Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib
![]() | |
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 622 ![]() Kekaisaran Aksum ![]() |
Kematian | 700 ![]() Madinah ![]() |
Tempat pemakaman | Jannatul Baqi Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! 700 Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! ![]() |
Data pribadi | |
Agama | Islam ![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | ulama ![]() |
Murid dari | Asma' binti Umais ![]() |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Zainab binti Ali ![]() |
Anak | Ismail bin Abdullah bin Ja'far, Muawiyah bin Abdullah bin Ja'far, Ali bin Abdullah bin Ja'far, Aun bin Abdullah bin Ja'far, Muhammad bin Abdullah bin Ja'far, Abbas bin Abdullah bin Ja'far ![]() |
Orang tua | Ja'far bin Abi Thalib ![]() ![]() |
Saudara | Muhammad bin Ja'far bin Abi Thalib, Aun bin Ja'far, Muhammad bin Abu Bakar dan Ummu Kultsum binti Abu Bakar ![]() |
Kerabat | Abdullah bin Muawiyah al-Ja'fari (cucu laki-laki) ![]() |
Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib (1–80 H) adalah salah seorang sahabat Muhammad. Ia merupakan keluarga dekat Muhammad dari Bani Hasyim. Keluarganya merupakan ahlul bait yang menjalin hubungan kekeluargaan dengan Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Ja'far terkenal atas sifat kedermawanan sekaligus perannya sebagai perawi hadis yang dijadikan sebagai sumber oleh Ibnu Syihab az-Zuhri. Ia meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.[1]
Nasab
Abdullah bin Ja'far berasal dari Bani Hasyim.[2] Nasabnya ialah Abdullah bin Ja'far bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib al-Hasyimi al-Qurasyi.[3] Ayah Abdullah bin Ja'far bernama Ja'far bin Abi Thalib, sedangkan ibunya bernama Asma' binti Umais.[4] Ia dilahirkan pada tahun 1 H atau 622 M.[5] Abdullah bin Ja'far merupakan tiga bersaudara bersama Aun bin Ja'far dan Muhammad bin Ja'far.[6] Abdullah bin Ja'far merupakan anak yang paling bungsu.[7] Ia dilahirkan di Habasyah ketika kedua orang tuanya sedang hijrah.[3]
Pengasuhan
Pada tahun 7 H, Ja'far bin Abi Thalib sebagai pimpinan rombongan di Habasyah pindah ke Madinah dan ia mengikuti Pertempuran Mu'tah.[8] Ja'far bin Abi Thalib meninggal ketika mengikuti Pertempuran Mu'tah. Ia meninggal setelah menggantikan Zaid bin Haritsah yang syahid sebagai pemimpin dalam pertempuran ini.[9] Abdullah bin Ja'far dan kedua saudara serta ibunya, ditinggal mati oleh ayahnya ketika masih kanak-kanak.[4] Sepeninggal ayahnya, ibunya yaitu Asma' binti Umais dinikahi oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sehingga ia memiliki saudara lagi bernama Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal, ibunya dinikahi oleh Ali bin Abi Thalib.[4]
Setelah ayahnya meninggal, Abdullah bin Ja'far diasuh oleh Muhammad dan didoakan sukses dalam berdagang.[10]
Pernikahan
Abdullah bin Ja'far menikah dengan Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib. Istrinya merupakan mantan istri Umar bin Khattab. Setelah Umar bin Khattab meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan oleh Ali bin Abi Thalib dengan sepupunya yaitu saudara Abdullah bin Ja'far yang bernama Aun bin Ja'far. Setelah Aun bin Ja'far meninggal, Ummu Kultsum dinikahkan lagi dengan saudara sepupunya yang lain yaitu Muhammad bin Ja'far yang juga saudara dari Abdullah bin Ja'far. Setelah kakaknya meninggal, barulah Abdullah bin Ja'far menikahi Ummu Kultsum.[11] Abdullah bin Ja'far memiliki dua orang putra. Ia menamainya Abu Bakar dan Muawiyah.[12]
Abdullah bin Ja'far menjadi suami bagi Ummu Kultsum hingga kematiannya pada tahun 75 H.[13] Ummu Kultsum meninggal bersama dengan putranya yang bernama Zaid pada suatu kerusuhan di permukiman Bani Adi bin Ka'ab. Keduanya meninggal saat sedang berusaha mendamaikan kerusuhan tersebut.[14] Sepeninggal istrinya, Abdullah bin Ja'far menikah lagi. Ia menikah dengan kakak Ummu Kultsum yaitu Zainab binti Ali.[15] Dari pernikahan ini, Abdullah bin Ja'far memiliki anak bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far.[16] Dua anaknya yang bernama Aun bin Abdullah bin Ja'far dan Muhammad bin Abdullah bin Ja'far, terbunuh dalam Pertempuran Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 H atau 9/10 Oktober 680 M. Selain kedua anak Abdullah bin Ja'far, keluarga Muhammad dari keturunan Ali bin Abi Thalib juga banyak terbunuh dalam Pertempuran Karbala.[17]
Anak laki-laki lainnya dari hasil pernikahan Zainab binti Ali dan Abdullah bin Ja'far ialah Ali bin Abdullah bin Ja'far dan Abbas bin Abdullah bin Ja'far. Pernikahan ini juga menghasilkan seorang anak perempuan bernama Ummu Kultsum bin Abdullah bin Ja'far.[10]
Keutamaan
Abdullah bin Ja'far merupakan salah seorang sahabat Muhammad.[3] Ia merupakan keturunan Bani Hasyim yang terakhir melihat Muhammad.[10] Abdullah bin Ja'far menjadi salah satu sumber periwayatan hadis bagi Ibnu Syihab az-Zuhri.[18] Abdullah bin Ja'far dikenal sebagai orang yang memiliki kedermawanan.[1]
Pertempuran Abla di Syam
Setelah Penaklukkan Damaskus selesai, Abu Ubaidah mengirim Satuan Kavaleri (pasukan berkuda) Abdullah bin Ja’far yang bergerak di malam hari pada tanggal 15 Sya’ban (14 Oktober 634 M) dengan ditemani salah seorang sahabat nabi, Abu Dzar al-Ghifari. Esok paginya mereka menemukan kafilah dagang musuh dikawal 5.000 pasukan Romawi Bizantium. Abu Dzar maju dengan semangat diikuti seluruh pasukan kavaleri menghadapi musuh yang 10 kali lipat besarnya. Pertempuran menjadi sangat keras dimana pasukan Muslimin berjuang mati-matian dikepung musuh.[19]
Pasukan Abdullah menemui kematian (syahid) satu persatu. Hanya menunggu waktu saja semua pasukan akan menemui Tuhannya. Beruntung, salah seorang pasukan berhasil menembus blokade musuh dan berkuda secepat kilat kembali ke Damaskus meminta bantuan penyelamatan. Abu Ubaidah terperanjat mendengar informasi kritis yang menimpa Muslimin, ia langsung memberikan komando kepada Khalid,
“Wahai Abu Sulaiman, aku memintamu atas nama Allah, pergilah selamatkan pasukan Abdullah. Hanya engkau yang dapat melakukannya!”
“Aku akan melakukannya atas ijin Allah. Aku hanya menunggu perintahmu.” Jawab Khalid.
“Aku ragu-ragu memintamu.”
“Demi Allah, jika engkau menunjuk seorang anak kecil memimpinku, aku akan mentaatinya. Bagaimana mungkin aku tidak mentaatimu sementara engkau lebih mulia dariku dalam Islam dan engkau telah digelari sebagai ‘Kepercayaan Umat’ oleh Rasulullah. Aku tidak akan pernah bisa melampauimu. Saksikanlah, bahwa aku telah mendedikasikan hidupku di jalan Allah yang Maha Tinggi.”
“Semoga Allah mengampunimu. Wahai Abu Sulaiman, pergi dan selamatkanlah saudaramu.”[20]
Khalid meluncur dengan unit kecil pasukan bersama Dhirar sekitar 30 menit kemudian. Mereka berhasil menyelamatkan pasukan Abdullah yang terkepung sekaligus menghancurkan pasukan Bizantium. Ghanimah berlimpah berhasil diperoleh Muslimin dalam misi kecil yang berbahaya ini. Di sisi lain, Khalid dan pasukannya juga memperoleh luka-luka terkena tajamnya pedang dan tombak Bizantium.[19]
Ketika di akhir masa kekhalifahan Usman bin Affan atas permintaan pamannya, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ja’far menjadi pasukan pembela Usman bin Affan menghadapi kepungan musuh yang hendak membunuh Usman.[1]
Di masa kekhalifanan Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ja’far menjadi pendukung setia Ali bin Abi Thalib. Beliau bersama Ali dalam berbagai peristiwa penting yang terjadi. Ketika peristiwa Perang Jamal, Abdullah berada dalam pasukan yang membela Ali bin Abi Thalib. Menurut catatan Ibnu Khayyath dalam Kitab al-Thabaqat, pasca perang ini Abdullah ikut bersama Ali bin Abi Thalib tinggal di Kufah.[butuh rujukan]
Di zaman Muawiyah, ia menghadap Khalifah Muawiyah dan diberi hadiah 1 juta dirham (60 milyar rupiah). Di zaman Yazid bin Muawiyah, ia menghadap dan dihadiahi 2 juta dirham (120 milyar rupiah). Abdullah pernah menghadiahi seorang Badui dengan jubah seharga 300 dinar (600 juta). Abdullah membeli sebidang tanah seharga 60.000 dirham (1,8 Milyar rupiah) lalu membaginya 8 kapling, Utsman bin Affan membeli 2 kaplingnya dengan harga 120.000 dirham (3,6 milyar rupiah). [1]
Abdullah bin Ja'far juga pernah membeli tanah dari Abdullah bin Zubair seharga 1 juta dirham (60 milyar rupiah) yang tandus gersang. Ia lalu solat di tanah barunya dan menggali tanah lalu keluar mata air deras sehingga jadi subur tanahnya.[1]
Abdullah termasuk seorang terawal yang menyatakan baiat kepada Abdullah bin Zubair sebagai khalifah di Hijaz. Pembaiatan ini dilakukan dengan pandangan penduduk Hijaz bahwa secara syara', Abdullah bin Zubair berhak menjadi amirul mukminin.[21] Abdullah bin Ja'far meninggal pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan.[22] Ia meninggal pada tahun 80 H atau 700 M.[5]
Kematian
Sepanjang kehidupannya Abdullah bin Ja’far sempat berpindah-pindah tempat, ia pernah tinggal di Kufah, Basrah, Syam, dan menghabiskan sisa umurnya di Madinah. Dalam Thabaqat al-Kubra dituliskan bahwa Abdullah bin Ja’far meninggal di Madinah pada tahun 80 H. Jenazahnya disalati oleh Aban bin Utsman yang saat itu menjadi walikota Madinah di masa Abdul Malik bin Marwan. Ketika meninggal, ia berusia sekitar 90 tahun.[1]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b c d e f Dzahabi, Imam (2017). Terjemah Siyar A'lam an-Nubala. Jakarta: Pustaka Azzam. hlm. Jilid 8 Hal 79. ISBN 978-602-236-270-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Lathif, Abdussyafi Muhammad Abdul (Agustus 2016). Hasmand, Fedrian (ed.). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 170. ISBN 978-979-592-668-9. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b c Musthafa, Muhammad Husni (Oktober 2010). Rendusara, Muhammad Khairuddin (ed.). Anak-anak dalam Pangkuan Rasulullah. Diterjemahkan oleh Ahmad, Emiel. Jakarta Timur: Akbar Media. hlm. 102. ISBN 978-979-9533-01-2. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b c Iyubenu 2022, hlm. 39.
- ^ a b Az-Zarkali, Khairuddin (2002). Al-A'lam. Vol. 4 (Edisi 15). Beirut: Darul Ilmi lil Malayin. hlm. 76.
- ^ Az-Zain, Samih Athif (2024). Setiawan, Iwan (ed.). Muhammad The Messengger: Periode Futuh Mekah. Diterjemahkan oleh Gunawan, I., dan Satari, R. Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. hlm. 114. ISBN 978-623-5331-35-5. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 40.
- ^ Hamka (2015). Waskito, Joko (ed.). Tafsir al-Azhar Jilid 9. Jakarta: Gema Insani. hlm. 607. ISBN 978-602-250-253-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 38-39.
- ^ a b c Jam'ah, Ahmad Khalil (2022). Putri-Putri Sahabat Rasulullah. Darul Falah. hlm. 147. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 56-57.
- ^ Muslih, M. Kholid (Juli 2019). Menyingkap Wajah Shi'ah Dua Belas Imam: Dari Kelahiran hingga Perkembangannya di Indonesia. Ponorogo: UNIDA Gontor Press. hlm. 149. ISBN 978-602-5620-06-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Jannah, Zakiah Nur (2020). Ramdani, Zaka Putra (ed.). Amazing Stories Fatimah. Bantul: Pustaka Al Uswah. hlm. 165. ISBN 978-623-92780-6-9. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Al-Azizi 2021, hlm. 57.
- ^ Iyubenu 2022, hlm. 39-40.
- ^ Fanani, Zhaenal. Taufik, M. (ed.). Karbala: Jejak Darah di Senja Asyura. Bandung: Pantera Publishing. ISBN 978-623-91324-0-8. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Ashadi (Oktober 2023). Duniawati, Nia (ed.). Sejarah Peradaban Kota Arsitektur dan Seni Dunia Islam Daulah Umayyah. Indramayu: Penerbit Adab. hlm. 21. ISBN 978-623-162-418-5. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ Herdi, Asep (November 2014). Memahami Ilmu Hadis. Bandung: Tafakur. hlm. 167. ISBN 978-979-778-243-6. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ a b Tabhari, Imam (2012). Terjemah Tarikh ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam. ISBN 978-602-8439-68-8
- ^ Grania, Abu Fatah (2008). Panglima Surga. Jakarta: Cicero Publishing. ISBN 9789791751285
- ^ Hakim, Mansur Abdul (Agustus 2021). Yasir, Muhammad (ed.). Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah. Diterjemahkan oleh Irham, M., dan Supar, M. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 32. ISBN 978-979-592-944-4. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: translators list (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- ^ As-Suyuthi, Imam (2014). Tarikh Khulafa'. Diterjemahkan oleh Nurdin, Muhammad Ali. Jakarta: Qisthi Press. hlm. 239. ISBN 978-979-1303-69-9. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
Daftar pustaka
- Al-Azizi, Abdul Syukur (2021). Mansyur, P. (ed.). Ali bin Abi Thalib Ra. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-602-391-955-0. Pemeliharaan CS1: Ref menduplikasi bawaan (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
- Iyubenu, Edi AH (2022). Rusdianto (ed.). Muhammadku Sayangku 4. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-623-293-741-3. Pemeliharaan CS1: Ref menduplikasi bawaan (link) Pemeliharaan CS1: Status URL (link)