa
  • Sūtra Śūraṅgama Samādhi
  • Sūtra Laṅkāvatāra
  • Sūtra Ghanavyūha
  • Sūtra Cahaya Emas
  • Sūtra Tathāgataguhyaka
  • Sūtra Kāraṇḍavyūha
Subaliran utama
  • Mādhyamaka
  • Yogācāra
  • Buddhisme Han
    • Chan
    • Tiantai
    • Huayan
    • Tanah Murni
    • Fo Guang Shan
    • Tzu Chi
    • Fa Gu Shan
    • Chung Tai Shan
  • Zen
  • Tendai
  • Nichiren
  • Vajrayāna
    • Shingon
    • Buddhisme Tibet
    • Dzogchen
    • Nyingma
    • Kadam
    • Kagyu
    • Sakya
    • Gelug
    • Jonang
Tokoh penting
  • Nāgārjuna
  • Aśvaghoṣa
  • Āryadeva
  • Lokakṣema
  • Kumārajīva
  • Asaṅga
  • Vasubandhu
  • Sthiramati
  • Buddhapālita
  • Dignāga
  • Bhāvaviveka
  • Dharmakīrti
  • Candrakīrti
  • Zhiyi
  • Bodhidharma
  • Huineng
  • Shandao
  • Xuanzang
  • Fazang
  • Amoghavajra
  • Saichō
  • Kūkai
  • Shāntideva
  • Śāntarakṣita
  • Wŏnhyo
  • Mazu Daoyi
  • Jinul
  • Dahui Zonggao
  • Hongzhi Zhengjue
  • Hōnen
  • Shinran
  • Dōgen
  • Nichiren
  • Śaṅkaranandana
  • Virūpa
  • Ratnākaraśānti
  • Abhayākaragupta
  • Nāropā
  • Atisha
  • Sakya Pandita
  • Dolpopa
  • Rangjung Dorje
  • Tsongkhapa
  • Longchenpa
  • Hakuin
  • Hanshan
  • Taixu
  • D.T. Suzuki
  • Sheng-yen
  • Tenzin Gyatso (Dalai Lama ke-14)
  • Thích Nhất Hạnh
Tradisi regional
  • Tiongkok
  • Taiwan
  • Jepang
  • Korea
  • Vietnam
  • Tibet
  • Nepal
  • Newar
  • Bhutan
  • Mongolia
  • Malaysia
  • Indonesia
  • Dunia Barat
  • l
  • b
  • s

Ajaran tentang "Benih Kebuddhaan" merupakan gagasan utama pemikiran Mahāyāna Asia Timur (seperti dalam Buddhisme Han).[47] Konsep Benih Kebuddhaan mengacu pada beberapa istilah terkait,[note 5] terutama Tathāgatagarbha dan Buddha-dhātu.[note 6] Tathāgatagarbha berarti "rahim dari yang telah meninggal" (lih. yang tercerahkan), sedangkan Buddha-dhātu secara harfiah berarti "alam Buddha" atau "substrat Buddha".[note 7] Beberapa teks utama merujuk pada tathāgatagarbha atau Buddha-dhātu sebagai "atman", Diri, atau esensi, meskipun teks-teks tersebut juga berisi peringatan terhadap penafsiran harfiah. Beberapa cendekiawan telah mencatat kesamaan antara teks-teks tathāgatagarbha dan monisme substansial yang ditemukan dalam tradisi atman dan Brahman.[49]

Ajaran Tathāgatagarbha, pada awalnya, mungkin muncul pada akhir abad ke-3 Masehi, dan dapat diverifikasi dalam terjemahan bahasa Tionghoa pada milenium pertama Masehi.[50]

Mahāparinirvāṇa Sūtra

[sunting | sunting sumber]

Berbeda dengan aliran-aliran madhyamika, Mahāparinirvāṇa Sūtra menggunakan "bahasa positif" untuk menunjukkan "realitas absolut". Menurut Paul Williams, Sūtra Mahāyāna Mahāparinirvāṇa mengajarkan esensi yang mendasari, "Diri", atau "Atman".[51] "Diri sejati" ini adalah Benih Kebuddhaan (Tathāgatagarbha) yang diyakini hadir dalam semua makhluk hidup, dan disadari oleh mereka yang telah tercerahkan. Sebagian besar cendekiawan menganggap ajaran Tathāgatagarbha dalam Sūtra Mahāparinirvāṇa yang menegaskan 'esensi alamiah' dalam setiap makhluk hidup setara dengan 'Diri',[note 8] dan hal ini bertentangan dengan ajaran tanpa-atma (anatta) dalam sebagian besar teks dalam kitab-kitab Buddhis. Hal ini menyebabkan para cendekiawan berpendapat bahwa Sūtra Tathāgatagarbha ditulis untuk mempromosikan Buddhisme kepada non-Buddhis.[53][54]

Menurut Sallie B. King, Sūtra Mahāyāna Mahāparinirvāṇa tidak mewakili suatu inovasi besar.[55] Inovasi terpentingnya adalah menghubungkan istilah buddhadhātu dengan tathāgatagarbha.[55] Menurut King, sūtra tersebut agak tidak sistematis,[55] yang membuatnya "menjadi sūtra yang bermanfaat bagi para siswa dan pengomentar (pengulas atau penafsir) di kemudian hari, yang terpaksa membuat tatanan mereka sendiri dan membawanya ke dalam teks".[55] Sūtra tersebut berbicara tentang sifat-sifat Buddha dalam begitu banyak cara yang berbeda sehingga para cendekiawan Tiongkok membuat daftar jenis-jenis Benih Kebuddhaan yang dapat ditemukan dalam teks tersebut.[55] Salah satu pernyataan tersebut adalah:

Meskipun ia telah mengatakan bahwa semua fenomena [dharma] tidak memiliki Diri, bukan berarti bahwa semua itu sepenuhnya/sungguh-sungguh tidak memiliki Diri. Apakah Diri ini? Setiap fenomena [dharma] yang benar [satya], nyata [tattva], abadi [nitya], berdaulat/otonom/mengatur diri sendiri [aisvarya], dan yang dasar/ fondasinya tidak berubah [asraya-aviparinama], disebut sebagai 'Diri' [atman].[56]

Dalam Sūtra Mahāparinirvāṇa, Sang Buddha juga diyakini berbicara tentang "sifat-sifat positif" dari Nirwana, yaitu "Yang Abadi, Bahagia, Diri (Atman), dan Yang Murni."[57] Sūtra Mahāyāna Mahāparinirvāṇa menjelaskan:

‘Diri’ (Atman) melambangkan Buddha; ‘Yang Abadi’ melambangkan Dharmakaya; ‘Kebahagiaan’ melambangkan Nirwana, dan ‘Yang Murni’ melambangkan Dharma.[58]

Edward Conze. secara konotasi, menghubungkan istilah tathāgata itu sendiri (sebutan yang diberikan Sang Buddha kepada diri-Nya sendiri) dengan gagasan tentang Diri yang sejati dan nyata:

Seperti halnya tathata menunjuk pada realitas sejati secara umum, demikian pula kata yang berkembang menjadi Tathāgata menunjuk pada jati diri sejati, realitas sejati dalam diri manusia.[59]

Johannes Bronkhorst menyatakan bahwa mungkin saja "Buddhisme asli tidak menyangkal keberadaan roh [Ātman, Atta]", meskipun tradisi Buddhis yang teguh telah menyatakan bahwa Sang Buddha menghindari pembicaraan tentang roh atau bahkan menyangkal.[60] Meskipun mungkin ada ambivalensi tentang keberadaan atau ketidakberadaan Atman dalam literatur Buddhis awal, Bronkhorst menambahkan, jelas dari teks-teks ini bahwa mencari pengetahuan-tentang-Diri bukanlah jalan Buddhis untuk pembebasan, dan berpaling dari pengetahuan-tentang-Diri adalah jalan untuk pembebasan.[61] Posisi ini merupakan posisi yang terbalik dari tradisi Weda yang mengakui pengetahuan tentang Diri (Atman) sebagai "sarana utama untuk mencapai pembebasan".[61]

Metode pengajaran

[sunting | sunting sumber]

Menurut Paul Williams, Sūtra Mahāparinirvāṇa menggunakan istilah “Diri” (Atman) untuk memenangkan hati para pertapa non-Buddhis. Ia mengutip dari sūtra tersebut:[62]

Benih Kebuddhaan sebenarnya bukanlah diri. Demi [membimbing] makhluk hidup, saya menggambarkannya sebagai Diri.[63]

Dalam Lankavatara Sutra yang muncul lebih belakangan, disebutkan bahwa tathāgatagarbha dapat disalahartikan sebagai suatu Diri/Atman, padahal bukan demikian.[64]

Ratnagotravibhāga

[sunting | sunting sumber]

Teks Ratnagotravibhāga (juga dikenal sebagai Uttaratantra), teks lain yang disusun pada paruh pertama milenium pertama Masehi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Tionghoa pada tahun 511 Masehi, menunjukkan bahwa ajaran Tathāgatagarbha dimaksudkan untuk memenangkan makhluk hidup agar meninggalkan "cinta-diri" (atma-sneha)–yang dianggap sebagai cacat moral.[65][66] Terjemahan Tathāgatagarbha dalam bahasa Tionghoa abad ke-6 menyatakan bahwa "Buddha memiliki shiwo (Diri Sejati) yang berada di luar keberadaan dan ketiadaan".[67] Akan tetapi, Ratnagotravibhāga menegaskan bahwa "Atman" yang tersirat dalam ajaran Tathāgatagarbha sebenarnya adalah "bukan-Atman".[68][69]

Catatan

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Definisi dalam bahasa Inggris:
    • Anatta Diarsipkan 2015-12-10 di Wayback Machine., Encyclopædia Britannica (2013): "Anatta, (Pali: “non-self” or “substanceless”) Sanskrit anatman, in Buddhism, the doctrine that there is in humans no permanent, underlying substance that can be called the soul. Instead, the individual is compounded of five factors (Pali khandha; Sanskrit skandha) that are constantly changing."
    • Christmas Humphreys (2012). Exploring Buddhism. Routledge. hlm. 42–43. ISBN 978-1-136-22877-3.
    • Brian Morris (2006). Religion and Anthropology: A Critical Introduction. Cambridge University Press. hlm. 51. ISBN 978-0-521-85241-8.: "...anatta is the doctrine of non-self, and is an extreme empiricist doctrine that holds that the notion of an unchanging permanent self is a fiction and has no reality. According to Buddhist doctrine, the individual person consists of five skandhas or heaps—the body, feelings, perceptions, impulses and consciousness. The belief in a self or soul, over these five skandhas, is illusory and the cause of suffering."
    • Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8.: "...Buddha's teaching that beings have no soul, no abiding essence. This 'no-soul doctrine' (anatta-vāda) he expounded in his second sermon."
  2. ^ Atman dalam agama Hindu:
    • Anatta Diarsipkan 2015-12-10 di Wayback Machine., Encyclopædia Britannica (2013): "Konsep anatta, atau anātman, bertolakbelakang dari kepercayaan Hindu terkait ātman ("diri"). [The concept of anatta, or anatman, is a departure from the Hindu belief in atman ("the self")].";
    • Steven Collins (1994), "Religion and Practical Reason" (Editors: Frank Reynolds, David Tracy), State Univ of New York Press, ISBN 978-0-7914-2217-5, hlm. 64; "Inti dari soteriologi Buddhis adalah ajaran tentang bukan-diri (Pali: anatta, Sanskerta: anātman, ajaran yang berlawanan dari ajaran tentang ātman sebagai inti dari pemikiran Brahman). Singkatnya, ini adalah ajaran [Buddhis] bahwa manusia tidak memiliki roh, jiwa, tidak memiliki diri, tidak memiliki hakikat [kekal] yang tidak berubah.";
    • Edward Roer (penerjemah), Shankara's Introduction, hlm. 2, pada Google Books to Brihad Aranyaka Upanishad, hlm. 2–4;
    • Katie Javanaud (2013), Is The Buddhist 'No-Self' Doctrine Compatible With Pursuing Nirvana? Diarsipkan 2015-02-06 di Wayback Machine., Philosophy Now;
    • David Loy (1982), "Enlightenment in Buddhism and Advaita Vedanta: Are Nirvana and Moksha the Same?", International Philosophical Quarterly, Volume 23, Issue 1, hlm. 65–74;
    • KN Jayatilleke (2010), Early Buddhist Theory of Knowledge, ISBN 978-8120806191, hlm. 246–249, dari catatan 385 selanjutnya;
    • (Plott 2000)
  3. ^ Buddha tidak menyangkal keberadaan suatu makhluk atau benda, merujuknya sebagai kumpulan gugusan yang saling bergantung yang tidak kekal, tetapi menyangkal adanya roh, diri, jiwa, atau identitas metafisik dalam segala hal apa pun.[25][26][27]
  4. ^ Istilah ahaṃkāra berarti 'ego' dalam filsafat India.[29]
  5. ^ Buddha-dhātu, batin/pikiran, Tathāgatagarbha, Dharma-dhatu, hal-hal demikian (tathata).[48]
  6. ^ Sanskerta; Jepang: Busshō, "Benih Kebuddhaan".
  7. ^ Trainor 2004, hlm. 207: "benih suci yang menjadi dasar bagi [makhluk] untuk menjadi Buddha (sacred nature that is the basis for [beings'] becoming buddhas)."
  8. ^ Wayman dan Wayman tidak setuju dengan pandangan ini, dan mereka menyatakan bahwa Tathāgatagarbha bukanlah diri maupun makhluk hidup, bukan jiwa, maupun kepribadian.[52]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Mahāthera, Ven. Dhammavuddho. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravāda Indonesia (Patria) Sumatera Utara. hlm. 153, 165–168, 254. ISBN 978-602-95614-1-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ Susīlā, Sayalay (2020-08-01). 9 Sifat Agung Buddha. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-3-9.
  3. ^ Kheminda, Ashin (2023-06-01). Dhammapada Atthakatha: Yamakavagga — Buddhavagga. Yayasan Dhammavihari.
  4. ^ Kheminda, Ashin (2023-06-01). Pelengkap Buku Dhammapada Atthakatha: Yamakavagga — Buddhavagga. Yayasan Dhammavihari.
  5. ^ Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4.
  6. ^ Dhammavihari Buddhist Studies (2024-01-11), Bahaya Percaya pada Roh, diakses tanggal 2024-08-22, (Pada stempel waktu 1:27-1:33) ... Ya, arwah ya, kalau seseorang meninggal dunia (katanya) rohnya bergentanyangan, arwahnya bergentayangan, seolah-olah masih memiliki identitas yang sama ...
  7. ^ Mahāthera, Ven. Dhammavuddho. Segenggam Daun Bodhi. Pemuda Theravāda Indonesia (Patria) Sumatera Utara. hlm. 151, 188–189, 204–205. ISBN 978-602-95614-1-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  8. ^ Bodhi, Bhikkhu Ñāṇamoli & Bhikkhu (2013-11-25). Majjhima Nikaya: Khotbah-khotbah Menengah Sang Buddha. DhammaCitta Press.
  9. ^ Kheminda, Ashin (2023-10-01). Mūlapaṇṇāsapāḷi: Lima Puluh Diskursus yang di Akar (I.1C). Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-5626-12-3.
  10. ^ Mahathera, Sri Pannyavaro (2010-11-03). "Bab VII - Anatta (Doktrin Tanpa-Aku)". Samaggi Phala. Diakses tanggal 2024-08-21.
  11. ^ Widyadharma, Maha Pandita Sumedha (2006-12-26). "Menyadari dan Mengatasi Timbulnya Ke-AKU-an". Samaggi Phala. Diakses tanggal 2024-08-21.
  12. ^ Dhammavihari. "Ceramah berseri: Anattalakkhaṇa Sutta". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-08-21.
  13. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, dukkha and lack of soul, that is, something that does not change.
  14. ^ a b c Gombrich 2009, hlm. 69–70.
  15. ^ Wynne 2009, hlm. 59–63, 76–77.
  16. ^ "Selves & Not-self: The Buddhist Teaching on Anatta", by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight (Legacy Edition), 30 November 2013, diakses dari versi asli. Diarsipkan 2013-02-04 di Wayback Machine.
  17. ^ Deutsch 1973, hlm. 48.
  18. ^ Dalal 2010, hlm. 38.
  19. ^ McClelland 2010, hlm. 34–35.
  20. ^ Mackenzie 2012.
  21. ^ a b c d Thomas William Rhys Davids; William Stede (1921). Pali-English Dictionary. Motilal Banarsidass. hlm. 22. ISBN 978-81-208-1144-7. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2016-12-07. Diakses tanggal 2016-10-23.
  22. ^ a b Johannes Bronkhorst (2009). Buddhist Teaching in India. Simon and Schuster. hlm. 124–125 with footnotes. ISBN 978-0-86171-566-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2016-12-07. Diakses tanggal 2016-10-23.
  23. ^ Peter Harvey (2012). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press. hlm. 57–62. ISBN 978-0-521-85942-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2020-07-27. Diakses tanggal 2016-10-23.
  24. ^ Peter Harvey (2015). Steven M. Emmanuel (ed.). A Companion to Buddhist Philosophy. John Wiley & Sons. hlm. 34–37. ISBN 978-1-119-14466-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2017-03-23. Diakses tanggal 2016-10-23.
  25. ^ Peter Harvey (2015). Steven M. Emmanuel (ed.). A Companion to Buddhist Philosophy. John Wiley & Sons. hlm. 36. ISBN 978-1-119-14466-3. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2017-03-23. Diakses tanggal 2016-10-23.
  26. ^ Nāgārjuna (1996). Mūlamadhyamakakārikā of Nāgārjuna. Diterjemahkan oleh David J. Kalupahana. Motilal Banarsidass. hlm. 56. ISBN 978-81-208-0774-7. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2016-12-22. Diakses tanggal 2016-10-23.
  27. ^ David Loy (2009). Awareness Bound and Unbound: Buddhist Essays. State University of New York Press. hlm. 105–106. ISBN 978-1-4384-2680-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2019-12-17. Diakses tanggal 2016-10-23. Mengutip: Nāgārjuna, filsuf Buddhis [Mahāyāna] India abad kedua, menggunakan istilah śūnyatā bukan untuk mengkarakterisasikan sifat sejati realitas, tetapi untuk menyangkal bahwa segala sesuatu memiliki eksistensi diri atau realitasnya sendiri.
  28. ^ Peter Harvey (2012). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press. hlm. 62. ISBN 978-0-521-85942-4. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2020-07-27. Diakses tanggal 2016-10-23. Again, anatta does not mean 'egoless', as it is sometimes rendered. The term 'ego' has a range of meanings in English. The Freudian 'ego' is not the same as the Indian atman/atta or permanent Self.
  29. ^ Surendranath Dasgupta (1992). A History of Indian Philosophy. Motilal Banarsidass (Republisher; Originally published by Cambridge University Press). hlm. 250. ISBN 978-81-208-0412-8. Diarsipkan dari versi aslinya tanggal 2019-06-02. Diakses tanggal 2016-10-23.
  30. ^ Steven M. Emmanuel (2015). A Companion to Buddhist Philosophy. John Wiley & Sons. hlm. 587–588. ISBN 978-1-119-14466-3.
  31. ^ Skandha Encyclopædia Britannica (2013)
  32. ^ Karunamuni ND (May 2015). "The Five-Aggregate Model of the Mind". SAGE Open. 5 (2): 215824401558386. doi:10.1177/2158244015583860.
  33. ^ Kheminda, Ashin. "Ceramah berseri: Anattalakkhaṇa Sutta". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-08-22.
  34. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. All phenomenal existence [in Buddhism] is said to have three interlocking characteristics: impermanence, dukkha and lack of soul, that is, something that does not change.
  35. ^ Richard Gombrich (2006). Theravada Buddhism. Routledge. hlm. 47. ISBN 978-1-134-90352-8. Mengutip: "Semua eksistensi fenomena [dalam ajaran Buddha] dikatakan mempunyai tiga karakteristik yang saling terkait: ketidakkekalan, penderitaan, dan tidak adanya roh atau esensi."
  36. ^ Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 42–43, 47, 581. ISBN 978-1-4008-4805-8.
  37. ^ Anatta Buddhism, Encyclopædia Britannica (2013);
  38. ^ Phra Payutto (1995). Buddhadhamma: Natural Laws and Values for Life. Diterjemahkan oleh Grant Olson. State University of New York Press. hlm. 62–63. ISBN 978-0-7914-2631-9.
  39. ^ Dhammavihari. "Ceramah berseri: Anattalakkhaṇa Sutta". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-08-20.
  40. ^ Kheminda, Ashin (2017-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 1 Kesadaran. Yayasan Dhammavihari. hlm. 158. ISBN 978-623-94342-6-7. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  41. ^ a b Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 660-1, "Sakkāya" entry Diarsipkan 2012-07-07 di Archive.is (Diakses 2008-04-09). Lihat pula, anatta.
  42. ^ Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4.
  43. ^ "MN 109: Mahāpuṇṇama Sutta". DhammaCitta. Diakses tanggal 2024-06-19.
  44. ^ Untuk referensi sutta-tunggal, baik untuk "belenggu-belenggu tinggi" maupun "belenggu-belenggu rendah," lihat, DN 33 (bagian kelima) dan AN 1.13. Dalam hal lainnya, sebuah sutta mengenai belenggu-belenggu rendah diikuti dengan sebuah sutta mengenai belenggu-belenggu tinggi, seperti dalam: SN 45.179 and 45.180; SN 46.129 and 46.130; SN 46.183 dan 46.184; SN 47.103 dan 47.104; SN 48.123 dan 48.124; SN 49.53 dan 49.54; SN 50.53 dan 50.54; SN 51.85 dan 51.86; SN 53.53 dan 53.54; dan, AN 9.67 dan 9.70. Sebagai tambahana, lima 'belenggu rendah' sendiri (tanpa rujukan terhadap 'belenggu-belenggu tinggi') didiskusikan, contoh, dalam MN 64.
  45. ^ Thanissaro (1997a).
  46. ^ Anggara, Indra. "MN 2: Sabbāsavasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-09-12.
  47. ^ Lusthaus 1998, hlm. 83.
  48. ^ Lusthaus 1998, hlm. 84.
  49. ^ Jamie Hubbard, Absolute Delusion, Perfect Buddhahood, University of Hawai’i Press, Honolulu, 2001, hlm. 99–100
  50. ^ Williams 1989, hlm. 104.
  51. ^ Williams 1989, hlm. 98–99.
  52. ^ Williams 1989, hlm. 107.
  53. ^ Williams 1989, hlm. 104–105, 108.
  54. ^ Merv Fowler (1999). Buddhism: Beliefs and Practices. Sussex Academic Press. hlm. 101–102. ISBN 978-1-898723-66-0.. Mengutip: "Beberapa teks literatur tathāgatagarbha, seperti Mahāparinirvāṇa Sūtra, sebenarnya merujuk pada ātman, meskipun teks-teks lain berhati-hati untuk menghindari istilah tersebut karena pandangan tersebut bertentangan langsung dengan ajaran umum Buddhisme tentang anatta. Memang, perbedaan antara konsep umum India tentang ātman dan konsep Buddhis yang populer tentang Benih Kebuddhaan sering kali kabur sampai-sampai berbagai penulis menganggapnya sebagai sinonim."
  55. ^ a b c d e King 1991, hlm. 14.
  56. ^ Yamamoto & Page 2007, hlm. 32.
  57. ^ Dr. Kosho Yamamoto, Mahayanism: A Critical Exposition of the Mahayana Mahaparinirvana Sutra, Karinbunko, Ube City, Japan, 1975, hlm. 141, 142
  58. ^ Yamamoto & Page 2007, hlm. 29.
  59. ^ Edward Conze, The Perfection of Wisdom in 8,000 Lines, Sri Satguru Publications, Delhi, 1994, hlm. xix
  60. ^ Johannes Bronkhorst (1993). The Two Traditions of Meditation in Ancient India (PDF). Motilal Banarsidass. hlm. 74, Footnote 187. ISBN 978-81-208-1114-0.
  61. ^ a b Johannes Bronkhorst (2009). Buddhist Teaching in India. Wisdom Publications. hlm. 25. ISBN 978-0-86171-811-5.
  62. ^ Williams 1989, hlm. 100.
  63. ^ Youru Wang, Linguistic Strategies in Daoist Zhuangzi and Chan Buddhism: The Other Way of Speaking. Routledge, 2003, hlm. 58.
  64. ^ Peter Harvey, Consciousness Mysticism in the Discourses of the Buddha. In Karel Werner, ed., The Yogi and the Mystic. Curzon Press 1989, hlm. 98.
  65. ^ Williams 1989, hlm. 109–112.
  66. ^ Christopher Bartley (2015). An Introduction to Indian Philosophy: Hindu and Buddhist Ideas from Original Sources. Bloomsbury Academic. hlm. 105. ISBN 978-1-4725-2437-9.
  67. ^ Williams 1989, hlm. 102.
  68. ^ Williams 1989, hlm. 112.
  69. ^ S. K. Hookham (1991). The Buddha Within: Tathagatagarbha Doctrine According to the Shentong Interpretation of the Ratnagotravibhaga. State University of New York Press. hlm. 96. ISBN 978-0-7914-0357-0.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Dalal, Roshen (2010), The religions of India : a concise guide to nine major faiths (Edisi Rev.), New Delhi: Penguin Books, ISBN 978-0-14-341517-6
  • Deutsch, Eliot (1973), Advaita Vedanta: A Philosophical Reconstruction, University of Hawaii Press
  • Gombrich, Richard Francis (2009), What the Buddha thought, Equinox Pub., ISBN 9781845536145
  • McClelland, Norman C. (2010), Encyclopedia of reincarnation and karma, Jefferson, N.C.: McFarland, ISBN 978-0-7864-5675-8
  • Mackenzie, Matthew (2012), "Luminosity, Subjectivity, and Temporality: An Examination of Buddhist and Advaita views of Consciousness", dalam Kuznetsova, Irina; Ganeri, Jonardon; Ram-Prasad, Chakravarthi (ed.), Hindu and Buddhist Ideas in Dialogue: Self and No-Self, Routledge
  • Plott, John C. (2000), Global History of Philosophy: The Axial Age, Volume 1, Motilal Banarsidass, ISBN 978-8120801585
  • Wynne, Alexander (2009), "Early Evidence for the 'no self' doctrine?" (PDF), Oxford Centre for Buddhist Studies: 59–63, 76–77, diarsipkan (PDF) dari versi aslinya tanggal 2017-06-02, diakses tanggal 2017-04-23
Ikon rintisan

Artikel bertopik Buddhisme ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s
  • l
  • b
  • s
   Topik Buddhisme   
  • Outline Garis besar
  • Daftar istilah
  • Indeks
  • Sejarah
  • Penyebaran
  • Garis waktu
  • Sidang Buddhis
  • Jalur Sutra
  • Anak benua India
Buddhisme awal
  • Prasektarian
  • Aliran awal
    • Mahāsāṁghika
    • Sthaviravāda
  • Kitab awal
    • Nikāya
    • Āgama
Benua
  • Asia Tenggara
  • Asia Timur
  • Asia Tengah
  • Timur Tengah
  • Dunia Barat
  • Australia
  • Oseania
  • Amerika
  • Eropa
  • Afrika
Populasi signifikan
  • Tiongkok
  • Thailand
  • Jepang
  • Myanmar
  • Sri Lanka
  • Vietnam
  • Kamboja
  • Korea
  • Taiwan
  • India
  • Malaysia
  • Laos
  • Indonesia
  • Amerika Serikat
  • Singapura
  • Aliran
  • Tradisi
  • Konsensus pemersatu
Aliran arus utama
  • Theravāda
  • Mahāyāna
  • Vajrayāna
Sinkretis
  • Buddhayana
  • Tridharma
  • Aliran Maitreya
    • Yīguàndào
    • Mílèdàdào
  • Dhammakāya
  • Siwa-Buddha
  • Tripitaka
  • Kitab
Theravāda
  • Tripitaka Pali
  • Komentar
  • Subkomentar
  • Sastra Pali
  • Paritta
Mahāyāna-Vajrayāna
  • Tripitaka Tionghoa
    • Tripitaka Taishō
  • Tripitaka Tibet
    • Kangyur
    • Tengyur
  • Dhāraṇī
Kitab daring
  • SuttaCentral
  • Chaṭṭha Saṅgāyana Tipiṭaka
  • dhammatalks.org
  • 84000
  • NTI Reader - Taishō
  • Buddha
  • Bodhisatwa
Buddha saat ini dan keluarga
  • Gotama
  • Mukjizat
  • Klan
  • Keluarga
    • Śuddhodana
    • Māyā
    • Pajāpatī Gotamī
    • Yasodharā
    • Rāhula
4 tempat suci utama
  • Lumbinī
  • Buddhagayā
  • Isipatana
  • Kusinārā
Buddha penting sebelumnya
  • Dīpaṅkara
  • Vipassī
  • Sikhī
  • Vessabhū
  • Kakusandha
  • Koṇāgamana
  • Kassapa
Buddha selanjutnya
  • Metteyya
Bawahan
  • Dewa
  • Brahma
Mahāyāna-Vajrayāna
  • Buddha terkenal:
  • Lima Buddha Kebijaksanaan
    • Amitābha
    • Vairocana
    • Akṣobhya
    • Ratnasaṁbhava
    • Amoghasiddhi
  • Padmasaṁbhava
  • Bhaiṣajyaguru
  • Bodhisatwa terkenal:
  • Daftar Bodhisatwa
  • Mañjuśrī
  • Kṣitigarbha
  • Avalokiteśvara
  • Samantabhadra
  • Vajrapāṇi
  • Dhamma
  • Ajaran
  • Empat Kebenaran Mulia
  • Jalan Mulia Berunsur Delapan
  • Trilaksana
    • Ketidakkekalan
    • Penderitaan
    • Tanpa atma
  • Pandangan
  • Titthiya
  • Ketuhanan
  • Niyāma
  • Keyakinan
  • Triratna
  • Pancasila
  • Māra
  • Karma
  • Nirwana
  • Kemunculan Bersebab
  • Gugusan
    • Materi
    • Kesadaran
    • Persepsi
    • Perasaan
    • Saṅkhāra
  • Unsur
  • Landasan indra
  • Loka
  • Punarbawa
  • Samsara
  • Bodhi
  • Abhiññā
  • Cetasika
  • Pengotor batin
  • Noda batin
  • Belenggu
  • Rintangan
  • Kekuatan
  • Hasrat
  • Nafsu (Keserakahan)
  • Kebencian
  • Moha
    • Ketidaktahuan
  • Kemelekatan
  • Perhatian penuh
  • Bodhipakkhiyā
  • Kebajikan
  • Paramita
  • Malu
  • Takut
  • Dana
  • Sila
  • Meditasi
    • Samatha-vipassanā
    • Ānāpānasati
    • Satipaṭṭhāna
    • Kammaṭṭhāna
  • Pelepasan
  • Kebijaksanaan
  • Energi
  • Kesabaran
  • Kebenaran
  • Tekad
  • Brahmavihāra
    • Cinta kasih
    • Karuna
    • Simpati
    • Ketenangan
    • Keseimbangan batin
  • Astasila
  • Bakti
    • Puja
    • Namaskara
    • Pradaksina
    • Pindapata
    • Pelimpahan jasa
    • Ziarah
  • Sādhu
  • Sangha
  • Majelis
  • Sāriputta
  • Moggallāna
  • 10 murid utama Buddha Gotama
  • Vinaya
  • Pabbajjā
  • Upasampadā
Jenis penganut
  • Sāvaka
  • Upasaka-upasika
  • Kappiya
  • Aṭṭhasīlanī
  • Sayalay
  • Samanera-samaneri
  • Biksu
  • Biksuni
  • Kalyāṇamitta
4 tingkat kemuliaan
  • Sotapana
  • Sakadagami
  • Anagami
  • Arahat
Tempat ibadah
  • Wihara
    • Wat
    • Kyaung
  • Sima
  • Kuti
  • Cetiya
    • Stupa
    • Pagoda
    • Candi
  • Hari raya
  • Peringatan
  • Waisak
  • Asalha
  • Magha
  • Kathina
  • Hari Abhidhamma
  • Uposatha
  • Budaya
  • Masyarakat
  • Aborsi
  • Agama-agama Timur
  • Anikonisme
  • Arsitektur
  • Atomisme
  • Baháʼí
  • Bendera Buddhis
  • Buddhisme Terjun Aktif
  • Bunuh diri
  • Demokrasi
  • Darmacakra
  • Dunia Romawi
  • Ekonomi
  • Filsafat
  • Filsafat Barat
  • Gnostisisme
  • Helenistik
  • Hidangan
  • Hinduisme
  • Humanisme
  • Ilmu pengetahuan
  • Jainisme
  • Kalender
  • Kasta
  • Kecerdasan buatan
  • Kekerasan
  • Kekristenan
    • Pengaruh
    • Perbandingan
  • Masturbasi
  • Modernisme
  • Musik
  • Navayāna
  • Orientasi seksual
  • Penindasan
  • Perempuan
  • Psikologi
  • Relik Buddha
  • Rupang Buddha
  • Seksualitas
  • Sekularisme
  • Seni rupa
  • Sosialisme
  • Teosofi
  • Vegetarisme
  • Yahudi
  • Category Kategori
  •  Portal Agama
  •  Portal Buddhisme
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tanpa_atma&oldid=27429031"
Kategori:
  • Galat CS1: tanggal ISBN
  • Buddhisme
  • Konsep filosofi Buddha
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Templat webarchive tautan wayback
  • Pemeliharaan CS1: Status URL
  • Templat webarchive tautan archiveis
  • Halaman yang menggunakan sidebar dengan parameter child
  • Articles with hatnote templates targeting a nonexistent page
  • Semua artikel rintisan
  • Rintisan bertopik Buddhisme
  • Semua artikel rintisan Juni 2025

Best Rank
More Recommended Articles