More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Andi Sultan Daeng Radja - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Andi Sultan Daeng Radja - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Andi Sultan Daeng Radja

  • Basa Bali
  • English
  • Jawa
  • Bahasa Melayu
  • Sunda
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Wikimedia Commons
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "Andi Sultan Daeng Radja" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR
(November 2022)
Andi Sultan Daeng Radja

H. Andi Sultan Daeng Radja (20 Mei 1894 – 17 Mei 1963) adalah seorang tokoh kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan. Ia adalah putra pertama pasangan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.

Riwayat Hidup

[sunting | sunting sumber]

Masa Kecil dan Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Semasa muda, Sultan Daeng Radja dikenal taat beribadah dan aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Ia merupakan pendiri Masjid Tua di Ponre yang pada zamannya terbesar di Sulawesi Selatan.[1]

Tahun 1902, Sultan Daeng Radja masuk sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) tiga tahun di Bulukumba. Tamat dari Volksschool, dia melanjutkan pendidikannya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar.[2]

Riwayat Pekerjaan

[sunting | sunting sumber]

Setelah menyelesaikan pendidikannya di OSVIA pada tahun 1913, Sultan Daeng Radja yang saat itu, masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeling Makassar. Bebeberapa bulan kemudian, dia diangkat menjadi calon jaksa dan diperbantukan di Inl of Justitie Makassar. Tanggal 7 Januari 1915 diangkat menjadi Eurp Klerk pada Kantor Asisten Residen Bone di Pompanua.

Selanjutnya, dia dipindahkan lagi ke Kantor Controleur Sinjai sebagai Klerk. Dari Sinjai ditugaskan ke Takalar dan mendapat jabatan wakil kepala pajak. Selanjutnya ditugaskan ke Enrekang dengan jabatan kepala pajak. Tahun 1918, dia ditugaskan sebagai Inlandsche Besteur Asistant di Campalagian, Mandar.

Tanggal 2 April 1921, pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengangkat Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang menggantikan Andi Mappamadeng Daeng Malette yang mengundurkan diri karena tidak bisa bekerjasama lagi dengan pemerintah kolonial Belanda. Pengunduran diri Andi Mappamadeng tersebut hingga kini masih menjadi kontroversi, sebab Andi Mappamadeng Daeng Malette merupakan sepupu satu kali dari Sultan Daeng Radja. Pada waktu itu pula, Sultan Daeng Radja mendapat kepercayaan menjadi pegawai pada kantor Pengadilan Negeri (Landraad) Bulukumba.

Kembalinya Andi Sultan Daeng Radja ke Bulukumba, mendorong Dewan Hadat Gantarang (Adat Duapulua) mengadakan rapat memilih calon kepala adat. Rapat tersebut kemudian memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan ini diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia. Pada tahun 1930, Andi Sultan Daeng Radja mendapat kehormatan menjadi Jaksa pada Landraad Bulukumba.

Riwayat Perjuangan

[sunting | sunting sumber]

Andi Sultan Daeng Radja berjuang menentang penjajahan kolonial Belanda dimulai sejak masih menjadi siswa di Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenar (OSVIA) di Makassar. Ketidaksukaan Sultan Daeng Radja terhadap pemerintah kolonial dipicu oleh kesewenangan dan penindasan yang dilakukan Pemerintah Belanda terhadap rakyat Bulukumba.

Semangat untuk membela rakyat dan bangsa Indonesia yang terpateri dalam jiwa Sultan Daeng Radja, semakin berkobar saat dia aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi kebangsaan yang muncul di Pulau Jawa seperti Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam yang didirikan sebagai wadah perjuangan melawan penjajahan kolonial Belanda.

Semangat Sultan Daeng Radja untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan, membuat dia secara diam-diam mengikuti Kongres Pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Sepulang mengikuti kongres ini, tekad Sultan Daeng Radja semakin berkobar untuk mengusir kolonial Belanda dari Indonesia.

Bersama Dr. Sam Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani, Andi Sultan Daeng Radja diutus sebagai wakil Sulsel mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta. PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Masa Kemerdekaan Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Usai mengikuti rapat PPKI, Sultan Daeng Radja, langsung pulang ke Bulukumba untuk memberi penjelasan kepada rakyatnya mengenai hasil rapat PPKI dan menyusun rencana dalam rangka menindaklanjuti persitiwa bersejarah kemerdekaan RI. Kabar kemerdekaan RI yang disampaikan Sultan Daeng Radja, disambut rasa haru dan gembira oleh seluruh rakyat Bulukumba.

Akhir Agustus 1945, Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin Andi Panamun dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia.

Beberapa hari setelah kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, tentara sekutu mendarat di Indonesia termasuk di Bulukumba. Kehadiran tentara sekutu, diboncengi tentara Belanda lengkap dengan pemerintahan sipil yang disebut Nederlands Indisch Civil Administration (NICA). Kehadiran NICA sama halnya kehadiran tentara Jepang yaitu ingin menjajah Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, pemerintah NICA kemudian menuduh Andi Sultan Daeng Radja terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI sehingga ia tidak lagi digunakan sebagai pemerintah.

Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan dalam memperjuangkan kemerdekaan RI, ternyata membuat khawatir NICA. Apalagi, Sultan Daeng Radja menyatakan tidak bersedia bekerjasama dengan NICA. Tanggal 2 Desember 1945 NICA menangkap Andi Sultan Daeng Radja di kediamannya, Kampung Kasuara, Gantarang.

Andi Sultan Daeng Radja kemudian dibawa ke Makassar untuk ditahan. Pemerintah kolonial berharap, penangkapan Sultan Daeng Radja akan mematikan perlawanan rakyat Bulukumba. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Penangkapan dia semakin membangkitkan perlawanan rakyat Bulukumba terhadap NICA.

Para pejuang Bulukumba, kemudian membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin. Dalam organisasi PBAR, Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR dipantau oleh Sultan Daeng Radja. Melalui keluarga yang menjenguknya, Sultan Daeng Radja memberi perintah kepada Laskar PBAR.

NICA kemudian menahan dan mengasingkan Sultan Daeng Radja ke Menado, Sulawesi Utara. Tanggal 8 Januari 1950, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan kedaulatan RI oleh Pemeritah Belanda, Sultan Daeng Radja kemudian dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Bulukumba. Pada 1 Juli 1950 Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan. Setelah lima tahun di penjara di Makassar, pada tanggal 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Menado, Sulawesi Utara hingga 8 Januari 1950.

Setelah mundur dari jabatannya selaku Kepala Adat Gantarang, Menteri Dalam Negeri berdasarkan Surat Keputusan tertanggal 11 Juni 1951 mengangkatnya menjadi bupati pada kantor Gubernur Sulsel. Tanggal 4 April 1955, dia ditugaskan sebagai Bupati Daerah Bantaeng dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap.

Tahun 1956, Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur Sulsel sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian dia diangkat menjadi Anggota Konstituante mewakili Fraksi Partai Masyumi.[3] Andi Sultan Daeng Radja wafat pada 17 Mei 1963 di Rumah Sakit Pelamonia Makassar dalam usia 70 tahun. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.

Perjuangan Andi Sultan Daeng Radja dalam melawan penjajahan di Indonesia, akhirnya mendapat penghargaan tinggi dari Pemerintah Indonesia. Berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006, Presiden SBY menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Andi Sultan Daeng Radja, di Istana Negara pada tanggal 9 November 2006.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Pementasan Klosal Perjuangan Andi Sulthan Daeng Radja Warnai Peringatan HUT Kemerdekaan RI Tingkat Kabupaten Bulukumba". 17 Agustus 2017. Diakses tanggal 5 Mei 2020.
  2. ^ Ensiklopedia Pahlawan Nasional. Kuncoro Hadi & Sustianingsih. Istana Media, Yogyakarta, 2015.
  3. ^ "H. Andi Sultan Daeng Radja - Masjumi - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2021-11-17.
  • l
  • b
  • s
Indonesia Anggota PPKI
  • Abdoel Kadir
  • Mr. Abdul Maghfar
  • H. A.A. Hamidhan
  • K.H. Abdul Wahid Hasyim
  • Achmad Soebardjo
  • Dr. Mohammad Amir
  • Ki Bagoes Hadikoesoemo
  • Dr. Dr. GSSJ Ratulangi
  • Ki Hadjar Dewantara
  • Drs. Mohammad Hatta
  • Teuku Muhammad Hasan
  • Iwa Koesoemasoemantri
  • Mr. Johannes Latuharhary
  • Kasman Singodimedjo
  • Otto Iskandardinata
  • Andi Pangerang Petta Rani
  • I Gusti Ketut Pudja
  • Pangeran Poerbojo
  • K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
  • Sajoeti Melik
  • Ir. Soekarno
  • Prof. Mr. Dr. Soepomo
  • Pangeran Soerjohamidjojo
  • R.P. Soeroso
  • Mas Sutardjo Kertohadikusumo
  • R.A.A. Wiranatakusumah V
  • Drs. Yap Tjwan Bing
  • l
  • b
  • s
Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Abdul Haris Nasution · Andi Abdullah Bau Massepe · Basuki Rahmat · Tjilik Riwut · Jamin Ginting  · Gatot Soebroto · Harun Thohir · Hasan Basry · John Lie · R.E. Martadinata · Marthen Indey · Mas Isman · Muhammad Yasin · Syam'un · Soedirman · Soekanto Tjokrodiatmodjo · Soeprijadi · Oerip Soemohardjo · Usman Janatin  · Yos Sudarso · Djatikoesoemo · Moestopo
Kemerdekaan
Agustinus Adisoetjipto · Abdulrachman Saleh · Adisumarmo Wiryokusumo · Andi Djemma · Ario Soerjo · Bagindo Azizchan · Bernhard Wilhelm Lapian · Halim Perdanakusuma · Ignatius Slamet Rijadi · Iswahyudi · I Gusti Ngurah Rai · Muhammad Mangundiprojo · Robert Wolter Mongisidi · Sam Ratulangi · Soepeno · Sutomo (Bung Tomo) · Tahi Bonar Simatupang
Revolusi
Ahmad Yani · Karel Satsuit Tubun · Mas Tirtodarmo Harjono · Katamso Darmokusumo · Donald Izaac Panjaitan · Pierre Tendean · Siswondo Parman · Sugiyono Mangunwiyoto · R. Suprapto · Sutoyo Siswomiharjo
Pergerakan
Abdurrahman Baswedan · Maria Walanda Maramis · dr. Soetomo · Wage Rudolf Soepratman · Wahidin Soedirohoesodo
Sastra
Abdoel Moeis · Agus Salim · Amir Hamzah · Mohammad Yamin · Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Seni
Ismail Marzuki · Usmar Ismail
Pendidikan
Dewi Sartika · Kartini · Ki Hadjar Dewantara · Ki Sarmidi Mangunsarkoro · Rubini Natawisastra · Sardjito · Soeharto Sastrosoeyoso
Integrasi
Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng · Silas Papare · Syarif Kasim II dari Siak
Pers
M. Tabrani · Roehana Koeddoes · Tirto Adhi Soerjo
Pembangunan
Moestopo · Pangeran Mohammad Noor · Suharso · Siti Hartinah · Teuku Mohammad Hasan · Wilhelmus Zakaria Johannes
Agama
As'ad Samsul Arifin · Abdul Chalim · Abdul Wahab Hasbullah  · Ahmad Dahlan · Ahmad Hanafiah · Ahmad Sanusi · Albertus Soegijapranata · Bagoes Hadikoesoemo · Fakhruddin · Haji Abdul Malik Karim Amrullah · Hasyim Asy'ari · Hazairin · Ilyas Yakoub · Lafran Pane · Mas Mansoer · Masjkur · Mohammad Natsir · Muhammad Zainuddin Abdul Madjid  · Noer Alie · Nyai Ahmad Dahlan · Syech Yusuf Tajul Khalwati · Wahid Hasjim
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Saifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Andi_Sultan_Daeng_Radja&oldid=26163393"
Kategori:
  • Kelahiran 1894
  • Kematian 1963
  • Meninggal usia 68
  • PPKI
  • Pahlawan nasional Indonesia
  • Tokoh Bugis
  • Tokoh Sulawesi Selatan
  • Tokoh dari Bulukumba
  • Tokoh dari Bantaeng
  • Tokoh Muhammadiyah
  • Politikus Indonesia
  • Politikus Partai Masyumi
  • Anggota Konstituante Republik Indonesia
  • Bupati Bantaeng
  • Penerima Bintang Mahaputera Adipradana
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Artikel yang membutuhkan referensi tambahan November 2022
  • Semua artikel yang membutuhkan referensi tambahan
  • Semua orang yang sudah meninggal
  • Tanggal kelahiran 20 Mei
  • Tanggal kematian 17 Mei
  • Artikel dengan templat lahirmati
  • Semua artikel biografi
  • Artikel biografi Agustus 2024

Best Rank
More Recommended Articles