Abu Ayyub al-Anshari
Abu Ayyub al-Anshari | |
---|---|
radhiyallahu anhu | |
Nama asli | Khalid bin Zaid |
Lahir | Khalid Yatsrib (sekarang Madinah) |
Meninggal | Konstantinopel tahun 52 H usia 80 tahun |
Tempat peristirahatan | Tepi Benteng Istanbul |
Kebangsaan | Suku Khazraj Kabilah Bani Najjar |
Istri | Ummu Ayyub |
Orang tua | Zaid bin Kulaib (ayah) dan Hindun binti Sa'id (ibu) |
Abu Ayyub al-Anshari (أبو أيوب الأنصاري) adalah seorang sahabat nabi Islam Muhammad. Rumahya menjadi tempat persinggahan Muhammad segera setelah tiba di Madinah pada saat ia berhijrah.[1] Abu Ayyub hidup pada masa pemerintahan Kekhalifahan Rasyidin dan Kekhalifahan Umayyah. Abu Ayyub meninggal di Konstantinopel ketika tentara Kekhalifahan Umayyah coba menyerang kota itu. Setelah Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, makam Abu Ayyub dipindahkan ke tepi benteng Konstantinopel di Istanbul seperti yang diwasiatkannya. Di samping makamnya dibangun Masjid Eyüp Sultan.
Kehidupan
Namanya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa'labah bin Abdu-Amr bin Auf bin Ghanam bin Malik bin an-Najjar bin Tsa'labah bin al-Khazraj.[2] Dia berasal dari suku Khazraj, kabilah Bani Najjar.[2] Ayahnya adalah Zaid bin Kulaib. Ibunya adalah Hindun binti Sa'id bin Amr bin Imri'il Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin al-Khazraj bin al-Harits bin al-Khazraj.[3] Istrinya adalah Ummu Ayyub binti Qais bin Sa'id bin Qais bin Amr bin Imri'il Qais.[4] Muhammad mempersaudarakannya dengan Mush'ab bin Umair.[1]
Masa kenabian Muhammad
Sebelum Muhammad hijrah ke Madinah, Abu Ayyub al-Anshari mengikuti Baiat Aqabah yang kedua.[3] Setelah Muhammad hijrah, dia mengikuti Pertempuran Badar dan perang-perang setelahnya.[1]
Rumahnya dipilih oleh Muhammad sebagai tempat tinggal sementara di perkampungan Bani Najjar hingga pembangunan Masjid Nabawi dan bilik salah satu istri Muhammad, Saudah binti Zam'ah selesai. Muhamad tinggal di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan. Pada awalnya Muhammad tinggal di lantai bawah rumah dan Abu Ayyub bersama istrinya tinggal di lantai atas. Namun, karena Abu Ayyub tidak ingin berada di atas Muhammad karena dinilai menghalangi wahyu, Abu Ayyub pindah ke lantai bawah dan Muhammad pindah ke lantai atas.[1]
Ketika terjadi peristiwa tuduhan berzinanya Aisyah istri Muhammad, dengan Shafwan bin Mu'aththal, Abu Ayyub pernah ditanya Ummu Ayyub, “Tidakkah kau dengar apa yang dikatakan orang-orang tentang Aisyah?”
- Abu Ayyub menjawab, “Tentu saja. Apa yang mereka katakan itu adalah dusta. Apakah kamu mungkin melakukannya?”
- “Tidaklah, demi Allah. Aku tidak mungkin melakukannya.”
- “Kalau begitu, Aisyah, demi Allah, lebih baik daripada kamu.”[5]
Menurut para ahli Tafsir, berkaitan dengan kejadian Allah mewahyukan kepada Muhammad,[1]
لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ |
Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kalian mendengar berita bohong itu dan berkata: “Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata.” |
—QS an-Nur [24]: 12 |
Setelah kematian Muhammad
Semasa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khathab, Abu Ayyub ikut terlibat dalam pembebasan wilayah Syam (Suriah) di bawah komando Amru bin Ash, ia mengikuti pertempuran di wilayah Ramallah.[6] Semasa Khalifah Utsman terkepung pemberontak, Abu Ayyub menjadi salah satu imam sholat Masjid Nabawi.[6]
Abu Ayyub al-Anshari tetap tinggal di Madinah sampai pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Di masa itu, Ali mengangkatnya sebagai penggantinya memimpin Madinah ketika Ali memindahkan pusat kekhalifahan ke Irak. Namun, Abu Ayyub tidak lama kemudian menyusul Ali ke Irak.[1] Dia pernah pindah ke Mesir melalui jalur laut pada tahun 46 H. Pindah lagi ke Damaskus pada zaman Muawiyah bin Abi Sufyan.[2]
Abu Ayyub ikut serta dalam peperangan membebaskan banyak negeri, selain Perang Shiffin.[2] Dia memihak Ali dalam memerangi kaum Khawarij pada pertempuran Nahawand sebagai komandan pasukan berkuda.[7][6] Saat ke Basrah, Irak, Abu Ayyub disambut oleh Abdullah bin Abbas, diberi rumah dan harta 40.000 dirham (sekitar 140 juta rupiah).[8]
Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Abu Ayyub bertemu Muawiyah di istananya, lalu Abu Ayyub menyindir Muawiyah sehingga membuatnya marah namun tetap bersabar menyikapi Abu Ayyub karena menghormatinya.[8] Ia lalu ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi pada tahun 23 H (644 M) di bawah panji Mu'awiyah memerangi Sha'ifah hingga sampai di Ammuriyyah (sekitar Capadocia). Sahabat yang mengiringinya ketika itu yaitu Ubadah bin Shamit, Abu Dzar, dan Syaddad bin Aus.[6]
Kematian
Kematian Abu Ayyub al-Anshari terjadi pada saat Pengepungan Konstantinopel di masa pemerintahan Mu'awiyah bin Abu Sufyan tahun 674 M. Pada saat itu, pemimpin perang adalah putra Mu'awiyah yaitu Yazid bin Mu'awiyah yang diikuti juga sahabat lain seperti Husain bin Ali dan Abdullah bin Zubair. Upaya penaklukkan Konstantinopel didorong oleh perkataan Nabi:
"Sesungguhnya Konstantinopel itu pasti akan dibuka (ditaklukkan). Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya."[6]
Abu Ayyub al-Anshari meninggal dunia dalam peperangan ini. Sebelum kematiannya, ia berwasiat kepada Yazid bin Mu'awiyah bahwa ia ingin mati bersama dengan kudanya. Ia pun menerobos masuk ke Konstantinopel hingga mecapai dirinya tidak mampu sama sekali bergerak untuk melawan musuh.[9] Abu Ayyub al-Anshari meninggal pada tahun 52 H / 674 M di usia 80 tahun sebagai seorang mujahid. Baru beberapa saat sampai di wilayah musuh, dia jatuh sakit (karena memasuki musim dingin ekstrim saat itu). Yazid menjenguknya seraya bertanya, “Apa yang ingin Anda wasiatkan?”
Dia menjawab, “Apabila aku meninggal, bawalah jasadku dengan kuda sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh.
Jika tidak memungkinkan, maka kebumikanlah aku terlebih dahulu kemudian kembalilah berperang.”
Setelah kematian Abu Ayyub, jasadnya dinaikkan di atas kuda. Lalu kuda itu dibawa ke wilayah musuh kemudian jasadnya dikuburkan.[1][3] Pasukan muslimin gagal menaklukkan selama beberapa bulan karena selain kuatnya benteng pertahanan kota yang tinggi, juga disebabkan oleh jalur logistik yang sangat jauh, cuaca musim dingin ekstrim dan datangnya bantuan pasukan musuh (Romawi).
Pada zaman pemerintahan Muhammad al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.
Periwayatan hadis
- Meriwayatkan dari
Nabi Islam Muhammad dan Ubay bin Ka'ab.[7]
- Meriwayatkan darinya
Jabir bin Samurah, al-Bara' bin 'Azib, Miqdam bin Ma'du Yakrib, Abdullah bin Yazid al-Khath'ami, Jubair bin Nufair, Sa'id bin al-Musayyib, Musa bin Thalhah, Urwah bin Zubair, Atha' bin Yazid al-Laitsi, Aflah maula Atha' bin Yazid al-Laitsi, Abu Rumam as-Sima'i bin Abdirrahman, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdurrahman bin Abi Laila, Qartsa' adh-Dhubai, Muhammad bin Ka'ab, al-Qasim Abu Abdirrahman, dan lain-lain.[2]
Banyak hadis yang diriwayatkan darinya. Di kitab Musnad karangan Baqi bin Makhlad ada 155 hadis darinya, tujuh di antaranya disepakati Bukhari dan Muslim. Bukhari sendiri meriwayatkan satu hadis yang lain. Muslim meriwayatkan lima hadis yang lain.[2]
Dalam salah satu riwayat para ulama Muslim, mereka mencatat kisah Abu Ayyub yang bertenya tentang keakuratan hadis,[1]
Abu Ayyub pernah berangkat dari Madinah ke Mesir hanya untuk menemui Uqbah bin Amir dan menanyainya tentang satu hadis yang pernah didengar dari Nabi Muhammad. Dia berkata, “Ada satu hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah dan tidak ada lagi yang mendengarnya selain aku dan engkau; yaitu hadis tentang menutupi aib seorang mukmin.”
Uqbah lalu menanggapi, “Ya, aku pernah mendengar Nabi mengatakan, ‘Barang siapa menutupi aib seorang mukmin di dunia, maka Allah akan menutupi aibnya kelak pada hari Kiamat.’”
“Engkau benar,” tegas Abu Ayyub.
Lihat juga

Referensi
- ^ a b c d e f g h Al-Mishri, Mahmud (2015). Muhammad Ali, Lc (ed.). Ensiklopedi Sahabat. Vol. 2. Jakarta: pustakaimamsyafii.com. hlm. 488–503. ISBN 978-602-9183-92-4.
- ^ a b c d e f "أبو أيوب الأنصاري" [Abu Ayyub al-Anshari]. Islamic Library. سير أعلام النبلاء (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari asli tanggal 2017-09-25. Diakses tanggal 16 Juli 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ a b c "أسد الغابة ط العلمية". Shamela Library (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari asli tanggal 2017-03-29. Diakses tanggal 16 Juli 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ "كتاب: الاستيعاب في معرفة الأصحاب (نسخة منقحة)". Al-Eman|نداء الإيمان (dalam bahasa bahasa Arab). Diakses tanggal 17 Juli 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ "أبو أيوب وذكره طهر عائشة لزوجه" [Pembelaan Abu Ayyub terhadap Aisyah di depan istrinya]. Islamic Library. السيرة النبوية لابن هشام (dalam bahasa bahasa Arab). Diarsipkan dari asli tanggal 2017-03-29. Diakses tanggal 17 Juli 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
- ^ a b c d e Katsir, Ibnu (2012). Terjemah Al Bidayah wa an-Nihayah. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-044-5
- ^ a b "الإصابة في تمييز الصحابة". Shamela Library (dalam bahasa bahasa Arab). Diakses tanggal 17 Juli 2017. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala Vol.6. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-236-270-8
- ^ Katsir, Ibnu (2018). Dahsyatnya Hari Kiamat. Diterjemahkan oleh Nurdin, Ali. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 7. ISBN 978-979-1303-85-9. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)