More Info
KPOP Image Download
  • Top University
  • Top Anime
  • Home Design
  • Top Legend



  1. ENSIKLOPEDIA
  2. Abdul Halim dari Majalengka - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Abdul Halim dari Majalengka - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Abdul Halim dari Majalengka

  • Basa Bali
  • English
  • Sunda
Sunting pranala
  • Halaman
  • Pembicaraan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Perkakas
Tindakan
  • Baca
  • Sunting
  • Sunting sumber
  • Lihat riwayat
Umum
  • Pranala balik
  • Perubahan terkait
  • Pranala permanen
  • Informasi halaman
  • Kutip halaman ini
  • Lihat URL pendek
  • Unduh kode QR
Cetak/ekspor
  • Buat buku
  • Unduh versi PDF
  • Versi cetak
Dalam proyek lain
  • Butir di Wikidata
Tampilan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Abdul Halim Majalengka)
Untuk mantan Perdana Menteri Indonesia dengan nama yang sama, lihat: Abdoel Halim.
K.H. Abdul Halim
Lahir(1887-06-26)26 Juni 1887
Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka, Karesidenan Cirebon, Hindia Belanda
Meninggal7 Mei 1962(1962-05-07) (umur 74)
Majalengka, Jawa Barat, Indonesia
Nama penaK.H. Muhammad Syatari (Otong Satori)
KebangsaanIndonesia
PasanganSiti Moerbiyah Halim
Nyai Qona'ah
AnakM. Toha Halim (almarhum)
Fatimah Halim
Mahriyyah Halim
Aziz Halim
Halimah Halim
Karim Halim
Taufiq Halim
Asep Saifuddin Halim
Orang tuaK.H. Muhammad Iskandar (ayah)
Siti Mutmainnah (Ibu)
KerabatIsmah Rahimi (alm.)
Kholid Fadhlulloh, SH.
Inayah Rahimi
I'anah Rahimi
Himayah Rahimi
Hannah Rosyidah (Cucu dari Fatimah Halim)
Tuty
Rubae'ah 'Adawiyyah
Ahmad Syahid
Dudung Abdul Kholiq
Dra.Iroh Siti Zahroh, M.Si (Cucu dari Mahriyyah Halim)
Rosyidi Ridwanulloh
Moh. Masykur Riyadi
Dra. Hj. Dadah Cholidah, M.Pd.I
Rosidah 'Azizah
Rufaidi Zainal Arifin
Rufaidah Sri Handari (Cucu dari Halimah Halim)
Neni Nur'aeni Aziz
Eti Aziz
Nur Ridho Aziz
Nurdiani Aziz
Taty Aziz (Cucu dari Aziz Halim)

Abdul Halim atau K.H. Abdul Halim, lebih dikenal dengan nama K.H. Abdul Halim Majalengka (26 Juni 1887 – 7 Mei 1962) adalah seorang tokoh pergerakan nasional, tokoh organisasi Islam, dan ulama yang terkenal toleran dalam menghadapi perbedaan pendapat antar ulama tradisional dan pembaharu (modernis).[1][2][3] Ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.[4]

Biografi

[sunting | sunting sumber]

Kiai Abdul Halim putra K.H. Muhammad Iskandar, lahir dengan nama Otong Syatori.[5][6] Ia merupakan anak terakhir dari delapan bersaudara dari pasangan K.H. Muhammad Iskandar dan Hj. Siti Mutmainah.[6]

Selain mengasuh pesantren, ayahnya juga seorang penghulu di Kawedanan, Jatiwangi, Majalengka.[6] Sebagai anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga pesantren, Kiai Halim telah memperoleh pendidikan agama sejak balita dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitar.[1] Ayahnya meninggal ketika Kiai Halim masih kecil, sehingga ia banyak diasuh oleh ibu dan kakak-kakaknya.[1] Pada umur 21 tahun, Kiai Halim menikah dengan Siti Murbiyah puteri K.H. Muhammad Ilyas (Penghulu Landraad Majalengka).[1][6] Pernikahan mereka dikaruniai tujuh orang anak.[1]

Seorang di antara cucunya yang aktif di berbagai organisasi Islam seperti sebagai pengurus BP4 Pusat,[7] Wanita PUI, BMOIWI (Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia), GUPPI (Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam) adalah Dra. Hj. Dadah Cholidah, M.Pd.I. Presidium BMOIWI periode (2015-2016).

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Sejak kecil Kiai Halim tergolong anak yang gemar belajar.[1] Terbukti ia banyak membaca ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu kemasyarakatan.[1] Ketika berumur 10 tahun Kiai Halim belajar al-Qur'an dan Hadis kepada K.H. Anwar, yang sekaligus menjadi guru pertamanya di luar keluarganya sendiri.[1] K.H. Anwar merupakan seorang ulama terkenal dari Ranji Wetan, Majalengka.[1] Sebagai penggemar ilmu, Kiai Halim juga mempelajari disiplin ilmu lainnya, tidak pandang apakah yang menjadi gurunya sealiran (Islam) ataupun tidak, asalkan dapat bermanfaat bagi perjuangannya kelak.[1] Hal itu terlihat ketika Kiai Halim belajar bahasa Belanda dan huruf latin kepada Van Hoeven, seorang pendeta dan misionaris di Cideres, Majalengka.[1]

Ketika menginjak usia dewasa, Kiai Halim mulai belajar di berbagai Pondok Pesantren di wilayah Jawa Barat.[1] Di antara pesantren yang pernah menjadi tempat belajar Kiai Halim adalah:[1]

  • Pesantren Lontang jaya, Panjalinan lor, Sumberjaya, Majalengka, pimpinan Kiai Abdullah.
  • Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber, Cirebon, Cirebon, asuhan Kiai Sujak.
  • Pesantren Ciwedus, Timbang, Kecamatan Cilimus, Kuningan, Kabupaten Kuningan, asuhan K.H. Ahmad Shobari.[8]
  • Dan yang terakhir Abdul Halim berguru kepada K.H. Agus, Kedungwangi, Kenayangan, Pekalongan, sebelum akhirnya kembali memperdalam ilmunya di Pesantren Ciwedus, Cilimus, Kuningan, kabupaten Kuningan.

Di sela-sela kesibukannya belajar di pesantren, Kiai Halim menyempatkan dirinya untuk berdagang.[5] Ia berjualan minyak wangi, batik, dan kitab-kitab pelajaran agama.[5]

Belajar di Mekkah

[sunting | sunting sumber]

Setelah banyak belajar di beberapa pesantren di Indonesia, Kiai Halim memutuskan untuk pergi ke Mekkah untuk melanjutkan mendalami ilmu-ilmu keislaman.[1] Di Mekah, Kiai Halim berguru kepada ulama-ulama besar di antaranya Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama asal Indonesia yang menetap di Mekah dan menjadi ulama besar sekaligus menjadi Imam di Masjidil Haram.[1][9] Selama menuntut ilmu di Mekkah, Kiai Halim banyak bergaul dengan K.H. Mas Mansur yang kelak menjadi Ketua Umum Muhammadiyah dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama dan Rais Am Syuriyah (Ketua Umum Dewan Syuro) Pengurus Besar organisasi tersebut setelah Kiai Hasjim Asy'ari meninggal pada tahun 1947.[1] Kedekatan Kiai Halim terhadap kedua orang sahabatnya yang berbeda latar belakang antara pembaharu dan tradisional inilah yang membuatnya terkenal sebagai ulama yang amat toleran.[1]

Selain belajar langsung kepada Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Kiai Halim juga mempelajari kitab-kitab para ulama lainnya, seperti kitab karya Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridlo, dan ulama pembaharu lainnya.[1] Selain itu Kiai Halim juga banyak membaca majalah al-Urwatul Wutsqo maupun al-Manar yang membahas tentang pemikiran kedua ulama tersebut.[1]

Pesantren Santi Asromo

[sunting | sunting sumber]

Terdapat dua peninggalan K.H. Abdul Halim yang masih bertahan hingga hari ini, yaitu: pesantren Santi Asromo dan organisasi Persatuan Umat Islam (PUI) yang bergerak di bidang agama, pendidikan, sosial dan budaya. Santri Asromo merupakan pendidikan pesantren yang membekali siswa dengan keterampilan. “Belajar di Santi Asromo ada pandai besi, menyuling minyak kayu putih, bertani kopi dan lada serta beternak ayam, kambing dan ikan”, ujar Dadah Cholidah, cucu K.H. Abdul Halim dari putrinya Halimah Halim.[10]

Sang kakek, menurut Dadah Cholidah, memberi pesan agar anak cucunya menjaga Santi Asromo itu. “Karena ketika beliau mendirikan Santi Asromo penuh perjuangan dan ujian," ujar Dadah. Hingga kini bangunan Santi Asromo telah berkembang dan berdiri kokoh di atas tanah seluas 12 hektare dengan fasilitas pondok pesantren, Madrasah Ibtidaiyah PUI, SMP Prakarya dan SMA Prakarya.

Sekretaris Jenderal Persatuan Umat Islam (PUI) periode 2009 - 2014,[11] Ahmadie Thaha menilai, model pendidikan Santri Asromo yang mengajarkan santri entrepreneurship melampaui zamannya. “Waktu itu ada mesin jahit dan percetakan. Jadi bisa dibayangkan zaman itu saja sudah modern”, ujar Ahmadie.

Perserikatan Ulama Indonesia/ Persatuan Umat Islam

[sunting | sunting sumber]

Setelah tiga tahun belajar di Mekkah, Kiai Halim kembali ke Indonesia untuk mengajar. Pada tahun 1911, ia mendirikan lembaga pendidikan Majlis Ilmi di Majalengka untuk mendidik santri-santri di daerah tersebut.[1] Setahun kemudian setelah lembaga pendidikan tersebut telah berkembang, Kiai Halim mendirikan sebuah organisasi yang bernama Hayatul Qulub, yang kemudian Majlis Ilmi menjadi bagian di dalamnya.[1]

Hayatul Qulub (Hayat al-Qulub) yang didirikan tahun 1912 tersebut tidak hanya bergerak di bidang pendidikan saja, melainkan juga masuk ke bidang perekonomian.[1] Hal ini disebabkan Kiai Halim ingin memajukan lapangan pendidikan sekaligus perdagangan.[1] Maka anggota organisasinya bukan saja dari kalangan santri, guru, dan kiai, tetapi juga para petani dan pedagang.[1] Namun organisasi yang bergerak di bidang dagang tersebut tentu akan mempunyai saingan dagang, khususnya dengan pedagang Cina yang pada masa itu cenderung lebih berhasil di bidang perdagangan.[1] Karena pemerintah Hindia Belanda lebih banyak membela kepentingan pedagang-pedagang Cina yang diberi status hukum lebih kuat dibanding kelompok pribumi.[1]

Persaingan tersebut memuncak ketika pemerintah Hindia Belanda menuduh organisasi Hayatul Qulub sebagai biang kerusuhan dalam peristiwa penyerangan toko-toko milik orang Cina yang terjadi di Majalengka pada tahun 1915.[1] Akibatnya pemerintah Hindia Belanda membubarkan Hayatul Qulub dan melarang meneruskan segala kegiatannya.[1] Setelah dibubarkannya organisasi tersebut, Kiai Halim memutuskan untuk kembali ke Majlis Ilmi untuk tetap menjaga kepentingan perjuangan Islam, terutama dalam bidang pendidikan.[1]

Pada tanggal 16 Mei 1916, Kiai Halim secara resmi mendirikan lembaga pendidikan baru yang ia beri nama Jam’iyah al-I’anat al-Muta’alimin.[1] Lembaga pendidikan ini lebih baik dari sebelumnya, karena Kiai Halim menerapkan sistem klasikal dengan lama kursus lima tahun dan sistem koedukasi.[1][9] Dan bagi yang sudah mencapai kelas tinggi akan menerima pelajaran bahasa Arab.[9] Setahun kemudian, HOS Cokroaminoto memberi dukungan terhadap lembaga pendidikan tersebut, yang akhirnya dikembangkan dan diubah namanya menjadi Perserikatan Ulama yang lebih dikenal dengan PUI (Perserikatan Ulama Indonesia).[1] Perserikatan tersebut meemiliki panti asuhan, percetakan, dan sebuah pertenunan.[9]

Sekalipun aktif dalam berbagai organisasi itu, Abdul Halim tetap mencurahkan perhatiannya untuk memajukan pendidikan. Hal itu diwujudkannya dengan mendirikan Santi Asromo pada tahun 1932. Dalam lembaga pendidikan ini, para murid tidak hanya dibekali dengan pengetahuan agama dan pengetahuan umum, tetapi juga dengan keterampilan sesuai dengan bakat anak didik, antara lain pertanian, pertukangan, dan kerajinan tangan.

Pada masa awal pendudukan Jepang, beberapa partai dan organisasi politik dibekukan. Organisasi keagamaan yang dibolehkan berdiri hanya Muhammadiyah dan Nahdlatul 'Ulama. PO pun dibekukan. Namun, Abdul Halim tetap berusaha agar organisasi itu dihidupkan kembali. Barulah pada tahun 1944 usahanya berhasil, tetapi namanya diganti menjadi Perikatan Oemat Islam (POI).[12] Pada tanggal 5 April 1952 di Kota Bogor diadakan rapat tentang penggabungan antara Persatuan Umat Islam dan Persatuan Umat Islam Indonesia. Akhirnya kedua organisasi ini disatukan menjadi Persatuan Ummat Islam dan Abdul Halim dipilih sebagai ketua pertamanya.[13]

Persatuan Umat Islam (PUI) memiliki tujuan pokok antara lain:[1]

  1. Memajukan dan menyiarkan pengetahuan dan pengajaran agama Islam.
  2. Memajukan perihal penghidupan yang didasarkan atas hukum Islam.
  3. Memelihara tali percintaan dan persaudaraan yang kuat dan membangunkan hati supaya suka tolong menolong antara satu dengan lainnya.

PUI melakukan beberapa upaya untuk mewujudkan tujuannya tersebut, di antaranya adalah:[1]

  1. Mendirikan dan memelihara sekolah.
  2. Menerbitkan, menyiarkan, dan menjual buku-buku (kitab-kitab), brosur, majalah, dan surat kabar yang berisi tentang keislaman.
  3. Meningkatkan pertanian, perdagangan dan perekonomian lainnya.
  4. Mendidik pemuda sebagai kader muslim masa mendatang.
  5. Bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan muslim lainnya demi memajukan Agama Islam.

Pergerakan Nasional

[sunting | sunting sumber]

Abdul Halim merupakan salah satu dari enam tokoh muslim yang bergabung dalam salah satu badan penasihat Gunseikan, Cuo Sangi In. Badan ini memiliki anggota berjumlah 43 orang.[14] Pada bulan Mei 1945, ia diangkat menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan negara. Dalam BPUPKI ini Abdul Halim duduk sebagai anggota Panitia Pembelaan Negara.

Sesudah Republik Indonesia berdiri, Abdul Halim diangkat sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Daerah (PB KNID) Cirebon. Selanjutnya ia aktif membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pada waktu Belanda melancarkan agresi militer kedua yang dimulai tanggal 19 Desember 1948, Abdul Halim aktif membantu kebutuhan logistik bagi pasukan TNI dan para gerilyawan. Residen Cirebon juga mengangkatnya menjadi Bupati Majalengka.

Pada 1928, ia diangkat menjadi pengurus Majelis Ulama yang didirikan Sarekat Islam bersama-sama dengan K.H.M Anwaruddin dari Rembang dan K.H. Abdullah Siradj dari Yogyakarta. Ia juga menjadi anggota pengurus MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia) yang didirikan pada 1937 di Surabaya.

Sesudah perang kemerdekaan berakhir, Abdul Halim tetap aktif dalam organisasi keagamaan dan membina Santi Asromo. Namun, sebagai ulama yang berwawasan kebangsaan dan persatuan, ia menentang gerakan Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo, walaupun ia tinggal di daerah yang dikuasai oleh Darul Islam. la juga merupakan salah seorang tokoh yang menuntut pembubaran Negara Pasundan ciptaan Belanda.

Dalam periode tahun 1950-an Abdul Halim pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat dan kemudian menjadi anggota Konstituante.[15]

Meninggalnya

[sunting | sunting sumber]

K.H. Abdul Halim Ulama besar tanah Pasundan ini menghadap Ilahi 7 Mei 1962 dan dikebumikan di Majalengka dalam usia 74 tahun. “Meninggalkan harta bendanya diwakafkan untuk madrasah dan institusi pendidikan. Bahkan rumah pribadinya diberikan untuk PUI”, ujar Dadah.[16]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Atas jasa-jasanya Pemerintah Republik Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.[4][17]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan Kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah H.M. Bibit Suprapto (2009). Ensiklopedi Ulama Nusantara. Gelegar Media Indonesia. ISBN 979-980661114-5. Halaman 20-25.
  2. ^ Asvi Warman Adam (2010). Menguak Misteri Sejarah. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-504-8. Halaman 47.
  3. ^ Ajip Rosidi (2010). Mengenang hidup orang lain: sejumlah obituari. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9102-22-5. Halaman 187.
  4. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2016-03-27. Diakses tanggal 2016-03-18.
  5. ^ a b c www.pondokpesantren.net: K.H. Abdul Halim Diarsipkan 2014-04-13 di Wayback Machine.. Diakses 13 April 2014
  6. ^ a b c d www.pelitatangerang.xtgem.com: K.H. Abdul Halim, Majalengka. Diakses 13 April 2014
  7. ^ ^ http://bimasislam.kemenag.go.id/post/berita/menag-pendidikan-pra-nikah-perlu-dijadikan-gerakan-nasional-
  8. ^ ^^^Nina Herlina, Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat, (Bandung: Pustaka UNPAD, 2011), hlm. 37-38.
  9. ^ a b c d M Saleh Putuhena (2007). Historiografi Haji Indonesia. LKiS. ISBN 978-979-25-5264-5. Halaman 372.
  10. ^ Wiene. "17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: KH Abdul Halim". Tribunnewswiki.com. Diakses tanggal 2023-06-01.
  11. ^ http://pui.or.id/tentang-pui/susunan-pengurus-2009-2014/susunan-pengurus-2009-2014/[pranala nonaktif permanen]
  12. ^ Mujadid. "KH Abdul Halim, Sang Ulama Reformis dari Majalengka | Republika ID". republika.id (dalam bahasa American English). Diakses tanggal 2023-06-01.
  13. ^ Saefullah, Asep. "K.H. Abdul Halim dan Gagasan Pendidikan Ekonomi Berbasis Pesantren" (PDF). Jurnal Lektur Keagamaan. 15 (1): 199.
  14. ^ Hernawan, W., dan Yulianti, E. R. (2017). "Politik dalam Pemikiran K.H. Abdul Halim (1887-1962): Ide dan Gerakan". Jurnal Ushuluddin. 25 (2): 166. doi:10.24014/jush.v25i2.4027. ISSN 2407-8247. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  15. ^ "A. Halim - Masjumi - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2021-10-21.
  16. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2016-03-31. Diakses tanggal 2016-03-19.
  17. ^ https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-2

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  • www.hijarpui.org Diarsipkan 2016-04-08 di Wayback Machine.
  • www.pui.or.id
  • l
  • b
  • s
Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia
Politik
Abdul Halim Majalengka · Abdoel Kahar Moezakir · Achmad Soebardjo · Adam Malik · Adnan Kapau Gani · Alexander Andries Maramis · Alimin · Andi Sultan Daeng Radja · Arie Frederik Lasut · Arnold Mononutu · Djoeanda Kartawidjaja · Ernest Douwes Dekker · Fatmawati · Ferdinand Lumban Tobing · Frans Kaisiepo · Gatot Mangkoepradja · Hamengkubuwana IX · Herman Johannes · Idham Chalid · Ida Anak Agung Gde Agung · Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono · I Gusti Ketut Pudja · Iwa Koesoemasoemantri · Izaak Huru Doko · Johannes Leimena · Johannes Abraham Dimara · Kasman Singodimedjo · Kusumah Atmaja · Lambertus Nicodemus Palar · Mahmud Syah III dari Johor · Mangkunegara I · Maskoen Soemadiredja · Mohammad Hatta · Mohammad Husni Thamrin · Moewardi · Teuku Nyak Arif · Nani Wartabone · Oto Iskandar di Nata · Radjiman Wedyodiningrat · Rasuna Said · Saharjo · Samanhudi · Soekarni · Soekarno · Sukarjo Wiryopranoto · Soepomo · Soeroso · Soerjopranoto · Sutan Mohammad Amin Nasution · Sutan Syahrir · Syafruddin Prawiranegara · Tan Malaka · Tjipto Mangoenkoesoemo · Oemar Said Tjokroaminoto · Zainul Arifin
Militer
Abdul Haris Nasution · Andi Abdullah Bau Massepe · Basuki Rahmat · Tjilik Riwut · Jamin Ginting  · Gatot Soebroto · Harun Thohir · Hasan Basry · John Lie · R.E. Martadinata · Marthen Indey · Mas Isman · Muhammad Yasin · Syam'un · Soedirman · Soekanto Tjokrodiatmodjo · Soeprijadi · Oerip Soemohardjo · Usman Janatin  · Yos Sudarso · Djatikoesoemo · Moestopo
Kemerdekaan
Agustinus Adisoetjipto · Abdulrachman Saleh · Adisumarmo Wiryokusumo · Andi Djemma · Ario Soerjo · Bagindo Azizchan · Bernhard Wilhelm Lapian · Halim Perdanakusuma · Ignatius Slamet Rijadi · Iswahyudi · I Gusti Ngurah Rai · Muhammad Mangundiprojo · Robert Wolter Mongisidi · Sam Ratulangi · Soepeno · Sutomo (Bung Tomo) · Tahi Bonar Simatupang
Revolusi
Ahmad Yani · Karel Satsuit Tubun · Mas Tirtodarmo Harjono · Katamso Darmokusumo · Donald Izaac Panjaitan · Pierre Tendean · Siswondo Parman · Sugiyono Mangunwiyoto · R. Suprapto · Sutoyo Siswomiharjo
Pergerakan
Abdurrahman Baswedan · Maria Walanda Maramis · dr. Soetomo · Wage Rudolf Soepratman · Wahidin Soedirohoesodo
Sastra
Abdoel Moeis · Agus Salim · Amir Hamzah · Mohammad Yamin · Ali Haji bin Raja Haji Ahmad
Seni
Ismail Marzuki · Usmar Ismail
Pendidikan
Dewi Sartika · Kartini · Ki Hadjar Dewantara · Ki Sarmidi Mangunsarkoro · Rubini Natawisastra · Sardjito · Soeharto Sastrosoeyoso
Integrasi
Pajonga Daeng Ngalie Karaeng Polongbangkeng · Silas Papare · Syarif Kasim II dari Siak
Pers
M. Tabrani · Roehana Koeddoes · Tirto Adhi Soerjo
Pembangunan
Moestopo · Pangeran Mohammad Noor · Suharso · Siti Hartinah · Teuku Mohammad Hasan · Wilhelmus Zakaria Johannes
Agama
As'ad Samsul Arifin · Abdul Chalim · Abdul Wahab Hasbullah  · Ahmad Dahlan · Ahmad Hanafiah · Ahmad Sanusi · Albertus Soegijapranata · Bagoes Hadikoesoemo · Fakhruddin · Haji Abdul Malik Karim Amrullah · Hasyim Asy'ari · Hazairin · Ilyas Yakoub · Lafran Pane · Mas Mansoer · Masjkur · Mohammad Natsir · Muhammad Zainuddin Abdul Madjid  · Noer Alie · Nyai Ahmad Dahlan · Syech Yusuf Tajul Khalwati · Wahid Hasjim
Perjuangan
Abdul Kadir · Achmad Rifa'i · Andi Depu · Andi Mappanyukki · Aji Muhammad Idris · Aria Wangsakara · Baabullah · Bataha Santiago · Cut Nyak Dhien · Cut Nyak Meutia · Depati Amir · Hamengkubuwana I · I Gusti Ketut Jelantik · I Gusti Ngurah Made Agung · Ida Dewa Agung Jambe · Himayatuddin Muhammad Saidi · Iskandar Muda dari Aceh · Kiras Bangun · La Madukelleng · Machmud Singgirei Rumagesan · Mahmud Badaruddin II dari Palembang · Malahayati · Martha Christina Tiahahu · Nuku Muhammad Amiruddin · Nyai Ageng Serang · Opu Daeng Risadju · Paku Alam VIII · Pakubuwana VI · Pakubuwana X · Pangeran Antasari · Pangeran Diponegoro · Pattimura · Pong Tiku · Raden Mattaher · Radin Inten II · Ranggong Daeng Romo · Raja Haji Fisabilillah · Ratu Kalinyamat · Salahuddin bin Talabuddin · Sisingamangaraja XII · Sultan Agung dari Mataram · Sultan Hasanuddin · Teungku Chik di Tiro · Tuanku Imam Bonjol · Tuanku Tambusai · Teuku Umar · Tirtayasa dari Banten · Thaha Saifuddin dari Jambi · Tombolotutu · Untung Suropati · Zainal Mustafa
Diusulkan · Perempuan · Islam · Kristen · Hindu · Buddha · Kepercayaan asli · Portal Portal Indonesia
  • l
  • b
  • s
Indonesia Anggota BPUPKI
  • K.H. Abdul Fatah Hasan
  • K.H. Abdul Halim Majalengka
  • Raden Abdul Kadir
  • Abdul Kaffar
  • Abdoel Kahar Moezakir
  • R. Abdulrahim Pratalykrama
  • Abdurrahman Baswedan
  • K.H. Abdul Wahid Hasjim
  • R. Abikoesno Tjokrosoejoso
  • Agus Musin Dasaad
  • Haji Agus Salim
  • K.H. Ahmad Sanusi
  • Mr. R. Achmad Soebardjo
  • Mr. Alexander Andries Maramis
  • Mas Aris
  • Ir. R. Ashar Sutejo Munandar
  • R. Asikin Natanegara
  • Ki Bagoes Hadikoesoemo
  • Mr. Mas Besar Mertokusumo
  • BPH Bintoro
  • Dr. R. Boentaran Martoatmodjo
  • Prof. Dr. R. Djenal Asikin Widjaja Koesoema
  • Ki Hadjar Dewantara
  • Drs. Moh. Hatta
  • Mr. R. Hindromartono
  • Prof. Dr. Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat
  • Ichibangase Yosio
  • Mr. Johannes Latuharhary
  • Liem Koen Hian
  • K.H. Mas Mansoer
  • R.M. Margono Djojohadikoesoemo
  • Mr. R.A. Maria Ulfah Santoso
  • K.H. Masjkur
  • Ir. Pangeran Mohammad Noor
  • Oey Tiang Tjoei
  • Oei Tjong Hauw
  • R. Otto Iskandar di Nata
  • Parada Harahap
  • P.F. Dahler
  • R.A.A. Poerbonegoro Soemitro Kolopaking
  • Pangeran Poeroebojo
  • Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
  • R. Ruslan Wongsokusumo
  • Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo
  • Dr. Samsi Sastrawidagda
  • Mr. R.M. Sartono
  • Mr. R. Sastromulyono
  • Mr. Raden Panji Singgih
  • R.N. Siti Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito
  • Mr. R. Raden Sjamsoeddin
  • Dra. KRMH Sosrodiningrat
  • Raden Sudirman
  • R. Sukarjo Wiryopranoto
  • Ir. Soekarno
  • Dr. Soekiman Wirjosandjojo
  • Dr. R. Sulaiman Effendi Kusumah Atmaja
  • Prof. Mr. Dr. Soepomo
  • Ir. R.M. Panji Surachman Cokroadisuryo
  • R.M.T. Ario Soerjo
  • Pangeran Soerjohamidjojo
  • R.P. Soeroso
  • Mr. Mas Soesanto Tirtoprodjo
  • Mas Sutardjo Kertohadikusumo
  • Mr. R. Soewandi
  • Tan Eng Hoa
  • R.A.A. Wiranatakusumah V
  • K.R.M.T. Wongsonegoro
  • RMTA Wuryaningrat
  • Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Abdul_Halim_dari_Majalengka&oldid=26739481"
Kategori:
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif Januari 2021
  • Kelahiran 1887
  • Kematian 1962
  • Meninggal usia 74
  • Meninggal usia 75
  • Pahlawan nasional Indonesia
  • Anggota BPUPKI
  • Tokoh Sunda
  • Tokoh Jawa Barat
  • Tokoh dari Majalengka
  • Tokoh Islam Indonesia
  • Ulama Sunda
  • Ulama Majalengka
  • Politikus Indonesia
  • Politikus Partai Masyumi
  • Anggota Konstituante Republik Indonesia
  • Bupati Majalengka
Kategori tersembunyi:
  • Pages using the JsonConfig extension
  • Galat CS1: parameter tidak didukung
  • Templat webarchive tautan wayback
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif
  • Artikel dengan paramater tanggal tidak valid pada templat
  • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen
  • CS1 sumber berbahasa American English (en-us)
  • Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list
  • Halaman yang menggunakan pranala magis ISBN
  • Pages using Infobox writer with unknown parameters
  • Semua orang yang sudah meninggal
  • Tanggal kelahiran 26 Juni
  • Tanggal kematian 7 Mei
  • Artikel dengan templat lahirmati
  • Semua artikel biografi
  • Artikel biografi Januari 2025

Best Rank
More Recommended Articles